Mohon tunggu...
suray an
suray an Mohon Tunggu... Guru - A Daddy of Two

Currently residing in Jogja. Loves traveling, watching movies, listening to music. Carpe Diem: a motivation to enjoy even trivialities in life.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kala Sang Imam pun [............] Smartphone

26 Juni 2019   09:52 Diperbarui: 20 Juni 2020   19:06 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sengaja kutitik-titik atau kukosongkan verba yang seharusnya ada di dalam judul ocehan saya kali ini. Sebenarnya pada hari itu juga [5 Juni 2019] hati ini langsung ingin menumpahkan atau menuangkan kisah terkait kejadian maha dahsyat [*hyperbolic] yang mengusik hati dan memoriku ini.

Bagaimana tidak, karena diri ini merasa "Lebaran hari pertama kog sudah tertampar dan ketonjok".

Bagaimana tidak, karena diri ini gemas dan geram "Sholat Idul Fitri (satu-satunya dan hanya setahun sekali!) kala Lebaran nan seharusnya suci [*konon] kog malah menjadi ajang emosi-emosian yang bercampur aduk dengan usaha menyabar-nyabarkan diri dan hati selama sholat Ied berlangsung".  

Kisah bermula beberapa detik begitu takbir pertama bergema. Seketika itu pulalah bergema lagu anak-anak lengkap dengan musiknya. Mungkin ada yang salah dengan telinga saya. Bisa jadi, itu adalah bisikan setan(?) yang mencoba mengusik (upaya) kekusyukanku. Nope. Telingaku tak salah dengar. Tentu saja karena lagu anak dengan suara dan nada yang nyaris teriak-teriak itu terus mengiringi takbir demi takbir sholat Ied berjamaah pagi itu.

Kumulai gusar. Gundah. Gak konsen.

Kucoba terus berkonsentrasi dengan menutup mata. Namun, di dalam telingaku ini.....justru semakin jernih dan jelaslah lagu anak itu ketimbang lantunan Al-Fatihah yang mulai dibaca sang Imam. Something was terribly wrong with me. Saya harus semakin konsentrasikan diri. Seiring dengan usahaku mencoba mendengarkan lantunan Al-Fatihah, kumulai sadar dan merasa bahwa sang Imam pun mulai meninggikan suara bacaannya. Dengan loudspeaker yang terpasang di seluruh pojok dalam dan luar masjid, seharusnya suara lagu anak-anak itu menjadi tenggelam atau tertelan. But, I was wrong.

Volume lagu anak-anak itu juga semakin tinggi dan semakin kencang! Belum kelar ke-(tidak)-kusyukan plus upaya menyabar-nyabarkan diri di tengah sholat rakaat pertama itu, suara lagu anak-anak itu pun tergantikan dengan suara keriuhan game. Entah game atau acara TV yang lengkap dengan suara special efeknya, yang pasti....dewasa ini kebanyakan orang akan langsung menebak bahwa suara itu pasti datang dari smartphone.  Sungguh irritating, memekakkan telinga dan membuyarkan suasana sholat!

Rakaat pertama terus berjalan. Surat apa yang dibaca sang Imam pun, kulupa. Ruku', sujud, hingga berdiri lagi untuk takbir rakaat kedua, keriuhan game dan pekikan tawa seorang anak kecil semakin jelas terdengar. Dugaanku dari awal saat emosi ini mulai tercabik dan ditarik-tarik kemungkinan benar.

Seseorang (maafkan, saya harus menyebut ini: kemungkinan seorang ibu) sengaja memberikan smartphone kepada anaknya selama sholat Ied berlangsung. Suara itu muncul di lantai kedua yang memang khusus untuk para akhwat. Jadi, dari rakaat pertama hingga rakaat kedua berlangsung, suara bising dari smartphone itu jelas datang dari lantai atas---tepat saya di bawahnya---dan dengan bebasnya tersebar menyeruak ke seluruh ruangan masjid.

Sang Imam yang berada di lantai satu pun tentu mendengarnya.

Rakaat kedua pun berubah seketika. For me, it was an unprecedented turn of event dalam sholat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun