Mohon tunggu...
yanse arfinando
yanse arfinando Mohon Tunggu... Lebih berbahagia memberi daripada menerima

Pemerhati lingkungan dan sosial

Selanjutnya

Tutup

Nature

Merumuskan Sistem Pengangkutan Sampah yang Baru: Sebuah pemikiran menyambut Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2025

5 Juni 2025   08:24 Diperbarui: 5 Juni 2025   08:24 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pengangkutan Sampah (Sumber: https://tirto.id/mengintip-kota-kota-gudang-sampah-di-indonesia-cE4o)

Hari Lingkungan Hidup Sedunia diperingati setiap tahunnya pada tanggal 5 Juni.  Pada tahun 2025 ini Hari Lingkungan Hidup Sedunia mengusung tema global "Ending Plastic Pollution" atau "Hentikan Polusi Plastik".  Tema ini dipilih dengan mempertimbangkan dampak signifikan pencemaran plastik pada lingkungan, kesehatan masyarakat dan mahluk hidup lainnya. Tema ini sejalan pula dengan target nasional pengelolaan sampah yaitu 50% pada tahun 2025 dan 100% pada tahun 2029.

Berdasarkan data dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) (https://sipsn.menlhk.go.id/sipsn) dalam kurun waktu 2020 -- 2025 sampah plastik secara konsisten menempati urutan kedua sebagai jenis sampah yang terbanyak setelah sampah sisa makanan.  Data ini setidaknya memiliki 2 (dua) implikasi. Pertama, sampah plastik menjadi ancaman serius bagi lingkungan. Berbeda dengan sampah sisa makanan yang dapat dengan cepat terurai, sampah plastik memerlukan waktu yang sangat lama bahkan hingga ratusan tahun untuk dapat terurai di alam.  Sampah plastik yang tidak terkelola dengan baik akan menimbulkan pencemaran lingkungan yang berdampak serius pada kesehatan manusia dan mahluk hidup lainnya bahkan bisa menimbulkan kematian.  Kedua, adanya peluang ekonomi yang menjanjikan dari sampah plastik.  Dalam kurun waktu  2020 -- 2025 timbulan sampah plastik mengambil porsi antara 17,38% - 19,74% dari total timbulan sampah nasional atau sekitar 6,4 juta ton per tahunnya. Bila seluruhnya dapat diuangkan (dimonetisasi) anggap saja Rp 1.000,- / kg maka pendapatan yang bisa diterima setiap tahun bernilai Rp 6,4 triliun! Jumlah yang fantastis bukan? Disinilah tantangannya yaitu bagaimana mengatasi ancaman sekaligus disaat yang sama menangkap peluang dari timbulan sampah plastik yang besar itu. 

Permasalahannya saat ini belum semua timbulan sampah dapat terkelola.  Pada tahun 2024, berdasarkan data SIPSN sekitar 40,26% timbulan sampah tidak terkelola.  Sampah yang tidak terkelola ini disebabkan sampah tidak dipilah dengan semestinya sehingga sulit untuk dilakukan pengolahan lebih lanjut.  Dalam prakteknya, pemilahan sampah sebenarnya sudah banyak dilakukan oleh masyarakat mulai dari rumahnya masing-masing.  Masyarakat sudah tahu dan bisa mengelompokkan dan memisahkan sampah menurut jenis atau sifatnya.  Setidaknya masyarakat sudah bisa memilah sampah menjadi sampah organik dan sampah inorganik, yaitu mengelompokkan dan memisahkan antara sampah dapur/sisa makanan dengan sampah lainnya.  Namun yang disayangkan pengangkutan sampah dilakukan oleh kendaraan pengangkut yang sama sehingga sampah yang sudah terpilah menjadi tercampur kembali.  Akumulasi timbulan sampah yang besar khususnya di wilayah perkotaan menyulitkan untuk sampah-sampah yang tercampur tersebut dipilah kembali, baik di Tempat Penampungan Sementara (TPS) apalagi di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) yang menerima sampah-sampah dari TPS-TPS di sekitarnya.

Bila ingin mencapai target nasional pengelolaan sampah yaitu 50% pada tahun 2025 dan 100% pada tahun 2029, maka Pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah, perlu untuk menciptakan sistem pengangkutan sampah yang akan menjamin keterpilahan sampah dalam rangka menaikkan tingkat keterolahan sampah.  Semakin baik sampah terpilah, maka akan semakin mudah untuk dilakukan pengolahan selanjutnya.  Berikut beberapa hal yang dapat dilakukan:

1.  Membedakan hari pembuangan sampah yang berbeda jenisnya

Istilah pembuangan disini perlu dimaknai sebagai kegiatan mengangkut sampah ke TPS.  Pembedaan hari pembuangan sampah penting dilakukan untuk menjamin sampah yang berbeda jenis dan sifatnya tidak bercampur.  Selain itu lebih murah dibandingkan bila harus menambah kendaraan pengangkut sampah yang dikhususkan untuk masing-masing jenis sampah.  Jadwal hari pembuangan sampah disesuaikan dengan karakteristik sampah yang dihasilkan oleh warga kota.  Berbeda kota, bisa jadi berbeda jadwal hari pembuangan sampahnya.  Kota Tokyo di Jepang yang cukup maju dalam pengelolaan sampah kotanya bisa dijadikan contoh:

  • Hari Senin   : untuk sampah yang tidak bisa dibakar (incombustible waste) seperti peralatan rumah tangga rusak yang terbuat dari kaca, keramik & logam, panci bekas, kaleng hair spray, lampu bekas, dsb
  • Hari Selasa : untuk sampah plastik yang dapat didaur ulang (recyclable plastic) seperti lembaran label pada botol plastik dan tutupnya, kantong kresek, botol shampo, dsb
  • Hari Rabu   :  untuk sampah yang dapat dibakar (combustible waste) seperti sisa makanan, sampah dapur, baju & sepatu bekas, minyak goreng bekas (jelantah), puntung rokok, dsb
  • Hari Jum'at : untuk recyclable items meliputi kertas yang dapat didaur ulang (seperti koran bekas, kardus & karton susu), botol kaca, kaleng dan botol PET
  • Hari Sabtu  : untuk sampah yang dapat dibakar (combustible waste)

2. Membangun fasilitas pengolahan sampah sesuai jenisnya

Sekali lagi, keterpilahan sampah dibutuhkan untuk memudahkan proses pengolahan selanjutnya.  Kendaraan pengangkut sampah mengantarkan sampah sesuai harinya ke fasilitas pengolahan sampah yang sesuai.  Mengambil contoh Tokyo di atas, combustible waste akan diangkut ke incinerator plant untuk dibakar dengan teknologi yang ramah lingkungan. Sampah-sampah yang dapat didaur ulang (recyclable) akan diangkut ke Pusat daur ulang (recycling center). Sedangkan sampah yang tidak bisa dibakar (incombustible waste) akan diangkut ke Pusat Pemrosesan untuk dicacah dan dipisahkan material bernilai ekonomis bila ada. Bila kemudian dari unit-unit pengolahan tersebut tersisa residu atau material yang tidak bernilai ekonomi barulah dibawa ke TPA.  Pemerintah perlu membangun fasilitas-fasilitas pengolahan sampah tersebut yang dalam alur pengangkutan sampah diposisikan di antara TPS dan TPA.  Artinya tidak ada lagi sampah yang diangkut dari TPS langsung ke TPA, tetapi harus lebih dulu ke fasilitas-fasilitas pengolahan sampah sesuai jenisnya.

3. Melakukan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat

Untuk mengikat seluruh masyarakat, pengaturan hari pembuangan sampah sebagaimana dijelaskan di atas perlu dituangkan dalam bentuk kebijakan pemerintah semisal peraturan daerah. Agar masyarakat mengetahui dan memahaminya maka pemerintah kota perlu mensosialisasikan kebijakan tersebut secara luas melalui sarana dan media komunikasi yang ada.  Sekaligus pula diberikan edukasi bagaimana melakukan pemilahan sampah yang diharapkan. Informasi tersebut dapat dituangkan dalam bentuk brosur atau buku saku yang dibagikan ke setiap rumah tangga melalui kelurahan dan pengurus RT.  Dalam rangka penegakan hukum, bila ada yang melanggar perlu diberikan sanksi untuk memberikan efek jera.  Penegakan hukum perlu dilakukan khususnya di awal-awal pemberlakuan kebijakan karena terkait dengan pembentukan kebiasaan baru setidaknya selama 21 hari pertama.

4. Pelatihan kepada petugas pengangkut sampah

Pelatihan ini dimaksudkan utamanya untuk membangun kedisiplinan para petugas pengangkut sampah. Pertama, untuk mengangkut sampah dari TPS ke fasilitas pengolahan sampah yang sesuai.  Kedua, untuk secara tegas hanya mengangkut sampah yang sesuai harinya.  Bila ada sampah yang tidak sesuai tidak diangkut atau dikembalikan saja ke sumbernya bila diketahui identitas alamatnya.

Untuk menerapkan sistem pengangkutan sampah yang baru ini bisa dimulai untuk skala kelurahan sebagai percontohan dulu, yang setelah beberapa waktu dievaluasi dan dilakukan penyempurnaan sebelum kemudian diterapkan untuk skala wilayah kota.  Sistem pengangkutan sampah yang baru ini tidak lagi menggunakan paradigma lama yang bertumpu pada pendekatan akhir yaitu kebersihan kota semata, melainkan menggunakan paradigma baru pengelolaan sampah yang memandang sampah sebagai sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi dan dapat dimanfaatkan, misalnya, untuk energi, kompos, pupuk ataupun untuk bahan baku industri.  Sebenarnya paradigma baru ini sudah diusung sejak 17 tahun lalu yaitu sejak diterbitkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Namun tidak ada kata terlambat.  Bila kita dengan komitmen kuat menjalankan paradigma baru tersebut niscaya tingkat sampah yang terkelola akan tinggi.  Di samping itu, sesuai tema Hari Lingkungan Hidup Sedunia tahun ini, kita pun dapat menghentikan polusi plastik karena plastik yang terbuang dapat termanfaatkan dan tidak mencemari lingkungan.   Bonusnya, ada tambahan nilai ekonomi yang bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat.  Semoga.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun