Jika ucapan pada judul diterima bulat-bulat, kemudian dipraktikkan bermodal 'ini kata ustaz', bukankah justru bisa berbahaya? Baik oleh suami yang meminta keridaan istrinya dimadu, atau istri shalihah yang meminta suaminya menikah lagi.
Ketika pada praktiknya sang istri tak mampu bersabar, atau tak sanggup lagi untuk taat karena ternyata suaminya tak sehebat ustaz, siapa yang bertanggung jawab?
Jangan ikut-ikutan pakai logika! Sebab meskipun Islam adalah agama logis, sejatinya logika itu digunakan untuk menerima  dan menerapkan dalil. Karena logika berpotensi ditunggangi syahwat, sedangkan dalil (asal tidak diutak-atik, adalah hukum yang sifatnya mutlak).
Menerapkan suatu hukum, harus mengangkat semua dalil terkait. Ia akan saling menguatkan, menggali sebab akibat, dan menghasilkan ketentuan umum dan khusus terhadap hukum tersebut. Sedangkan dalil yang lemah apalagi palsu, tidak akan jadi bahan pembanding. Dan itu bukan ranah orang awam, seperti aku.
Itulah sebab, aku tak mau mencari tahu siapa penceramah yang membagi idenya ini. Kuharap hanya lucu-lucuan (meski tak lucu sama sekali). Tapi jika kelak makin banyak jamaahnya karena bahan melucu itu, aku punya banyak stok jomlo shalihah yang akan membuktikan kesaktian sang ustaz. Emak-emak setuju?