Mohon tunggu...
AL BANA
AL BANA Mohon Tunggu... profesional -

Hanya seorang penulis amatir

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Saatnya SASTRAWAN Menjadi Selebritis

6 April 2013   08:49 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:39 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“ SAAT-NYA SASTRAWAN MENJADI SELEBRITIS DI NEGERI-NYA SENDIRI”

Silahkan investigasi dan ajukan pertanyaan seputar tokoh sastra di negeri ini kepada siswa/I yang masih mengenyam bangku akademis. Kenalkah dengan Sutardji calzoum Bachri? WS RENDRA, Emen’s Vhespha Cahstupied, Agus S Raharjo, Ahmadun Yosi Herfenda, Buya HAMKA, Abdoel Moeis, ST Alisyahbana? 80 persen saya menjamin mereka akan menjawab, “saya kenal Julia Perez, Dewi Persik, Nikita Mirzani dan Ariel ‘Noah’ ” Seakan Ruh sastra tak pernah terhembus dan mati suri.

WS Rendra lebih dikenal di Berlin ( Jerman ) karyanya diagung-agungkan masyarakat Jerman. Bukan hanya di Jerman saja, di Melbourne, Bhopal. Sedangkan di Indonesia, siapa yang tahu running away seorang cerpenis, sastrawan satu ini. Mungkin sebagian kecil penggiat dan pengamat serta fans nya saja yang tahu siapa si Burung Merak ini.

Ironis sebuah pemandangan terjadi di saat talk show tentang sastra yang dihadiri kalangan pelajar dengan pembawa acara seorang selebritis Indonesia. Di celah break kami sempat berbincang-bincang kecil dalam sebuah ruang publik. Rendra dan Selebritis tersebut. Pemandangan miris terjadi, disaat remaja dan pelajar ramai-ramai meminta tandatangan si Artis, dibandingkan WS RENDRA yang duduk berbadampingan. Di sinilah hati dan raut wajah berubah warna, seakan api PROOOOTES bergejolak di dada, mendidih. Alangkah tak berharganya seorang sastrawan, pemikir dan penulis di negeri ini.

Tersentak batin ini, saat membaca curhatan seorang penulis yang namanya cukup kolosal, karya-karyanya pun patut diperhitungkan, ia coba tersenyum melawan sakitnya, ia coba tegar walau usia-nya tak mampu lagi kompromi, ia mencoba kuat untuk melangkah walau tubuh-nya sendiri sudah rapuh. Terlihat dia punya cara untuk menghibur dirinya menghadapi sakit-nya yang tercatat penyakit yang diperhitungkan oleh rekanan medis. Ini baru satu orang yang dapat dilihat mata, lalu bagaimana dengan sastrawan lain yang mengalami hal serupa dan jauh dari pantauan mata memandang? Sebab sastrawan dan penulis tidak memiliki asuransi jiwa, jaminan sosial dan ketenaga kerja-an, bagiamana mereka memikirkan hal ini, toh royaty dari karyanya sendiri saja habis untuk biaya hidup!! Kasarnya ‘hari ini terima hasil penjualan dari penerbit yang tidak seberapa, satu minggu kemudian mereka harus puasa dan menanti pembayaran berikut-nya dari penerbit.”

INILAH WAJAH PENULIS, WALAU PUN SEBAGIAN....TAPI, TIDAK DENGAN NEGARA LAIN...

Dikutip dari sebuah blog.

Penyair Wiji Thukul lebih dulu diakui keprofesionalannya dalam bidang sastra justru dari negeri Kincir Angin, Belanda. Penghargaan tersebut diberikan oleh Yayasan Wertheim Stichting, pada tahun 1991. Pramoedya Ananta Toer, karya-karyanya sangat digemari di luar negeri, bahkan ada yang diterjemahkan ke dalam bahasa asing. Namun, di negara sendiri, Pram; begitu panggilan akrabnya, malah mendapat cekaman, bahkan sampai dipenjara. Yang lebih menyedihkan lagi, buku-buku sastrawan yang tergabung dalam manifest kebudayaan itu dilarang terbit dan dibakar di hadapan Pram sendiri.

Pemerintah sendiri seakan tutup mata dan tak pernah ada mata anggaran untuk memperhatikan dan mempromosikan karya-karya sastra. Tak dapat disangkal bahwa sastra Indonesia kurang dikenal di luar negeri. Putu Wijaya berkisah, “Pada tahun 1985 saya diundang mengikuti festival sastra Horisonte di Berlin. Seorang penyair Amerika bertanya, apakah saya dari Filipina? Ketika saya jawab saya dari Indonesia, dia terkejut dan kembali bertanya, apa di Indonesia ada sastrawan? Setahunya hanya seni pertunjukan tradisional," ungkap Putu.

KALAU ADA MALAM ANUGRAH INSAN FILM INDONESIA, MENGAPA TIDAK ADA MALAM ANUGRAH SASTRA INDONESIA??!!

Bukan keki, atau pun iri dengan segambreng simposium penghargaan untuk seni peran dan insan perfilm-an Indonesia, hanya ingin mensejajarkan dan bahkan menjadi satu bagian bahwa kualitas sebuah karya film itu tidak lepas dari peranan penulis naskah dan ide cerita yang nota bene-nya terangkai dengan dunia tulis bukan? Dan ikut andil dalam pergulatan industri perfilm-an Indonesia.

Tak perlu mencari kambing hitam rasanya,....

Di sini hanya perlu merapat-kan barisan, melepaskan almamater senioritas dan menginjak pedal rem sejenak dalam mengumpulkan pundi-pundi royaty, luangkan waktu serta membahasa progresivitas  program yang mampu membuat formula khusus dalam menyongsong kembali, reinkarnasi angkatan kesustraan baru dan menyambut genetik X kesustraan Indonesia.

Tak ada kata lain...

Kini saatnya, “Sastrawan menjadi selebritis di negeri-nya sendiri.” Sudah layak berjalan di red carpet dan menyematkan AWARD atas dedikasinya memelihara kesustraan Indonesia.

SALAM RESTORASI SASTRA INDONESIA.....

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun