Mohon tunggu...
Stevan Manihuruk
Stevan Manihuruk Mohon Tunggu... Penulis - ASN

Buruh negara yang suka ngomongin politik (dan) uang

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Partisipasi Seorang Pelari

19 Oktober 2014   06:53 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:30 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Jika pertanyaan apakah kamu seorang pelari merujuk pada profesi (atlet lari), tentu saja saya tidak termasuk di dalamnya. Pun, apabila ukuran seorang pelari adalah sudah pernah berprestasi saat ikut lomba lari. Saya hanya pernah beberapa kali ikut lomba, meski tak pernah menjadi juara.

Sejak sekolah di tingkat dasar (SD), saya sudah tertarik dan menyukai olahraga. Bagi saya, selalu ada kegembiraan plus kebanggaan apalagi jika bisa lebih menonjol melebihi teman-teman yang lain. Untuk olahraga lari, terus terang saya lebih senang dengan lari jarak pendek misalnya 50 atau 100 meter. Untuk kategori ini biasanya saya masih mampu bersaing menjadi yang tercepat.

Sementara untuk lomba lari jarak jauh, pertama kali saya mengikutinya saat duduk di bangku SMA. Lomba lari jarak 10 kilometer siswa SMA, kalau tak salah dalam rangka HUT kabupaten. Saya agak kaget karena ternyata masuk salah satu peserta yang dipilih oleh guru olahraga kami saat itu bersama dengan sekitar sepuluh orang teman yang lain. Ingin rasanya menolak, karena saya sendiri merasa pesimis dan tak yakin bisa berprestasi.

Saya sudah sampaikan langsung ke guru yang bersangkutan, supaya tak diikutsertakan dalam lomba tersebut. Macam-macam alasan saya kemukakan, meski intinya cuma satu; saya cukup tau diri dan merasa tidak akan mampu menjadi juara dan mengharumkan nama sekolah. Permintaan saya ditolak mentah-mentah. Saya tetap harus ikut. Guru saya mengatakan, kalaupun tak bisa juara minimal sudah ikut serta. Beliau juga berpesan, yang penting kami harus bisa menyelesaikan pertandingan dari garis awal (start) hingga garis akhir (finish).

Hari pertandingan pun tiba. Tak ada lagi alasan, saya harus ikut serta. Sempat terlintas untuk berpura-pura sakit supaya tak perlu ikut lomba tersebut. Namun demi membayangkan wajah guru berkumis itu dan rumitnya persoalan jika beliau ternyata tahu saya berpura-pura sakit, akhirnya saya memutuskan datang dan tetap ikut.

Waktu itu masih pukul 06.00 pagi. Ratusan peserta sudah berkumpul dan bersiap mengikuti lomba. Saya masih sempat memperhatikan beragam ekspresi. Ada yang terlihat tegang namun ada juga yang terlihat santai dan menunjukkan wajah yang percaya diri. Postur tubuh para peserta juga beragam. Mulai dari yang tinggi, pendek, kurus, dan gendut. Sempat berpikir iseng, apakah siswa-siswa gendut itu akan bisa sampai garis finish?. Jangan-jangan, nanti mereka akan pingsan di tengah jalan dan harus dibawa mobil ambulans? Hehe..

Peserta-peserta yang kelihatan percaya diri (mungkin karena sudah sering ikut lomba) sudah langsung berjejer mengambil posisi barisan paling depan. Saya sendiri berada pada barisan kelima dari barisan depan. Seorang pejabat daerah maju ke barisan paling depan sambil memegang bendera “start”. Sambil memberi aba-aba, menghitung 1...2...3...Go, lalu bendera diangkat menandakan lomba tersebut sudah dimulai.

Semua peserta berlari secepat mungkin, seolah-olah garis finish sudah di depan mata. Waktu berjalan, sementara jarak yang harus ditempuh masih panjang. Nafas kian memburu dan tak lagi beraturan. Beberapa peserta sudah menunjukkan ekspresi tanda kelelahan dan kecepatan berlarinya sudah jauh berkurang. Namun tidak demikian dengan beberapa peserta lain yang masih tetap semangat dan kecepatan berlarinya masih relatif stabil. Tinggal menunggu waktu, beberapa peserta sudah tak kuat lagi berlari dan akhirnya memilih berjalan saja. Satu orang peserta bahkan harus mendapat pertolongan tim medis dan dibawa dengan mobil ambulans.

Tak terkecuali yang saya rasakan. Keringat terus bercucuran membasahi rambut, wajah, leher, tangan dan kaki. Nafas sudah tak lagi beraturan dan dada terasa sesak. Target saya saat itu cuma satu; tak boleh berhenti, tapi harus terus berlari hingga garis finish. Tak perlu saya ceritakan berapa banyak peserta yang berlari di depan saya. Yang pasti, saya memang sudah jauh ketinggalan dibanding peserta lain. Sejalan dengan keyakinan di awal, saya memang tak mungkin juara.

Sekuat mungkin saya mencoba bertahan dan terus berlari. Mengatur nafas dan langkah, meski kaki sudah terasa berat. Akhirnya garis finish sudah tampak di depan mata. Beberapa peserta yang sudah tiba terlebih dulu tampak sudah santai beristirahat. Sementara panitia masih terus memberikan semangat pada kami yang akan segera tiba di garis finish meski sebenarnya tak akan memengaruhi hasil lomba yang pemenangnya pun sudah diketahui.

Yang menggembirakan, teman sekelas saya ternyata mampu finish di urutan ketiga. Namanya, Tejo. Dalam mengikuti pelajaran sehari-hari prestasinya tergolong biasa saja. Namun jangan ditanya soal olahraga, dia jagonya. Apapun olahraganya, ia hampir selalu menjadi yang terbaik. Ketahanan fisiknya luar biasa, mungkin karena sehari-hari ia terbiasa bekerja keras membantu orangtuanya yang bekerja sebagai buruh tani. Dengan rasa simpatik, saya menyalaminya dan mengucapkan selamat. Bagaimanapun, saya turut bahagia dan bangga karena toh akhirnya sekolah kami pun mendapat nama dari lomba ini.

Belakangan saya menyadari juga meyakini bahwa dalam setiap perlombaan, partisipasi/keikutsertaan peserta ternyata memiliki nilai tersendiri. Pemenang/juara dalam sebuah pertandingan biasanya selalu dibatasi sampai peringkat ketiga. Maka, keikutsertaan/partisipasi peserta-peserta lain yang sebenarnya membuat sebuah lomba menjadi semarak, meriah dan lambang juara pun menjadi bermakna.

Beberapa lomba diselenggarakan tak sekadar mencari bibit-bibit atlet berprestasi namun juga memiliki tujuan lain. Jakarta Marathon 2014 misalnya yang akan diselenggarakan pada 26 Oktober 2014 di Jakarta, merupakan event lomba lari terbesar di tanah air yang sekaligus alat untuk mempromosikan Jakarta sebagai kota tujuan wisata. Info lengkapnya ada di http://indonesia.travel/id/event/detail/867/jakarta-marathon-2014-festival-city-marathonSehingga, keikutsertaan peserta lomba lari tersebut bisa dimaknai juga berkontribusi untuk mempromosikan Jakarta sebagai kota tujuan wisata. Ayo warga Jakarta, ramai-ramai berpartisipasi dalam acara tersebut. Berkontribusilah untuk kotamu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun