Mohon tunggu...
Abdul Adzim Irsad
Abdul Adzim Irsad Mohon Tunggu... Dosen - Mengajar di Universitas Negeri Malang

Menulis itu menyenangkan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ketika Semua Rame-rame Ngaku Seorang Santri

16 Mei 2018   11:16 Diperbarui: 16 Mei 2018   11:38 583
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Santri paling demen ngaji, sholawatan. Memang kerjanya santri itu ya ngaji tiap hari. Ketika Ramadhan tiba, santri-santri justru ngalap berkah dengan ngaji di pesantren-pesantren salaf guna mendalami kitab-kitab klasik, seperti; khataman kitab Bukhori dan Muslim, Ihya Ulumudin, Syarah Al-Hikam.

Santri itu hidupnya dari pesantren ke pesantren. Kemana-mana sarungan, walaupun kadang pergi kepasar, mall. Sesuai dengan filosofi sarung yang longgar maka pola fikir kaum sarungan itu sangat longgar alias moderat seloangar sarungnya. Jarang sekali kelompok teroris pake sarung kecuali terpaksa.

Disamping longgar, sarung itu bisa multiguna lho, seperti untuk sholat lima waktu, kondangan juga pake sarung. Kemulan (selimutan) saat tidur dipondok pesantren. Bagi yang sudah berkeluarga, sarung itu katanya isis dan gelis, sekaligus sangat praktis dipakai untuk tidur juga bersama pasangan.

Saat ini mulai banyak sekali pria-pria yang ngaku santri, padahal tidak pernah mondok. Apalagi ngaji kitab gundul. Kalaupun pernah di pondok, paling-paling pondok Ramadhan. Istilah santri ini sekarang sedang digandrungi banyak orang. Apalagi ketika Jokowi meresmikan Hari Santri Nasional, membuat kaum santri lebih menarik.

Santri sekarang sudah pinter-pinter, ada yang menjadi Presiden, Menteri, Legislatif maupun di eksekutif, juga dan yang menjadi pengusaha. Ada juga yang ahli kedokteran, tentara dan polisi. Ciri khas seorang santri itu pinter ngaji Al-Quran dan bisa membaca kitab kunin (gundu), dan dipadu dengan budi pekerti yang tinggi.

Nah, sekarang sedang viral video, dimana seorang santri di minta oleh polisi membuka kardosnya karena dikhawatirkan ada bom. Wajar saja kan, karena memang kondisi Jawa Timur sedang beduka oleh ulah member-bomber durjana. Tidak main main, pengebom itu muslimah bercadar pake jilbab besar. Wajar, jika polisi hati hati jika ngelihat wanita bercadar.

Nah santri itu terlihat sangat kesal dengan membongkar kardusnya. Semua baju keluarkan dan di orat arit ingin menunjukkan bahwa santri itu bukan teroris, tetapi penjaga NKRI. Rupanya, ada yang sengaja menviralkan dengan tujuan "menciptakan citra buruk Polisi" yang sedang menjalankan tugas.

Melihat potongan video santri tersebut, baik di FB, IG, cukup banyak yang kesal, sehingga ada komentar yang membela santri. Menariknya, para pembela itu terlihat sok santri, walaupun belum tentu seorang santri. Dia tidak menelusuri bagaimana kelanjutannya, karena dalam hatinya memang ingin memojokkan polisi. Bisa jadi lebih dari itu "selaras dengan fikiran teroris".

Padahal menebarkan berita yang tidak benar itu dosa. Bukan saja menebarkan berita, wong orang menyebarkan berita yang didengar saja dikatakan pendusta oleh baginda Rosulullah SAW "Cukup seseorang dikatakan dusta, jika ia menceritakan segala apa yang ia dengar." (HR. Muslim). Jika sudah benci, hadis-pun tidak mempan. Lihat saja, Dzul Khuwaisirah seorang Kaum Khawarij membentak Rosulullah SAW. Ali Ibn Ab Thalib ra di bunuh karena di anggab kafir.

Nah, bagaimana kelanjutan kisah santri dan polisi tadi? Rupanya, setelah santri membongkar kardosnya. Santri yang sarungan itu kemudian terlihat selfie bersama polisi yang membawa senjata. Terlihat akrab dengan senyuman yang renyah serenyah kripik tempe.

Gambar Selfie antara polisi dan Santri itu menjadi bukti bahwa santri itu tidak ada masalah dengan polisi, apalagi ketika sudah mendapatkan penjelesan dari polisi. Konon, santri itu justru mendapat tambahan belal dari polisi. Dengan demikian, para pembela santri dengan menyudutkan polisi sedang mengalami gagal faham. Sekali lagi santri sarungan itu sudah diajari oleh para kyai Nusantara berfikir moderat, bagaimana menjaga Negara kesatuan republic Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun