Mohon tunggu...
Aksi Cepat Tanggap
Aksi Cepat Tanggap Mohon Tunggu... Jurnalis - Organisasi Kemanusiaan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menjadi organisasi kemanusiaan global profesional berbasis kedermawanan dan kerelawanan masyarakat global untuk mewujudkan peradaban dunia yang lebih baik http://act.id Aksi Cepat Tanggap (ACT) Foundation is a professional global humanitarian organization based on philanthropy and volunteerism to achieve better world civilization

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Indonesia Darurat Lahan Resapan Air

24 November 2015   13:21 Diperbarui: 24 November 2015   13:28 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://blog.act.id/wp-content/uploads/2015/11/tanah-resapan.jpg

Musim hujan yang datang di bulan November 2015 nampak mulai menjadi biang kekhawatiran masyarakat. Hujan yang sudah sejak lama ditunggu karena musim kemarau panjang yang menyiksa justru kini malah ditakuti. Ya hujan menjadi bahan ketakutan masyarakat terutama bagi warga yang berada di wilayah yang berisiko tinggi terkena banjir. Jakarta salah satunya.

Fenomena ini kemudian menjadi pertanyaan, apakah yang menjadi penyebab ancaman risiko kekeringan selalu datang di musim kemarau, dan sebaliknya berubah seketika menjadi ancaman banjir ketika masuk musim penghujan. Ternyata berdasarkan analisis dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) di Jakarta, penyebab utama kacaunya sistem alami pencegahan bencana hujan dan kemarau adalah karena Indonesia berada dalam level darurat lahan resapan air.

Menurut paparan Bappenas seperti yang dilansir dari pemberitaan Antaranews, disebutkan bahwa kini kondisi lahan resapan air Indonesia yang masih layak hanya ada di Kalimantan dan Papua. Kondisi ini disebabkan dua pulau besar di Indonesia itu masih belum menjadi lokasi yang padat diisi oleh populasi masyarakat. Jadi selama bertahun-tahun terakhir, hanya Kalimantan dan Papua, daerah di Indonesia yang masih memiliki kawasan penyerapan air tanah yang ideal. Hal ini terbukti jika menilik dari beberapa catatan kebencanaan beberapa tahun terakhir, bencana banjir jarang terjadi di wilayah Kalimantan dan Papua.

Bagaimana dengan kondisi di Jawa? Data yang dimiliki Bappenas menunjukkan kenyataan pahit bahwa di tahun 2015 ini kondisi air tanah yang terkandung di dalam Pulau Jawa hanya berkisar di angka 35 persen saja, bahkan kurang. Padahal jika dihitung berdasarkan padatnya populasi masyarakat di Pulau Jawa, harusnya persentase air yang dapat tertampung di dalam tanah Pulau jawa mencapai 65% dari total seluruh air hujan yang turun.

Buktinya nyata terlihat di Jawa Barat misalnya, bayangkan saja bencana kekeringan di tahun 2015 ini bahkan sampai membuat kering wilayah kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Padahal selama beberapa dekade terakhir, Gunung Gede Pangrango yang terletak di antara Bandung Bogor dan Sukabumi ini tidak pernah kekeringan sama sekali.

Berangkat dari fakta tersebut, pemerintah Indonesia lewat usaha dari Bappenas akan mengeksekusi solusi untuk mencegah atau setidaknya mengurangi risiko kekeringan dan banjir di tahun-tahun mendatang. Solusinya adalah dengan menargetkan penambahan 5,5 juta hektare lahan baru selama tahun 2015 hingga tahun 2019 yang nantinya akan digunakan sebagai wilayah resapan air untuk menambah kapasitas air tanah (green water). (cal)

img : rajasimarmata.files.wordpress.com

http://kmgp.act.id/assets/img/2.jpg
http://kmgp.act.id/assets/img/2.jpg

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun