Beberapa bulan terakhir, masyarakat Indonesia makin akrab dengan istilah lahan gambut. Di tengah kepungan bencana kebakaran hutan yang membawa darurat asap di Riau, Jambi, Palembang hingga Pontianak dan Palangkaraya, ramai-ramai media menyebut lokasi kebakaran hutan di lahan gambut.
Pada kenyataannya, lahan gambut memang menjadi lokasi yang paling mudah terpapar kebakaran hutan. Banyak wilayah hutan dan lahan konsesi milik Pemerintah yang dipinjamkan kepada pihak swasta adalah lahan dan hutan gambut. Kesalahan pengelolaan lahan gambut inilah yang membuatnya menjadi lokasi paling rawan terjadi kebakaran hutan. Banyak perusahaan perkebunan dan kelapa sawit di Sumatera-Kalimantan yang memiliki izin konsesi lahan, namun tak merawat dan menangani lahan gambut sebagaimana mestinya.
Lantas, apa itu lahan gambut? Mengapa hutan dan lahan gambut menjadi wilayah yang sensitif terhadap kebakaran hutan di Indonesia?
Berdasarkan penjelasan yang dirilis Greenpeace, lahan gambut adalah salah satu tempat simpanan karbon yang paling kaya di dunia. Lahan gambut terdiri dari vegetasi mati yang telah membusuk dan menumpuk serta terakumulasi selama ribuan tahun. Maka dari itu, lahan gambut dapat disebut sebagai penyimpan karbon raksasa. Gambut mengunci karbon di bawah tanah dan mencegahnya terlepas ke atmosfer. Selain itu, lahan gambut pun memiliki kandungan organik yang tinggi.
Dalam budaya bahasa Inggris, lahan yang terbentuk di lahan-lahan basah ini seringkali disebut sebagai peat. Sedangkan di belahan dunia lain, lahan gambut dikenal dengan berbagai macam nama seperti bog, moor, muskeg, pocosin, mire, dan lain-lain. Sedangkan dalam Bahasa Indonesia, gambut diserap dari bahasa daerah Banjar.
Menurut data yang dilansir Wikipedia, lahan gambut terbesar di Indonesia terdapat di Sumatera. Luasnya diperkirakan mencapai 7,3–9,7 juta hektare atau kira-kira seperempat luas lahan gambut di seluruh wilayah tropis.
Mengapa hutan dan lahan gambut mudah terbakar?
Pada dasarnya, hutan hujan tropis dan lahan gambut adalah wilayah yang tak biasanya terbakar. Karena lokasinya yang cenderung basah. Namun akibat dari pembukaan hutan dan pengeringan untuk urusan perusahaan kelapa sawit dan perkebunan, telah meningkatkan angka kerentanan lahan gambut dari potensi kebakaran.
Lahan gambut yang telah dikeringkan bisa membara secara perlahan, sementara vegetasi yang kering di musim kemarau pun makin memudahkan terjadinya kebakaran dalam skala yang luas, kebakaran hutan pun dapat menyebar dengan cepat.
Terlebih kebakaran hutan di lahan gambut dapat menyebar jauh ke dalam tanah, ketika sudah membara di dalam tanah maka kebakaran di lahan gambut akan makin sulit untuk dipadamkan. Kadang-kadang bisa terus menyala selama berbulan-bulan. membawa emis gas rumah kaca yang sangat besar dan juga polusi kabut asap yang sangat pekat. Seperti yang terjadi saat ini di Indonesia, terutama di wilayah hutan gambut Sumatera Selatan, Jambi, dan Palangkaraya. (cal)