Mohon tunggu...
yavis nuruzzaman
yavis nuruzzaman Mohon Tunggu... Freelancer - fotografer, pemusik, penulis lepas, pemerhati media sosial, penyuka sepak bola,

fotografer, pemusik, penulis lepas, pemerhati media sosial, penyuka sepak bola,

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Gojek, Brand, dan Iklan

19 Juni 2015   15:11 Diperbarui: 20 Juni 2015   02:39 1119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fenomena Gojek

Gojek, sebuah fenomena baru di Indonesia dengan munculnya Ojek yang dapat dipesan secara online, dilengkapi seragam jaket yang sama dan dua helm senada dengan jaket berwarna hijau bertuliskan Gojek. Gojek yang muncul sekitar tahun 2011 ini menawarkan hal yang cukup menggiurkan bagi masyarakat Jabodetakbek yang sudah bosan dengan kemacetan di mana-mana.

Kemudahan dan keamanan yang diberikan oleh Gojek mampu menarik animo masyarakat menggunakan moda transportasi roda dua ini. Pelanggan Gojek tidak perlu menunggu lama di tepi jalan raya, tinggal unduh aplikasinya via android Driver Gojek sudah ada di depan rumah. Selain itu karena berbentuk institusi , maka jaminan keperecayaan pelanggan sudah tidak ditanyakan lagi. Apalagi dengan tarif yang terstandarkan, sangat menguntungkan sehingga tidak perlu lagi berdebat dengan tukang ojek.

Gojek secara tidak langsung juga memberikan contoh bagaimana menggunakan helm, jaket, serta masker yang benar dalam berkendara. Gojek juga menjadi contoh untuk tidak parker sembarangan. Selain itu Driver Gojek yang diberikan asuransi tentunya akan menguntungkan bagi drivernya.

Hingga Pemprov DKI pun tertarik dan melayangkan tawaran kepada CEO Gojek untuk bergabung dalam Jakarta Smart City. Aplikasi Gojek dinilai akan membantu pengguna moda transportasi publik. PT Go-Jek Indonesia siap melakukan explore partnership dengan PT Transjakarta dalam hal teknologi.

Kehadiran Gojek menimbulkan polemik sendiri. Gojek menjadi pesaing langsung dari tukang ojek konvensional. Gojek dianggap merebut lahan tukang ojek konvensional. Sehingga tidak jarang driver Gojek diusir dari pangkalan ojek. Bahkan Gojek juga disebut sebagai moda transportasi yang tak berizin dan liar.

Yang terbaru adalah Gojek dianggap sebagai bentuk kapitalisme baru dari ojek konvensional. Tukang ojek yang tidak ikut dalam Gojek lambat laun akan hilang dan digusur apalagi Pemprov mendukung Gojek. Padahal dengan ikut Gojek, tukang ojek akan memiliki pendapatan lebih besar dan mendapatkan fasilitas bahkan asuransi.

Kekuatan Merek/Label

Hal mendasar yang membedakan antara Gojek dan ojek lainnya adalah pelabelan nama “Gojek”. Brand merupakan senjata yang sangat ampuh dalam dunia periklanan. Brand merupakan bentuk identitas yang akan menjadi pembeda dengan competitor lain. Identitas yang menunjukkan kelebihan yang dimiliki produk dan tidak dimiliki oleh produk lain.

Brand atau dalam Periklanan disebut Brand Equity merupakan seperangkat aset dan liabilitas merek yang berkaitan dengan suatu merek, nama dan simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh suatu barang atau jasa kepada perusahaan atau pelanggan (Susanto dan Wijanarko, 2004)

Jadi dengan menambah nama saja, ojek yang merupakan moda transportasi konvensional yang sudah lama di Indonesia berubah menjadi sebuah institusi. Tentunya, setelah ada nama Gojek, maka harus diikuti perkembangan seperti kemudahan, kenyamanan, keamanan yang menjadi identitas Gojek.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun