Harga sayur-mayur di tingkat petani di Pulau Jawa sekarang sudah mulai naik setelah beberapa bulan lalu anjlok nyaris tak berharga.Â
Saking tak ada harganya, petani memilih untuk membagikan hasil panen mereka ke masyarakat daripada menerima harga yang mengenaskan dari pengepul. Ndilalah, mencari orang yang mau menerima hasil panen mereka saja sulitnya minta ampun!
Bulan lalu paman suami saya menceritakan bahwa saat beliau melewati Grabag dan ingin pulang ke rumahnya di Secang (dua-duanya kecamatan di Kab Magelang), beliau ditawari sayuran oleh petani setempat yang menyetopnya dari pinggir jalan.Â
Petani itu memohon supaya paman menerima hasil panennya, "Daripada busuk sayang dan mubazir," kata petani tersebut.Â
Paman suami saya yang memang baik hati itu menerima aneka sayuran berikat-ikat yang memenuhi bagasi mobilnya sedannya.
Sering kita lihat di televisi petani membuang hasil panennya karena harga yang tidak berperikemanusiaan. Saya tadinya berpikir, "Jahat sekali para petani itu, sayuran lebih baik diberikan ke orang miskin daripada dibuang."
Sekarang saya mengerti. Sayuran yang dibuang para petani itu banyak yang sudah diberikan kepada kaum miskin. Tapi tidak mungkin orang miskin menerima sayuran belasan kilogram, bagaimana menghabiskannya.Â
Kulkas pun mereka tak punya. Berikan saja sayuran itu ke tetangga sekampung atau orang sedesa, mana ada sih orang yang menolak kalau dikasih gratisan. Banyak.
Dan inilah misterinya.
Makin murah harga sayuran makin banyak orang yang enggan membelinya. Tetapi saat harga sedang mahal-mahalnya makin sayuran itu dicari pembeli.