Mohon tunggu...
yakub adi krisanto
yakub adi krisanto Mohon Tunggu... -

hanya seorang yang menjelajahi belantara intelektualitas, dan terjebak pada ekstase untuk selalu mendalami pengetahuan dan mencari jawab atas pergumulan kognisi yang menggelegar dalam benak pemikiran.

Selanjutnya

Tutup

Politik

BNPT, Teror Bom Buku & Scapegoatisme

21 Maret 2011   05:27 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:35 363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

BNPT atau Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dibentuk berdasarkan Perpres No. 46 Tahun 2010. Ruang lingkup tugas BNPT meliputi pencegahan, perlindungan, deradikalisasi, penindakan dan penyiapan kesiapsigaan nasional. Terkait dengan pembentukan BNPT dan aksi bom buku, maka secara sederhana dapat dinyatakan bahwa BNPT gagal melaksanakan tugasnya dalam menanggulangi terorisme di Indonesia.

Tentunya BNPT sudah menyusun kebijakan, strategi dan program nasional penanggulangan terorisme. Namun kebijakan, strategi dan program nasional tersebut menjadi (sedikit) percuma ketika muncul lagi aksi bom buku di beberapa lokasi dan ditujukan ke beberapa individu. Jumlah bom menunjukkan bahwa aksi tersebut merupakan tindakan sistematis. Dan BNPT gagal untuk melakukan pencegahan aksi bom tersebut. Kegagalan tersebut berarti bahwa kebijakan, strategi dan program yang sudah dibuat perlu dievaluasi lagi. Bahkan keberadaan lembaga tersebut perlu dipertanyakan kegunaannya dalam upaya menanggulangi terorisme

Padanan kata penanggulangan adalah mengatasi, menyelesaikan atau memecahkan suatu masalah. Penaggulangan sendiri berarti proses atau cara menanggulangi. Penanggulangan terorisme berarti proses menyelesaikan atau memecahkan masalah terorisme. BNPT dengan melihat namanya seharusnya keberadaannya mampu mengatasi aksi bom buku ini. Tetapi sebagai lembaga dibawah Presiden yang membidangi masalah penanggulangan terorisme mengalami ketergagapan ketika aksi bom buku marak dilakukan.

Tidak ada penjelasan resmi dari BNPT yang memberikan informasi berupa analisis terkait aksi bom buku tersebut. Ketergagapan BNPT turut berperan memberikan kontribusi terjadinya kepanikan publik dalam merespon setiap paket yang diterima. BNPT tergagap, ketika aparat kepolisian sedang bekerja untuk mengungkap pelaku. Pemerintah c.q BNPT tidak memberi informasi yang mampu menenangkan hati rakyat atau memulihkan rasa panik yang terjadi.

Aksi bom buku yang ditujukan secara personal ini membedakan aksi teror bom beberapa waktu lalu yang memilih sasarannya adalah gedung dengan harapan menimbulkan korban jiwa yang besar. Dalam hal demikian, kegagalan melakukan pencegahan dan ketergagapan BNPT dalam menyikapi aksi bom buku tersebut memiliki andil untuk menjadikan aksi tersebut sebagai sebuah teror. Teror berasal dari kata bahasa latin terrere yang berarti menimbulkan ketakutan, kecemasan atau kepanikan (to frighten). Teror sendiri merujuk pada ketakutan (fear), yaitu an emotional response to threats and danger. Teror adalah ketakutan.

Absennya pemerintah c.q BNPT yang mempunyai ruang lingkup tugas melakukan pencegahan dalam kerangka penanggulangan terorisme membentuk atau memperbesar ketakutan masyarakat. Bentuk ketakutan mewujud pada sikap paranoid masyarakat ketika menerima bungkusan (paket). Padahal dalam situasi sebelum terjadi aksi bom buku, menerima bungkusan (paket) adalah hal lumrah/biasa dalam kehidupan keseharian. Namun pasca aksi bom buku, masyarakat diliputi ketakutan atau kepanikan, sehingga ketika menerima paket masyarakat menjadi 'lebay' dengan melakukan tindakan menelepon POLRI.

Tindakan preventif yang dilakukan masyarakat dengan melaporkan ke aparat POLRI adalah tindakan bijaksana. Tetapi menjadi berlebihan karena didasarkan pada kepanikan atau ketakutan yang tidak mendasar. Dimana terjadi bias pemahaman dalam menangkap berita di media (cetak dan elektronik) terkait pengiriman bom buku. Yaitu bom buku dikirimkan kepada pihak-pihak tertentu secara fokus, tidak acak. Artinya korban atau sasaran bom sudah spesifik, individu tertentu dan tentunya dengan kapasitas tertentu.

Tanpa penjelasan dan kejelasan informasi dari pemerintah c.q BNPT terkait dengan aksi bom buku mengenai motivasi dan tujuan pelaku mendorong kepanikan masyarakat. Ketika kepanikan dan ketakutan terjadi maka aksi bom buku tersebut benar-benar menjadi teror. Teror bom buku dibentuk atau diciptakan karena pemerintah gagal menenangkan warganya. Kemudian terkait dengan kepanikan dan ketakutan yang ditimbulkan oleh aksi bom buku yang sampai saat ini belum ada korban jiwa (meninggal) atau minimnya korban luka-luka telah  terblow-up sendiri oleh tindakan diam pemerintah.

Teror bom buku apabila melihat jumlah korban dan kualitas ledakan tidak sebanding dengan bom yang ditempatkan digedung-gedung tertentu beberapa tahun yang lalu. Tetapi dampaknya hampir sama bahkan teror bom buku sudah menyentuh aspek psikologi masyarakat awam. Ketakutan dan kepanikan yang melanda sampai ditingkat rumah tangga adalah bentuk keberhasilan aksi bom buku ini menjadi sebuah teror.

Pasca teror bom buku yang akan terjadi adalah pengungkapan pelaku. Aksi dan pelaku kemudian akan dikategorikan sebagai terorisme. Mengacu pada hukum formal yang berlaku di Indonesia maka aksi dan pelaku bom buku dapat dipaksa-kategorikan sebagai (tindak pidana) terorisme. Pasal 6 dan 7 PERPU No. 1 Tahun 2002 juncto UU No. 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2002 menyatakan bahwa tindak pidana terorisme adalah menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan (untuk) menimbulkan teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal.

Pelaku teror bom buku dapat dijerat dengan UU Anti Terorisme karena menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk menimbulkan teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas. Meskipun korban jiwa (luka atau meninggal) dari aksi bom buku tersebut tidak banyak, tetapi telah berhasil menimbulkan kepanikan atau ketakutan secara masif. Dititik inilah sebenarnya pernyataan diatas bahwa pemerintah punya andil dalam menimbulkan kepanikan dan ketakutan menjadi penting untuk memilah apakah aksi bom buku dapat dikategorikan sebagai terorisme atau tidak. Atau ternyata yang terjadi adalah state terrorism, dimana tindakan diam negara (pemerintah c.q BNPT) yang tidak memberi penjelasan atau informasi kepada public telah mendorong lahirnya kepanikan dan ketakutan masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun