Mohon tunggu...
erdian
erdian Mohon Tunggu... Administrasi - pemula, amatir

laki-laki

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

[Provinsiku Istimewa] Aceh dalam Sepatah Kata

4 Februari 2021   16:21 Diperbarui: 4 Februari 2021   16:44 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Jika menyebutkan provinsi bernama Aceh maka biasanya yang lebih dulu terbayang adalah bencana alam gelombang tsunami yang pernah menghantam daerah ini pada tahun 2004. Lebih mundur sedikit, maka generasi '90-an masih mengingat bahwa Aceh adalah salah satu daerah bekas konflik yang berlangsung lumayan lama. 

Surut ke belakang lagi, pada awal kemerdekaan Indonesia, Aceh adalah provinsi yang memberikan modal awal kepada Republik Indonesia untuk memiliki sebuah pesawat terbang, RI-001. Sampai sekarang perisitwa itu masih direkam dengan monumen pesawat si Lapangan Blang Padang, Banda Aceh. Inisiatif untuk penggalangan dana itu muncul setelah Bung Karno datang berkunjung untuk bersilaturahim dengan masyarakat Aceh. 

Ketika agresi militer Belanda ke-II terjadi, negara Republik Indonesia yang baru berdiri ini, terpaksa harus mengungsi ke Sumatera. Pemerintahan darurat ini dipimpin oleh Bp. Sjafruddin Prawiranegara, karena Bung Karno dan para pemimpin nasional lainnya ditangkap oleh tentara Belanda. Kabar mengenai keberadaan pemerintahan darurat ini tersiar ke seantero dunia. Ini penting, karena kabar itu menjadi bukti masih eksisnya negara muda bernama Republik Indonesia. Dan berita itu, disebarkan atau disiarkan dari pedalaman Aceh, tepatnya Kabupaten Aceh Tengah.  Pemancar radio itu dinamai Radio Rimba Raya.

Mari mundur lagi sebelum Republik Indonesia berdiri. Pada kisaran  abad ke-17 hingga ke-18, tepatnya ketika imperialisme eropa telah menancapkan kukunya di Asia Tenggara, Aceh telah bermandi keringat dan darah menghadapi tingkah para penjajah. Jangan ditanya bagaimana konfrontasi fisik yang terjadi antara para pejuang Aceh dengan para penjajah, Belanda  khususnya. Cukuplah buku-buku yang banyak ditulis oleh para peneliti dan bekas serdadu Belanda yang pernah merasakan palagan Aceh, menjadi bukti beratnya medan laga di ujung atas Pulau Sumatera ini. Buku milik Zentgraf, salah satunya. Buku yang cukup lengkap menggambarkan kondisi Aceh pada era tersebut. 

Tak hanya konfrontasi fisik, para diplomat Kerajaan Aceh pun turut bergerak. Ada begitu banyak catatan korespondensi antara Kerajaan Aceh Darussalam dengan negara-negara sekutu semisal Kesultanan Ottoman Turki. Bahkan dalam salah satu dokumen perjanjian antara Kerajaan Belanda dengan Kerajaan Inggris, disebutkan bahwa Belanda dilarang untuk melakukan ekspansi ke Aceh, walaupun perjanjian ini dikemudian hari dilangkahi Belanda melalui traktat Sumatera sehingga meletuslah Perang Aceh yang berlangsung lebih dari 30 tahun itu. Setidaknya perjanjian ini menjadi bukti betapa Aceh memiliki posisi tawar yang tinggi bahkan diantara bangsa-bangsa Eropa ketika itu.

Kini kembali kita beranjak mundur ke kisaran abad ke-15. Era itu adalah salah satu era keemasan sejarah Aceh. Kerajaan Aceh Darussalam menjadi negara yang disegani di kawasan selat Malaka bahkan di kawasan Asia Tenggara. Di masa ini lahir seorang pemimpin brillian yang namanya terus dikenang hingga kini. Sultan Iskandar Muda. Sultan ini mewakili semua karakter ideal yang kerap disematkan pada seorang pemimpin agung. 

Di bawah kepemimpinannya, Aceh memiliki armada perang yang diakui kehebatannya, kemajuan ilmu pengetahuan berkembang, ditandai dengan lahirnya para pemikir berikut karya masing-masing yang dikenang hingga hari ini. Nuruddin Arraniry, Hamzah Fansuri, Abdurrauf Assingkili, dan banyak nama lainnya, adalah para cendekiawan sekaligus ulama rujukan yang hidup di Aceh pada kisaran abad 15 hingga 16. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah, era Sultan Iskandar Muda dikenang dengan penegakan supremasi hukum yang tidak pandang bulu. Salah satu kisah paling fenomenal tentang ini adalah keputusan Sultan menghukum rajam putera kesayangannya, Meurah Pupok yang terbukti melakukan perbuatan asusila.

Jika mundur jauh ke belakang lagi, Aceh telah menjadi daerah tujuan para perantau dari berbagai negeri di Asia. Zainuddin, dalam Tarikh Atjeh dan Nusantara misalnya, bercerita bahwa Aceh pernah menjadi tempat pelarian seorang putri dari India. Putri itu membangun kerajaannya sendiri yang dinamakan Indrapuri. Hingga saat ini indrapuri menjadi nama sebuah daerah di Aceh. Ringkasnya Aceh adalah daerah yang memiliki riwayat panjang dengan cerita-cerita yang unik di setiap masa.

Lalu bagaimana dengan konteks masa kini? Ya, tentu Aceh hari ini sudah punya wajah yang berbeda meski masih tetap memegang nilai-nilai yang sama. Sebagai provinsi paling barat, Aceh adalah gerbang kepulauan nusantara yang membentang hingga ke tanah Papua. Di Acehlah titik nol km republik ini berada. Provinsi ini memiliki aneka kekayaan yang unik, seperti provinsi lainnya di Indonesia. Ada kopi gayo yang kini mendunia. Ada pula buah pala yang sejak dahulu menjadi komoditi primadona.  

Objek wisatanyapun tak kurang membuat mata terpesona. Telapak raksasa terpampang di Kota Naga. Sementara Meulaboh punya Alqur'an berbau harum sebagai pusakanya. Orang Pulau Simeuleu pandai  ber-syair Smong sebagai kearifan mitigasi bencana gelombang raksasa (tsunami). Di Kutaraja (Banda Aceh) kapal bertengger di atas tanah. Itu bekas tanda terjadinya bencana. Bagi yang ingin merasa betapa dahsyatnya gempa, bisa pula berkunjung ke Museum Tsunami, begitu namanya.  Itu semua sedikit dari sekian banyaknya objek wisata.

Bidang seni dan budaya tak kurang hebatnya. Serambi Mekkah punya banyak warisan dari leluhurnya. Ada tari saman yang mendunia. Rapai geleng yang menghentak penuh irama, sampai tari seudati yang jadi tontonan favorit presiden Kita yang pertama.  Para pejuang mewariskan silat. Mulai dari kuntau sampai silat pelintau. Mulai jurus serang tangkal hingga ilmu kebal.  Bertarung dalam terang atau malam, tidak jadi soal.  Itulah Aceh punya silat tradisional. Ilmu yang diamal para pejuang untuk melawan kolonial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun