Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Juru ketik di emperbaca.com. Penulis generalis. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022.

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Geng Buku: Urunan, Gaya-gayaan, hingga Numpang Baca di Gramedia

18 Mei 2021   17:29 Diperbarui: 23 Mei 2021   09:16 1264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi membaca di toko buku. (sumber: pixabay.com/LubosHouska)

Saya punya tiga sahabat sejak SD dan kami masih berkawan hingga sekarang. Saat di SMP kami mulai suka baca buku berawal dari sering belanja alat tulis di Gramedia Melawai (Blok M, Jaksel). 

Pada medio 1990-an, buku-buku di toko Gramedia tidak disampul sehingga banyak orang yang menghabiskan waktu dengan membaca gratis di sana. Kami pun ikutan baca.

Kami berempat punya selera buku yang berbeda, namun kami membaca hampir semua genre komik dari Conan, Doraemon, Tintin, sampai novel karangan YB Mangunwijaya dan Karl May. 

Untuk anak SMP di era kami novel karya Romo Mangun dan seri Winnetou karya Karl May tergolong bacaan berat. Kami juga, jujur, pada waktu itu kesulitan memahaminya karena membacanya untuk gaya-gayaan saja. Makanya ketika dewasa saya beli lagi buku dari dua pengarang itu untuk dibaca ulang.

Apa kami baca semua buku itu secara gratis di Gramedia?

Separuh iya separuh tidak. Setelah berbulan-bulan numpang baca gratis, akhirnya kami sampai pada kesadaran bahwa semua buku itu harus dibeli.

Pada waktu itu harga buku sudah termasuk mahal. Komik yang tergolong baru harganya sudah Rp15rb. Sementara serial cantik terbitan Elex Media Komputindo masih murah di harga Rp7rb - Rp10rb.

Jadi kami cari buku (terutama karangan Hilman Hariwijaya) yang paling kami sukai lalu kami beli secara urunan. Kalau tidak urunan kami saling tukar pinjam buku koleksi masing-masing.

Saya sendiri lebih banyak membeli novel daripada komik. Saya mengoleksi serial Goosebumps, seri Lima Sekawan dan Mallory Towers dari Enid Blyton, dan semua karangan Hilman Hariwijaya, tentu. 

Beberapa buku karya Ahmad Tohari, Pipiet Senja, NH Dhini, dan Sapardi Djoko Damono juga saya koleksi, tapi saya membelinya karena disuruh ayah, bukan keinginan sendiri. Katanya untuk memperkaya wawasan. 

Padahal saya masih SMP. Enggak banget baca bacaan begituan. Bayangkan anak SMP baca Bekisar Merah dan Orang-orang Tran, apa tidak mabok?!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun