Mohon tunggu...
Yasintus Ariman
Yasintus Ariman Mohon Tunggu... Guru - Guru yang selalu ingin berbagi

Aktif di dua Blog Pribadi: gurukatolik.my.id dan recehan.my.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengedukasi Masyarakat dengan Film

19 Oktober 2017   12:01 Diperbarui: 19 Oktober 2017   12:06 620
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Film "Sayap Tersangkar" produksi Puspas Keuskupan Weetebula, sungguh membuat saya kagum. Hemat saya, "Sayap Tersangkar" merupakan sebuah film dokumenter. Artinya, film ini dibuat untuk menampilkan realita sebagaimana adanya. Karena itu, pembacaan atas film ini bisa dilakukan dari berbagai sudut pandang, antara lain isu gender, ekonomi, sosial, politik, kebudayaan serta agama.

Film ini menyuguhkan kepada penontonnya aneka kenyataan konkret yang terjadi dalam kehidupan masyarakat Sumba pada umumnya, antara lain pola hidup harian, peran pemimpin agama (Katolik), situasi sosial politik dan penerapan budaya patriarkhi. Ada tiga persolan utama yang penulis temukan dalam film ini.

Pertama,perkawinan dengan anak om kandung. Orangtua memiliki peran yang sangat kuat dalam menentukan jodoh atau pasangan hidup bagi anaknya baik anak laki-laki maupun anak perempuan. Hal ini nyata ketika tokoh Umbu disarankan oleh orangtuanya untuk mengambil perempuan (tokoh Rambu) yang merupakan anak saudara laki-laki dari ibunya untuk dijadikan istrinya.  

Umbu  memang jatuh cinta kepada Rambu. Namun cinta Umbu bertepuk sebelah tangan. Rambu tidak menerima cinta Umbu. Meski demikian, dengan dorongan orangtuanya, Umbu berjuang mendapatkan cinta Rambu. Sementara itu Rambu terus didesak oleh kakeknya agar bisa menerima Umbu sebagai suaminya. Situasi ini membuat Rambu bergumul. Ia menganggap Umbu sebagai saudaranya sendiri karena memiliki hubungan keluarga yang sangat dekat. 

kedua,aborsi.Kasus anak remaja yang hamil di luar nikah kemudian melakukan aborsi. Kenyataan ini bukanlah hal yang asing. Ada remaja yang terpaksa melakukan aborsi karena ketidaksiapan untuk membangun hidup berkeluarga. 

Dan ketiga,belis (mas kawin).Hal ini berkaitan dengan kewajiban pria untuk membayar sejumlah besar belis (mahar) yang akan diserahkan kepada keluarga perempuan. manakala keluarga laki-laki belum sanggup menuntaskan tuntutan belis maka sang pria akan tinggal bersama keluarga perempuan hingga belisnya lunas. 

Mas kawin untuk seorang perempuan Sumba merupakan sesuatu yang sangat penting dalam keberlanjutan hubungan kedua mempelai yang ingin melangsungkan pernikahan. Masyarakat Sumba memegang budaya patriarki dalam pengertian pria lebih dominan dalam segala urusan keluarga. Keadaan ini sesungguhnya mengandung tanggung jawab yang lebih besar diberikan kepada pihak laki-laki, dalam hal ini termasuk belis. Belis atau mas kawin ini wajib dipersiapkan oleh laki-laki jika ingin mempersunting perempuan. Belis ini merupakan salah satu bentuk tanggung jawab pria bahwa ia rela berkorban untuk pasangannya. Keluarga pria wajib memenuhi tuntutan adat dari pihak perempuan.

Dalam pelaksanaannya, jika pria tidak sanggup memenuhi tuntutan belis, si pria akan tinggal bersama keluarga perempuan. Keadaan ini tentu bukanlah sesuatu yang diinginkan. Sebab dalam praktek hidup sehari-hari, tidak jarang dijumpai kenyataan bahwa si pria kadang mendapat ejekan atau pun penghinaan dari keluarga pihak perempuan bahwa si pria tidak lebih dari seorang yang tidak berguna karena tidak sanggup membayar belis. Hal ini tampak pada tokoh Umbu yang terpaksa harus tinggal bersama orangtua dari istrinya. Ia selalu mendapat cercaan dan penghinaan hingga pada akhirnya ia memilih untuk pergi meninggalkan istri beserta orangtuanya.

Berhadapan dengan tiga persoalan di atas, ada beberapa sikap gereja katolik saat berhadapan dengan fenomena sosial yang terjadi dalam masyarakat sebagaimana diceritakan dalam film. Pertama,Perkawinan dengan anak om kandung. Berdasarkan hukum perkawinan gereja Katolik, "Tidak sahlah perkawinan antara mereka yang berhubungan darah dalam garis keturunan ke atas dan ke bawah, baik yang legitim maupun yang alami" (kanon 1091 §1). Lebih lanjut, ditegaskan bahwa cakupan dalam garis lurus tidak ada batasnya, sedangkan dalam garis menyamping, halangan hanya sampai dengan tingkat keempat. Halangan nikah hubungan darah ini ada yang bersifat kodrati dan ada pula yang bersifat Gerejawi. Menurut kanon ini, hubungan darah garis lurus ke atas dan ke bawah dalam semua tingkat dan hubungan darah garis menyamping tingkat kedua adalah hukum kodrati. Karenanya, menurut Gereja, dari halangan ini tidak mungkin diminta dispensasi. Sementara itu, halangan nikah hubungan darah garis menyamping tingkat III dan IV merupakan hukum Gerejawi, karena itu dalam keadaan tertentu dapat didispensasi.

kedua,sikap gereja terhadap aborsi. Pada prinsipnya gereja Katolik menolak dengan tegas aborsi apa pun bentuk dan caranya, karena hal itu sangat bertentangan nilai kehidupan. Gereja Katolik menentang dan melarang pengguguran. Konsili Vatikan II masih menyebut pengguguran suatu “tindakan kejahatan yang durhaka”, sama dengan pembunuhan anak. “Sebab Allah, Tuhan kehidupan; telah mempercayakan pelayanan mulia melestarikan hidup kepada manusia, untuk dijalankan dengan cara yang layak baginya. Maka kehidupan sejak saat pembuahan harus dilindungi dengan sangat cermat.” (GS 51). 

Ketiga,belis (mas kawin). Gereja katolik tidak memberikan patokan yang tegas tentang mas kawin atau belis. Gereja Katolik masih tetap menghargai tradisi masyarakat setempat untuk mengatur sejumlah materi yang wajib diberikan oleh pihak keluarga lelaki kepada pihak keluarga perempuan atau pun sebaliknya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun