Mohon tunggu...
Nurul Yamsy
Nurul Yamsy Mohon Tunggu... Penulis - .

Jika ucap tak lagi mampu berkata, biarlah kata yang mengungkap

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Belajar Prasangka Baik dari Sopir Angkot

9 April 2018   14:16 Diperbarui: 9 April 2018   14:29 1484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: creatingpower.com

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabaraakatuh.

"Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,  "Allah Ta'ala berfirman: Aku sesuai dengan prasangka hamba-Ku. Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku saat bersendirian, Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku di suatu kumpulan, Aku akan mengingatnya di kumpulan yang lebih baik daripada itu (kumpulan malaikat)", (Muttafaqun 'alaih) [HR. Bukhari, no. 6970 dan Muslim, no. 2675].

Membahas masalah prasangka, manusia memiliki dua prasangka, yaitu husnudzan dan su'udzan. Husnudzan adalah berprasangka baik terhadap orang lain atau suatu hal lain. Sedangkan su'udzan adalah berprasangka buruk terhadap orang lain atau suatu hal lain.

Kita hidup di antara banyak orang, di mana setiap orang di sekeliling kita memiliki sifat yang berbeda-beda. Dan secara tidak sadar, mungkin setiap hari kita telah melakukan prasangka tersebut kepada orang lain, saudara kita, teman kita atau kepada hal-hal lain. Entah yang kita lakukan itu prasangka buruk atau prasangka baik. Yang jelas kita telah berprasangka.

Masalahnya sekarang adalah, mengapa kita sering melakukan prasangka buruk kepada teman atau saudara kita? Tidak bisa dipungkiri, pasti hal tersebut pernah kita lakukan. Saat ada masalah kecil yang menimpa kita, kita sering memunculkan sikap su'udzan kepada teman, sahabat, atau saudara kita sendiri. Apakah kita tidak sadar akan akibat dari su'udzan yang kita lakukan kepada mereka? Hubungan yang sudah lama kita rajut, kita rawat dengan baik akan menjadi sia-sia dan hancur hanya karena su'udzan yang telah kita lakukan. Apakah kita tidak sadar? Mereka adalah orang-orang terdekat untuk kita. Mereka ada saat kita susah, saat kita senang.

Satu hal lagi yang perlu kita sadari. Mingkin selama ini kita tidak menyadari, bahwa kita mudah berprasangka baik kepada orang yang bahkan belum kita kenal. Kenapa bisa?? Misalkan, kita ingin menaiki kendaraan umum, apakah kita mengenal sang pengemudi sebelumnya? Apakah kita pernah bertemu sebelumnya? Apakah kita mengetahui sifat pengemudi yang sesungguhny? Jawabannya adalah tidak bukan? Kita tidak mengetahui apapun tentang si pengemudi. Namun kita tetap menaiki kendaraan umum tersebut, bahkan kita tidak takut si pengemudi akan mencelakakan mobilnya missal, kita tetap tenang berada di dalam kendaraan tersebut. Mengapa kita bisa mudah melakukan hal tersebut kepda orang lain, sedangkan kepada teman, sahabat, atau saudara, kita sering bersu'udzan. Alangkah malunya kita. Sebenarnya siapa orang yang lebih kita percayai.

Dalam hadits qudsi di atas, Allah berfirman bahwa Allah sesuai dengan prasangka hambaNya. Jika kita sebagai hamba berprasangka baik kepada Allah, maka Allah akan berprasngka baik juga kepada kita. Sebaliknya, jika kita berprasangka buruk kepada kehendak Allah, maka Allah akan bersama prasangka kita. Jika Allah saja yang menciptakan kita mampu berprasangka baik, mengapa kita sebagai hambanya sering berprasangka buruk?

Prasangka buruk dapat dengan mudah menghancurkan tali persaudaran yang telah lama kita rajut. Jika hidup hanya dipenuhi denagn su'udzan terhadap sekeliling kita, maka sebenarnya kita hidup dalam ketakutan dn kebencian saja. Apakah kita hidup hanya untuk itu? Apakah kita tak berhak bahagia. Kebahagiaan dapat kita rasakan dengan saling berhusnudzan dengan sekeliling kita. Seperti halnya kita mempercayai sopir yang akan membawa kita ke tempat tujuan. Kita tidak merasakan khawatir dan ketakutan pada si sopir, namun kita percaya bahwa sopir akan membawa kita ke tempat tujuan kita. Bisakah kita belajar berhusnudzan, dari kepercayaan kita pada sopir??
Semoga kita selalu hidup dalam suasana husnudzan.

Semoga bermanfaat.

Wassalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun