Mohon tunggu...
Yogi Pusa
Yogi Pusa Mohon Tunggu... Lainnya - Yogi Pusa yang bernama asli Yogi Alexander menyukai dunia jurnalistik sejak duduk di bangku SMA.

Selalu belajar menulis. Bagaimana cara menyusun kalimat yang baik dan benar. Dengan menulis akan membuat ide kita tersalurkan. Tulisan saya bisa juga dilihat di www.yogipusa.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tiang Bendera Pusaka Keramat di Uud Sungai Semandang

19 Februari 2014   19:42 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:40 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

JIKA ada yang meragukan Nasionalisme suku Dayak di pedalaman Kalimantan tentang  republic ini adalah salah besar. Justru sebenarnya mereka lebih tinggi rasa kebangsaan dan loyalitasnya terhadap NKRI.  Buktinya, siapa sangka di perhuluan sungai Semandang tepatnya di bawah kaki gunung Lubang Kijang, yang merupakan sumber dari sungai Semandang, di desa Legong, kec. Simpang Hulu, Kab. Ketapang- Kalbar.

Berdiri sebuah tiang bendera pusaka yang dibangun di awal-awal bergemanya proklamasi kemerdekaan. Dalam bahasa setempat tiang bendera tersebut lebih dikenal dengan “Pasebatn”. Didirikan Sekitar tahun 1950 atau lima tahun setelah proklamasi di dengungkan oleh Founding Fathers, Soekarno-Hatta.

Ceritanya bermula saat bapak Ami menjabat sebagai  Domong (kepala Kampung) di Legong kala itu. Di instruksikanlah oleh bapak Abbas selaku Onder Distric di Simpang Hulu (camat kalau sekarang) agar membangun tiang bendera. Nantinya bendera merah putih akan dikirim langsung oleh pihak Onder Distric. Kala itu wilayah Simpang Hulu masuk kedalam Onder Afdeling Sukadana.

Maka kemudian Domong pun memerintahkan masyarakat untuk bergotong royong membuat tiang tersebut yang terbuat dari Kayu Belian di hutan sekitar Legong. Setidaknya membutuhkan satu hari untuk menyelesaikannya dengan peralatan yang seadanya, berupa Kapak, Beliung, parang dan Rimas.

Setelah itu dibawalah beramai-ramai ke kampong untuk dilakukan penyelesaian tahap akhir. Di ukir dengan motif khas setempat yakni persis menyerupai pucuk Rebung (uncak robokng) dan motif akar labat. Adapun sebagai pengukirnya ialah bapakPea. Tiang bendera ini berukuran dengan tinggi sekitar 6 depa orang dewasa atau sekitar 13 meter.

Prosesi penancapan tiang bendera ini dilakukan dengan ritual adat Caboh, tepat di depan rumah Betang lama. Dan dihadiri oleh semua penduduk sekitar, namun sayangnya bapak Abbas tidak datang kala itu. Perlengkapan adat Caboh tersebut berupa babi 4 real, ayam 7 ekor dan Garoncokng Palantak 2 real.

Sebagai imam dalam dalam acara tersebut, yakni ; kek Bangau (lansi), Benteng (kepala adat) dan Ula(domong). Tujuan diadakan ritual Caboh ini agar segala roh yang ada di alam sekitar berkumpulmenjadi satu kekuatan sehingga bisa menjadi pelindung bagi warga Legong dari setiap ancaman pihak luar.

Beberapa waktu kemudian setelah didirikan barulah datang kiriman Bendera Merah Putih yang dijanjikan bapak Abbas. Bendera yang berukuran 2x3 meter ini pun di gantung dengan menggunakan tali rotan. Namun sayang, kini bendera tersebut tidak ada lagi karena lapuk dimakan usia.

Sejak tahun 1970-an dimana rumah betang di perintahkan agar di bongkar oleh rezim orde baru. Alhasih masyarakat pun beralih menggunakan rumah tunggal. Parahnya lagi tiang bendera ini justru berada di belakang rumah.Maka pada tahun 1989 di pindahkan lah ke tempat nya yang sekarang.

Meskipun berada di tengah-tengah kampung namun sayang sampai kini kondisinya cukup memprihatinkan.Tidak terawat lagi bahkan di sekitarnya ditutupi dedaunan rambutan dan kelapa yang membuat kemegahannya tidak lagi berwibawa.

Salah satu saksi mata saat pendiriannya, Culang (75) yang saat itu baru berumur 15 tahun menuturkan dulunya seringkali diadakan pemeliharaan setiap tahun terhadap bendera keramat ini. Karena kondisinya yang tidak terawat lagi ia berharap agar situs budaya ini di perlihara dan dibangun kembali secara baik.

“Harapan saya harus di bangun dan di pelihara karena keramat harus di banaru supaya tegap dan kuat. Kepada pemerintah supaya dia mau membangun dan memperhatikannya,”ujarnya dengan penuh serius pada kamis (13/2/2014) lalu.

Harapan bapak Culang tentu juga harapan kita semua agar benda bersejarah ini benar-benar di perhatikan oleh Pemerintah. Tanggungjawab semua pihak agar bukti semangat cinta tanah air bangsa Dayak di pedalaman tetap terukir selamanya hingga dapat di lihat oleh anak cucu kelak. SEMOGA!


Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun