Mohon tunggu...
Yahya Ado
Yahya Ado Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Praktisi Pendidikan

Lahir di Adonara Flores - NTT. Senang belajar pada Universitas Kehidupan.. Bertemu dengannya di: www.mysury.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Si Gerobak Malam

25 April 2010   04:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:36 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

DI jalanan umum masih terdengar bising knalpot. Satu persatu suara itu menyapa di gendang telinga. Meski tak seramai siang dan sore tadi, bunyi mulus laju kendaraan masih terdengar jelas karena hening. Malam semakin larut membungkus kelam. Suasana kost di galangan Setia Budi Jakarta nampak semakin sunyi. Para penghuni satu per satu mulai menyambut malam pada empuknya bed cover. Jam di dinding telah menunjuk  pukul 02.15 wib dini hari.

"..tek..tek..tek..tek..", suara nyaring itu terdengar dari bilik kamar berukuran 3 X 4. "Ah, suara apa itu", tanyaku dalam sunyi. Aku hampir tak peduli. Tapi lama berselang, suara itu kembali terulang. Aku penasaran dan mencoba keluar. Persisi di sudut kamar, ku menoleh dari  balik jendela di ketinggian lantai tiga.

Aku terkejut melihat seorang bapak, umurnya belum terlalu tua sekitar 50an tahun, sedang mendorong gerobak malam mengitari perumahan kost di sepanjang lorong ini. Tanya ku dalam hati, "adakah pembeli pada malam menjelang pagi ini".

Bagiku sebagai orang baru di kota ini, adalah sebuah pemandangan yang cukup aneh. Mungkin bagi teman-temanku lain barangkali sudah jadi hiburan tengah malam. Aku hendak mengambil ini menjadi sebuah renungan diri. Bahwa ternyata nasib di antara kita ditakdirkan beda oleh Tuhan. Banyak yang terjaga dalam tidur di tengah malam, tapi banyak pula yang harus pontang panting mencari nafkah.

Sesekali mataku tertuju pada roda gerobak, karena kuingin tahu kemana arah yang hendak ia tujuh. Aku pun diam-diam melihat isi gerobak dari kejauhan. Oh, ternyata bapak tua setengah baya ini penjual nasi goreng keliling. Teman-teman selalu bercerita padaku tentang  nasi gorong satelit. Ya, seperti sinyal. Karena ia ada di mana-mana.

***

Nasib si gerobak malam, barangkali sama dengan banyak saudara dan keluarga lain di pertiwi ini. Tanpa banyak keluh mereka rela mendorong gerobak tengah malam. Mencari rezeki untuk mencukupi hidup setiap hari. Tak ada yang bisa menguatkan ia untuk rela berjuang di kegelapan ini,  jika bukan karena cintanya yang dalam untuk anak dan keluarganya.

Dia pun kerap tak pernah gentar dan khawatir, bila malam selarut ini tak ada pembeli yang ingin makan nasi goreng jajakannya. Ia hanya mampu berusaha dan berdoa bahwa bila rezeki  itu bagian yang sudah  diberikan Tuhan buatnya, maka dia yakin pasti mendapatkannya. Seperti prinsip sang cicak,  tak pernah gentar walau makanannya nyamuk yang bersayap, tapi ia tak memiliki sayap. Cicak tak pernah stress.

***

Hari ini banyak dari kita diberi kelebihan luar biasa oleh Tuhan. Ilmu yang bermanfaat, rezeki yang cukup dan banyak pula kelebihan lain, bila dibanding dengan si tukang grobak.

Namun begitu, kita kerap kurang bersyukur atas semua itu. Kita selalu merasa serba kurang pada takaran materi, sehingga banyak cara licik yang kita perbuat. Kita pun suka iri jika ada orang punya kelebihan dari kita, padahal kita tahu semua punya nasib yang berbeda. Bergantung usaha dan doa yang kita perbuat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun