Mohon tunggu...
Agus Joko Prasetyo
Agus Joko Prasetyo Mohon Tunggu... Guru -

Sang Pelajar Desa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

UN 2014, Akankah Menjadi Pencetak Koruptor?

19 Februari 2014   20:06 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:40 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

“Ketidakjujuran adalah awal dari korupsi”. Kiranya kalimat itulah yang membuat saya merasa bahwa banyak sekolah-sekolah yang membiarkan benih-benih korupsi ada yang sewaktu-waktu bisa tumbuh dijiwa para siswanya. Koruptor adalah sebuah tindakan yang sekarang ini sangat dihujat dan dibenci banyak orang, terutama adalah para koruptor yang berasal dari pejabat pemerintah yang telah mencuri uang rakyat dengan seenak dan semau mereka. Hingga banyak yang berharap andai saja para koruptor dinegeri ini musnah pastilah Indonesia akan menjadi negeri yang makmur dan sejahtera. Tetapi saya rasa dinegeri ini baru melakukan pemberantasan para koruptor dan belum melakukan pencegahan akan lahirnya koruptor secara maksimal. Dimedia massa maupun elektronik sering terdengar berita tertangkapnya koruptor ini dan ini. Begitu terus menerus, seolah tidak ada habisnya koruptor tertangkap dan tertangkap lagi. Bagai menguras air sungai, walaupun dikuras begitu banyak orang setiap harinya pastinya airnya akan terus tetap mengalir. Jika kita tidak mencoba menutup sumbernya. Mungkin seperti itulah analogi yang saya terima, kenapa jiwa-jiwa koruptor terus-menerus lahir di negeri saya tercinta ini.

Sekolah menurut saya adalah bagian terpenting dalam upaya pemberantasan korupsi. Karena setiap pejabat yang nantinya duduk dalam pemerintahan tak luput dari namanya pendidikan disekolah. Masalahnya yang saya temui justru ada praktik yang terjadi di sekolah-sekolah yang justru akan menanamkan benih-benih korupsi. Praktik apa itu ? setiap orang pasti tahu tentang Ujian Nasional, sebuah ujian yang akan menentukan lulus tidaknya peserta didik dari tingkatan sekolah yang dijalaninya. Beberapa bulan sebentar lagi pun Indonesia akan melaksanakan Ujian Nasional bagi para peserta didiknya. Dimana praktik yang menanamkan benih-benih jiwa koruptor itu ? yaitu kala sekolah-sekolah itu memberikan keleluasaan para siswaya untuk menyontek kala ujian berlangsung bahkan mendukung para siswanya untuk menyontek.

Dahulu saya mengira ditahun 2013 yang lalu saat pemerintah menjadikan Ujian Nasional dengan 20 paket setiap ruang ujian maka akan memangkas habis perilaku contek-menyontek antar siswa dan meminimalisir adanya bocoran jawaban. Tapi perkiraan saya salah, ternyata strategi pemerintah seperti itu masih bisa diakali oleh para pelaku penyontekan. Suatu saat saya menemukan sebuah lembar yang bertuliskan rentetan nomor yang berjejeran dengan huruf abjad a, b, c, d dan e. Rentetan nomor dan abjad itu juga berjumlah 20 kolom. Seketika itu saya bertanya pada anak SMA yang saya temui. Dengan polosnya siswa itu menjawab, “itu adalah kunci bocoran soal ujian”. Saya pun kaget bukan kepalang, ternyata strategi 20 paket itu gagal mencegah adanya contek menyontek dan bocoran soal. Lalu saya bertanya “Bagaimana kamu bisa tahu kunci yang pas dengan kode paketmu, padahal ada 20 kolom kunci jawaban”. Dengan pintarnya siswa itu menjawab “Begini dan begini” sambil menerangkan pada saya. Saya jadi heran, ternyata semakin bagus strategi pemerintah maka semakin hebat pula para penjahatnya. Ada lagi sebuah fakta yang saya temui, kala ada seorang siswa SMA yang bercerita tentang kebingungan dan kesedihannya karena dia dikucilkan teman-temannya karena tidak mau ikut berencana membeli kunci bocoran ujian. Fakta kedua ini malah lebih miris lagi, suatu keburukan dilakukan dengan berjamaah. Mungkin seperti inilah korupsi terus melanda negeri ini, hingga yang tertangkap memang banyak. Karena tindakan biadab itu dilakukan dengan berjamaah.

Selanjutnya saya berfikir, sebenarnya siapa oknum dibalik buruknya pelaksanaan dan pengawasan Ujian Nasional ini. Apakah siswa, apakah pihak guru dan sekolah, atau apakah pemerintah ?. Dalam cerita diatas, tentu yang jelas bisa disalahkan adalah siswa. Karena dia bersedia melakukan penyontekan dengan menggunakan kunci bocoran soal. Selanjutnya, apakah pihak guru dan sekolah ? ini juga bisa terjadi. Karena demi menjaga nama baik sekolah, sebuah sekolah bisa melakukan apa saja asal nama baiknya tetap terjaga. Adanya anggapan masyarakat yang menilai sekolah yang mempunyai tingkat kelulusan tinggi maka itulah sekolah yang berkualitas, dan juga sebaliknya. Tetapi ternyata anggapan itu malah bisa menjadikan suatu sekolah melakukan hal-hal yang menyalahi aturan. Salah satunya mendukung dalam penyediaan kunci bocoran ujian, karena mereka ingin siswanya lulus semua. Jika faktanya demikian, dan jika hal seperti ini terjadi dibanyak sekolah di Indonesia maka saya rasa Ujian Nasional telah gagal dalam mencetak lulusan yang berkarakter. Bahkan telah menanamkan benih-benih jiwa koruptor kepada para siswa. “Karena ketidakjujuran adalah awal dari korupsi”.

Semoga di Ujian Nasional tahun 2014 nanti tindakan-tindakan seperti penyontekan dan  pembocoran soal dapat diminimalisir dan dapat dicegah oleh semua pihak. Dari pemerintah, pihak guru dan sekolah, maupun masyarakat dan yang paling utama adalah dari siswa itu sendiri. Sehingga pendidikan di Indonesia akan melahirkan lulusan yang berkarakter dan jauh dari jiwa-jiwa korupsi.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun