Anak-anak yang sekarang duduk di bangku SD-SMP bisa dibilang generasi digital natives karena mereka lahir saat teknologi informasi, komunikasi, dan digital sedang tumbuh pesat.Â
Jadi jangan heran kalau mereka cepat menguasai dan mahir menggunakan teknologi seperti telepon selular, tablet, laptop, konsol game, virtual reality, dan mungkin tertarik dengan kecerdasan buatan dan ilmu peretasan.
Satu dari sedikit orang di dunia yang bisa meretas satelit adalah orang Indonesia.Â
Jim Geovedi pernah meretas dua satelit Indonesia yang sedang mengorbit dengan melumpuhkan dan menggeser posisi satelit tersebut. Tapi dia melakukan itu untuk menguji sistem keamanannya, bukan untuk kejahatan.
Selain dikenal sebagai pakar keamanan IT, reputasi Jim Geovedi menjebol satelit membuatnya jadi satu dari 12 hacker paling ditakuti di dunia.
Jim adalah Generasi X, sangat mungkin generasi digital natives mampu melakukan yang lebih canggih.
Cara berpikir dan memproses informasi anak-anak digital natives sudah tidak sama dengan orang tua, apalagi nenek-kakeknya, karena dipengaruhi teknologi yang sudah ada sejak mereka lahir.
Jika kita melarang anak-anak digital natives (pribumi digital) ini untuk tidak melulu main handphone, kita harus berikan alternatif kesibukan lain dan ajak mereka melakukannya bersama.Â
Jika kita tidak ingin anak-anak terjerumus ke dunia belantara medsos maka jangan buat akun medsos atas nama mereka dan jangan mengumbar foto dan video mereka di medsos.
Kalau internet dan medsos tidak bisa dihindari, lantas bagaimana cara orang tua mengasuh anak-anak digital natives ini? Apakah harus main TikTok, jadi YouTuber, atau main Free Fire juga?
Boleh, tapi yang utama bukan seperti itu.
Peran orang tua yang paling penting dan utama adalah terus-menerus mengawasi dan mendampingi supaya dalam diri anak tumbuh automatic filtering (filter otomatis).