Mohon tunggu...
Eno Rusnadi
Eno Rusnadi Mohon Tunggu... -

Saya sedang belajar menulis tentang Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Torti! Sambel Godok Ayam Puti, Cewek Montok Bau Terasi

12 Oktober 2011   08:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:03 731
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Itulah kira-kiraungkapan nyanyian anak pada jenis permainan anak khas Betawi dulu, Torti. Kendati tidak ingat betul apa memang seperti itu bunyinya namun dari referensi yang ada rasnya demikian. Sebab bunyi atau nyanyi yang bernuansa pantun senantiasa mengiringi permainan anak-anak itu. Walau sekarang ini meski ada dimainkan tapi tak muncul ungkapan seperti itu. Yang ada hanya anak-anak yang berteriak Torti ! Torti !

Torti seperti yang penulis alami di sekitar tahun 1975-an itu merupakan permainan untuk mencari teman yang bersembunyi. Rasanya sulit sekali menemukan teman itu. Sebab ketika itu Jakarta masih rada longgar sebagai tempat untuk bermain. Masih ada lapangan, pepohonan, rumah orang Betawi yang terbuka dan berhalaman luas serta belum ada listrik.

Tetapi Torti yang sekarang, anak-anak itu berlarian keluar kampung untuk sembunyi di gang atau di sudut-sudut toko di sisi jalan raya. Sementara teman lainnya mencari mereka yang sembunyi. Kadang tersenyum juga tatkala menyaksikan anak-anak usia sembilan hingga 11 tahun sedang bermain itu.

Di lain waktu ada juga yang bermain jenis yang lain lagi. Ketika itu Sabtu malam di jalan sekitar pemukiman ( proyek Husni Thamrin) di wilayah Kemayoran. Suasana terang,ramai dan berisik.Jalan ini beraspal dan di tepinya antara jarak 10 meter itu ada tiang listrik.

Di masing-masing tiang listrik itu ada lima orang anak lelaki yang saling bergantian dan berjaga pada tiang itu. Mereka satu sama lain saling kejar dan tangkap.Yang tertangkap untuk kemudian akan dibebaskan oleh kawannya. Jika berhasil, anak yang tertangkap itu akan bebas, tapi sebaliknya jika gagal maka yang mencoba akan membebaskan bakal tertangkap juga oleh musuhnya.

Kira-kira begitu seterusnya hingga lima anak pada tiang listrik yang satunya itu tertangkap semua atau sisa satu anak yang bertahan hingga bisa direbut oleh lawannya. Yang merebut tiang listrik itulah yangmenjadi pemenang. Dan, usai sudah permainan itu. Ke 10 anakbasah oleh keringat dan tampak senang di wajah mereka.Tentu jenis permainan ini pada masyarakat Jakarta (Betawi) dikenal sebagai permainan Bentengan.

Di lain hari, tampak juga anak-anak bermain Bola Gebok, masih di jalan itu. Kendati ketika melemparkan bola itu sering kena orang yang lewat,namun kata maafdari anak-anak cukup, untuk selanjutnya bermain lagi. Padahal kerap kali bola plastik kecil itu nyemplung di got.

Di tempat yang terpisah dari jalan itu, persisnya masuk lebih dalam ke gang buntu, anak-anak perempuan juga sedang bermain. Kadang bermain Cici Puteri, dan selanjutnya Ciblak-ciblak Uang.

Main Cici Puteri ini tampak lima orang anaktangannya terkepal, lalu jempol diacungkan ke atas dan tangan-tangan itu disusun saling tindih. Tangan yang di atas memegang jempol tangan di bawah. Mereka bernyanyi juga.Cici puteri tembako lima kati, Mak None, Mak None , si Siti mau kembang ape? Siti menjawab: Mau kembang duren ! Pulang-pulang Babenye keren !

Usai permainan itu, disusul kemudian main Ciblak-ciblak Uang. Seorang anak terlihatmembungkukkan diri,kemudian anak yang lainnya menaruh tangan yang dikepalkan di punggung anak yang membungkuk tadi. Di dalam genggaman salah seorang anak ada sebuah batu kecil. Anak yang membungkuk itulah yang harus menebak siapa yang memegang batu kecil ini.

Pada permainan ini juga sambil bernyanyi. Kira-kira seperti ini. Ciblak-ciblak uangnye manggulenteng, Ambu tata, ambu titi, Ketulung bung-bung, Bok Eran, Bok Eran, si Sarah mau kawin, Potong kerbo pendek, Potong kerbo tinggi, Gamelan jegar-jegur.Ta-em-em, ta-em-em
Kereta-keritu, Siape yang pegang batu?
Di depan pintu dipungut mantu.Kemudian si Sarah yang membungkuk tadi mesti menebak siapa anak-anak yang memegang batu kecil itu. Jika tebakannya tepat maka maka salah satu anak yang memegang batu harus gantian membungkuk.

Di hari yang lain lagi, anak-anak ini juga bermain Wak Wak Gung. Permainannya,tampak dua anak berdiri berpegangan tangan membuat lorong. Anak-anak yang lainnya berjalan berputar membentuk barisan seperti ular, kemudian memasuki lorong satu persatu. Giliran anak yang terakhir maka anak itu di kurung di dalam lorong oleh tangan dari dua anak yang berpegangan tadi. Dan begituseterusnya, sambil mereka bernyanyi, kira-kira.
Wak-wak Gung, nasinye nasi jagung,
Lalapnye lalap utan,Sarang gaokpu’un jagung, gang-ging-gung!Pit-alaipit, kuda lari kejepit… sipit!  Tamtam buku, seleret daon delime,
Pate lembing, pate paku, tarik belimbing, tangkep Satu
. Kosong-kosong-kosong! Isi-isi-isi….!

Begitulah permainan anak-anak yang rasanya masih sering dimainkan di wilayah ini. Boleh jadi di wilayah perkampungan padat lainnya di pelosok Jakarta masih juga dimainkan. Kendati masih jarang atau mungkin sudah punah tetapi dari sedikit yang tersisa itu bisa mengembalikan ingatan ketika kecil dulu.

Dibandingkan dulu, sekitar tahun 1975-an rasanya jenis permainan anak-anak amat beragam. Penulis sempat pula merasakan bagaimana bermain Petak Umpet, Petak Jongkok, Dampu, Gangsingan, Galasin, Tok Tok Ubi, dan Tok Kadal, serta yang lain yang pernah dimainkan. Padahal sejatinya di Jakarta ini jenis permainan anak amat banyak.

Dari sumber cerita dan referensi lain, jenis permainan anak itu beragam. Di antaranya, Pletokan, Tombok, Congklak, Jangkungan, Sumpritan, Jepretan, Main Karet,Landar-lundur, Olelio, dan Rage.

Selain itu ada jugaTangkreb, Coko, Ujungan,Dodolido, Kukuruyuk Ayam, Palogan Gundu, serta Silem Sileman. Disusul kemudian oleh permainan Kodok-kodokan, Koba Tiup, Sutil,Merak-merak sinter, Gelindingan, Balap karung, Sala Buntut, Gundu Lobang, dan Meriem Sundut.

Tak Cuma itu, masih ada lagi jenis permainan anak, sepertiGundu Kusir, Gangsing Angonan, Gangsing Ambilan, Gangsing serta Cocokan. Yang lainnya lagi adalah Petak Lari, Adu Dengkul, Badomba, Maen Bekel, Ndeng-ngandeng, Pongpong Balong, Layangan, Petasan, Kuda Bisik, Nenek Gerondong, Ujan Angin, Serok Kwali, Tepok Nyamuk, Tumbuk Uang, Pong Tipong Balong,dan Dung Dung Clok.

Dari namanya saja sudah menunjukkan bahwa jenis permainan anak ini kental dengan unsur budaya lokalnya. Namun begitu keanekaragaman jenis permainan tersebut boleh jadipercampuran dari permainan anak beberapa daerah. Sebab Jakarta atau Batavia atau Betawi dulu itu merupakan wilayah buruan kaum pendatang. Sayangnya semua jenis permainan anak yang disebutkan belakangan itu hanya dikenal namanya saja sekarang. Bagaimana cara memainkannya, tentu perlu dicari tahu.

Sebab setidaknya jika ada semacam dokumentasi dan catatan yang terbukukan dari permainan anak-anak khas Betawi ini ataupun juga daerah lainnya di seluruh nusantara bisa menambah koleksi budaya lokal. Malah bukan tidak mungkin akan bisa digunakan pada institusi formal semacam taman kanak-kanak atau sekolah tingkat dasar. Jika demikian tentu nilai positif dari falsafah permainan anak itu bisa meresap ke dalam diri individu anak yang bersangkutan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun