Mohon tunggu...
Yansean Sianturi
Yansean Sianturi Mohon Tunggu... Lainnya - learn to share with others

be joyfull in hope

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Menakar Capres Alternatif 2019

11 Maret 2018   23:00 Diperbarui: 21 Maret 2018   13:15 1030
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTcYGuS6zpCmrOZk_XjEGpKxsdjYvbHoLw1WqGQvzWwDbE1G4lv

Pertemuan elite partai PKB-Demokrat-PAN di Mal wilayah Jakarta Selatan beberapa hari lalu, apakah dapat dikatakan sebagai sinyal sekaligus penjajakan untuk menyikapi perhelatan Pemilu tahun depan? Dikatakan sebagai tahap awal, kondisi obyektifnya hingga hari ini, ketiga partai tersebut masih belum mengumumkan dan mendukung Capresnya. Posisi strategis ketiga partai, berperan untuk melahirkan warna baru demokrasi Republik ini. Wacana Capres alternatif dimunculkan oleh berbagai pihak, bertujuan memberikan suguhan kepada rakyat beberapa pilihan yang akan menambah meriah acara pesta demokrasi tahun 2019.

Bersamaan dengan momentum peringatan hari Supersemar, pada Rapimnas Partai Demokrat hari ini, ketua Kogasma Agus Harimurti Yudhoyono mengucapkan pidato politik (orasi kebangsaan). Saat orasi dihadapan para kader, AHY mengaku siap untuk memberikan kontribusi terbaik bagi bangsa. Hal ini kembali ia tegaskan dalam pidato politiknya "Seperti yang sudah berkali-kali saya sampaikan dalam pidato ini, tentang kesiapan dan kesempatan. Saya siap untuk meraih dan memperjuangkan kesempatan saya untuk memberikan kontribusi terbaik untuk NKRI," beber AHY detiknews .  Kalimat menarik lainnya dalam pidato AHY malam ini, adalah "yang sudah baik dilanjutkan, yang belum diperbaiki". Apakah urutan kejadian di atas pertanda akan munculnya poros baru atau "Capres  Alternatif" untuk memperbaiki yang belum baik? Mungkin saja terjadi, dengan syarat Partai Demokrat-PAN-PKB bersama-sama berkomitmen membentuk koalisi tersebut.

Melihat dukungan yang sudah diberikan beberapa partai Pemerintah kepada Jokowi dan pendeklarasian DPD Gerindra hari ini, untuk mencalonkan Prabowo sebagai Capres 2019. Jika terus berlanjut, praktis ada dua nama yang akan berkompetisi pada Pilpres 2019. Pertanyaan berikutnya adalah siapa figur yang tepat untuk bersaing menjadi Capres alternatif? Tentunya, calon yang akan dimajukan wajib memiliki elektabilitas tinggi sehingga mampu mengalahkan dukungan suara kepada Jokowi maupun Prabowo. Figur calon kuat dengan elektabilitas tinggi perlu dipertimbangkan masak-masak agar usaha yang akan dilakukan, tidak menjadi sia-sia. Sebut saja nama elit petinggi partai yang sudah masuk radar lembaga survey, yakni: Agus Harimurti Yudhoyono, Zulkifli Hasan dan Muhaimin Iskandar. 

Agus Harimurti Yudhoyono memiliki pengalaman karir di dunia militer dan lulusan pendidikan di Amerika. Calon lainnya, Zulkifli Hasan posisi saat ini sebagai ketua MPR dan memiliki pengalaman di bidang politik sebagai ketua partai serta pernah menjabat Menteri di kabinet pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.  Sedangkan, Muhaimin Iskandar memiliki rekam jejak sebagai ketua Partai dan pernah menjabat Menteri di kabinet Presiden SBY. Melihat pengalaman dan potensi yang dimiliki para calon, tentunya tidak dapat disangsikan lagi. Para kandidat telah memiliki kapabilitas sebagai pendatang baru untuk meramaikan Pilpres mendatang.

Jika poros baru ingin dibentuk, pekerjaan rumah koalisi adalah memunculkan figur yang memiliki elektabilitas tinggi dan menentukan siapa Capres dan Cawapresnya? Seandainya, AHY jadi Capres, maka Zulkifli Hasan dan Muhaimin Iskandar yang memperebutkan posisi menjadi wakilnya. Jika, Zulkifli Hasan menjadi Capres, maka AHY dan Muhaimin Iskandar yang bersaing untuk menjadi Cawapresnya, demikian sebaliknya pada simulasi yang ketiga. Masalah krusial poros alternatif ini jika memang ingin dibentuk adalah menentukan nama Capresnya, apakah partai-partai yang bergabung ini rela mengusung hanya sebagai wakilnya atau partai satunya sebagai pengusung saja tanpa memberikan nama calon? Beda dengan Jokowi dan Prabowo yang sudah mantap dan memposisikan diri sebagai Capres. Skenario berikutnya untuk menghindari deadlock koalisi dapat menarik calon dari luar poros yaitu  dengan memunculkan alternatif nama lainnya: Jusuf Kalla, Gatot Nurmantyo, Anies Baswedan dan nama-nama lainnya. 

 Namun dalam membentuk poros juga tidak bisa terlalu lama, karena jika terlalu lama menunggu, dikhawatirkan kehilangan momentum merebut hati rakyat. Pesaing dari Capres lainnya telah bekerja dan datang ke konsituen serta memperkenalkan calonnya untuk merebut hati rakyat. baca juga <a href="https://www.kompasiana.com/yansean/5aae7bf8caf7db5a110b3e04/kerja-nyata-relawan-jokowi"target="_blank"rel=”noreferrer noopener”>kerja nyata</a>  Kerja, kerja dan kerja perlu dilakukan oleh Capres Alternatif ini untuk  menaikkan elektabilitasnya mengingat waktu yang tersisa semakin dekat.  Mesin ketiga partai perlu dipanaskan untuk meraih dukungan dan simpati  akar rumput yaitu rakyat.

 Mampukah ketiga partai ini menjawabnya? Akankah PKB ikut dan turut melahirkan Capres Alternatif, waktu yang akan menentukan

salam demokrasi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun