Mohon tunggu...
Yansean Sianturi
Yansean Sianturi Mohon Tunggu... Lainnya - learn to share with others

be joyfull in hope

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Poros Alternatif di Mana Sengatmu?

31 Juli 2018   19:23 Diperbarui: 31 Juli 2018   20:20 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semakin dekatnya batas akhir pendaftaran Capres 2019 yaitu tanggal 10 agustus 2018, telah menyandera banyak pihak yang ingin mencalonkan figurnya. Hingga hari ini baru terbentuk dua poros koalisi, itupun katanya telah saling mengunci. Pemberitaan media masih berputar pada dua koalisi yakni, pengusung Jokowi dan Oposisi (Prabowo dkk). Padahal beberapa bulan sebelumnya cukup banyak nama yang bermunculan, sebut saja Gatot Nurmantyo, Amien Rais, AHY, Cak Imin, Anis bahkan Habib Rizieq Shihab.

Parpol yang merasa tidak puas, dalam hal ini anggota koalisi yang figur jagoannya tidak terakomodasi sebagai capres atau cawapres, apakah masih punya waktu untuk membentuk poros alternatif? Melihat situasi ini, sepertinya agak sulit untuk membentuk poros tengah. Lagi-lagi parpol tersebut mesti ikut mengusung capres maupun cawapres dari partai lainnya.

Mengapa parpol yang tidak terakomodasi capres dan cawapresnya sulit keluar dari koalisi dan  membentuk koalisi atau poros baru? Apakah karena faktor kurangnya elektabilitas figur, modal dan logistik sehingga muncul kalkulasi yaitu kemungkinan tipis untuk menang. Akhirnya parpol yang tidak terakomodasi mesti berlindung dibalik kata "kesamaan platform" perjuangan partai.

Lalu dimana, proses pengkaderan dan idealisme perjuangan partai? Apakah karena tidak adanya elektabilitas figur, modal dan logistik mesti memupus hal tersebut? Padahal beberapa parpol yang tidak terakomodasi masih punya waktu untuk membuat koalisi poros baru dalam memperjuangkan idealisme partai dari pada hanya sekedar berjuang untuk memenangkan kepentingan sesaat yaitu ikut capres-cawapres yang bakal menang.

Rakyat selayaknya diberikan suguhan capres-cawapres sebanyak-banyaknya sehingga menambah khasanah pilihan dalam berdemokrasi sehingga pilpres tahun 2019 bisa lebih berwarna dan bukan edisi pengulangan pilpres 2014. Betapa indahnya, jika pilpres 2019 bisa menghadirkan beberapa calon sehingga ide dan program yang akan diusung menjadi lebih banyak, walaupun yang terpilih nantinya tetap satu pasangan. Maaf, jika boleh dikatakan akhirnya parpol terjebak dalam pola pragmatis, ingin menang dan menang. Pola ini mengakibatkan polarisasi ditingkat masyarakat sekarang ini menjadi dua kutub sehingga dikhawatirkan mengakibatkan maraknya berita hoax di antara kutub tersebut.

Presidential threshold 20 persen secara hitungan matematika, sebenarnya memungkinkan untuk menghasilkan tiga bahkan empat pasangan capres-cawapres. Kiranya, kedepan perlu dipikirkan agar pembiayaan capres dan cawapres dapat dibiayai oleh negara sehingga parpol bisa lebih leluasa untuk mengusung calonnya dan tidak terjebak pada kepentingan pragmatis semata.

salam demokrasi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun