Mohon tunggu...
Abdul Adzim Irsad
Abdul Adzim Irsad Mohon Tunggu... Dosen - Mengajar di Universitas Negeri Malang

Menulis itu menyenangkan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Puasa Birahi Lebih Mudah Daripada Puasa Lisan dan Tangan

12 Mei 2019   15:11 Diperbarui: 12 Mei 2019   15:14 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Seringkali puasa itu hanya dikaitkan dengan "menahan diri dari makan dan minum mulai dari fajar hingga adzan magrib". Begitulah penjelasan ulama fikih. Mereka juga sepakat bahwa "memasukkan sesuatu (ain) ke dalam lubang (jauf) secara disengaja pada tubuh manusia, seperti, mulut, hidung, telinga". Kecuali lupa atau tidak tahu, maka tidak membatalkan puasa, seperti; pagi hari-hari makan sepiring, setelah habis Nasi-nya teringat bahwa dirinya dalam kondisi puasa. Wajib baginya meneruskan puasa.

Bagi orang yang suka makan (kuliner), menahan dari diri dari makan dan minum itu sepanjang hari sangat berat rasanya. Di dalam Alquran, Allah SWT berfirman "Sesungguhnya aku bernazar puasa untuk ar-Rahman (Allah) sehingga aku tidak akan berbicara pada hari ini dengan manusia mana pun (Q.S Maryam:26). Dengan bahasa lain, puasa (Al-Imsak) itu artinya "menahan diri".

Bagi orang yang birahinya tinggi, maka puasa menahan diri tidak berhubungan suami istri sangat berat sekali. Berhubungan suami istri di siang hari membatalkan puasa, dan dosa besar walaupun tidak sampai keluar sperma. Sedang bagi suami yang mengajak berhubungan (senggama) wajib baginya membayar kafarat (denda). Sedangkan sang istri yang diajak, tidak wajib baginya membayar kafarat (denda). Kendati sudah membayar kafarat (denda), tetap dosa besar baginya.

Adapun kafarat yang wajib dibayarkan oleh seorang suami, sebagaimana penjelasan Rasulullah SAW dalam hadis Rasulullah SAW, ketika berdialog dengan orang yang pernah melakukan "hubungan suami istri di bulan

 suci Ramadhan", sebagai berikut;

  •  Membebaskan seorang budak mukmin . Dalam kondisi sekarang, sepertinya tidak akan mungkin mendapatkan budak, karena perbudakan sudah dihapus.
  • Sebagai alternatif adalah "berpuasa dua bulan berturut-turut". Jika masih belum mampu melaksanakan, karena kondisi tertentu.
  • Maka, alternative berikutnya adalah "memberi makan kepada 60 orang miskin, dan setiap orang miskin mendapatkan satu mud (0,75 kg).

Penjelasan Rasulullah SAW seputar kafarat dan  wajib menunaikan qadha (mengantikkan) terhadap orang yang terhadap pelanggaran terhadap puasa Ramadhan merupakan ibrah, agar jangan sampai melakukan pelanggaran saat sedang puasa. Namun, Allah SWT tetap memberikan pilihan-pilihan bagi orang-orang yang tidak mampu melakukan puasa. 

Hukum Ngrasani (Ghibah) di Bulan Puasa

Rasulullah SAW pernah berkata "sebagian dari kesempurnaan islam seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak ada gunanya (HR Al-Tirmidzi). Ketika bulan puasa, para ulama ada yang berpendapat "tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah". Pendapat itu sangat logis, karena memang ketika sedang tidur, secara otomatis mata akan terjaga dari hal-hal yang dilarang Allah SWT.

Lisan dan tangan paling sulit dikendalikan, sampai-sampai Allah SWT kelak akan menyumpal mulut seseorang agar tidak berbohong, kemudian tangan mereka akan berbicara, sementara kaki akan menjadi saksi terhadap apa yang mereka perbuat selama di dunia. Ini adalah bukti nyata, bahwa mulut itu memang doyang omong bohong. Ketika dihadapan Allah SWT, semua akan bertanggung jawab kan.

Dengan puasa, diharapkan lisan dan tangan bisa terjaga dari dari kata-kata kasar nan menyakitkan sesama. Tangan juga terjaga dari menulis kalimat-kalimat provokatif yang bisa menimbulkan fitnah dan permusuhan. Karena sesungguhnya, nikmat paling indah adalah sebuah persahabatan dan persaudaraan.

Oleh karena itulah para ulama sufi memandang, bahwa puasa Ramadhan itu terasa berat, bukan karena menahan lapar dan dahaga. Bagi orang yang suka ngrumpi, membuly, membicarkan keburukan sesama, rasan-rasan (ghibah), menebar hoax, berkata bohong ketika bulan puasa sangat sulit dikendalikan. Oleh karena itulah, banyak makalah yang mengatakan "diam itu ibadah, tidur itu ibadah", karena rasan-rasan itu dosanya besar di sisi Allah SWT.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun