Mohon tunggu...
Fahmi
Fahmi Mohon Tunggu... Bankir - Suka baca hoby menulis

Pecinta Literasi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Problematika Dunia Pendidikan

1 November 2014   18:21 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:56 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Indonesia merupakan Negara yang terdiri dari banyak suku bangsa dan agama, dari sejarah kemerdekaan Indonesia pun tak lepas dari perjuangan berbagai suku bangsa dan agama, sehingga tidak khayal jika pada saat pertama kali penyusunan Pancasila sebagai dasar Negara, mengalami perdebatan yang amat panjang, yang beragama islam mengeklaim bahwa mereka yang lebih berperan dalam kemerdekaan, sehingga menginginkan Al-qur’an sebagai dasar Negara, begitu pula dengan agama yang lainnya, yang sama-sama mengeklaim bahwa hanya agama dirinyalah yang paling berhak meletakkan dasar Negara, sehingga Ir Soekarno mengambil jalan tengah dengan menyusun pancasila yang sampai saat ini masih tetap menjadi dasar Negara, untuk menjadi pemersatu di antara semua agama dan berbagai suku bangsa.

Dari perdebatan panjang pembuatan dasar Negara tidak berhenti di situ saja, hal tersebut terus berlanjut dalam panggung politik negara, kebijakan-kebijakan yang terkadang pro terhadap salah satu pihak membuat carut marutnya kondisi bangsa, dalam masalah pendidikan agama yang tertera dalam PP no 55 tahun 2007, yang mengatur pendidikan agama dan keagamaan telah membuat dunia pendidikan semakin mengenaskan, betapa tidak, PP ini mengatur pendidikan agama di sekolah umum dan keagamaan yang tidak dijelaskan secara terperinci, bagaimana pelaksanaan teknisnya, dan semenjak itu MI, MTs dan MA berada di bawah kemanag juga menjadi pendidikan umum, sementara para penyelenggara pendidikan tidak memberikan hak pendidikan agama di setiap sekolah, contoh saja di sekolah-sekolah umum yang hanya menyediakan 1 mata pelajaran agama, jika dalam konteks wilayah yang menjadi mayoritas adalah agama islam maka setiap sekolah umum hanya sebatas menyediakan mata pelajaran agama islam, lalu bagaimana dengan yang lainnnya ?.

Belum lagi kalau melihat UU sisdiknas terkait dengan lembaga pendidikan agama islam, layaknya diniyah dan sejenisnya yang di akui eksistensinya, di sebutkan secara eksplisit dalam pasal 30 ayat 4, membuat sakit hati para penyelenggara pendidikan diniyah semakin berkecamuk, coba sahabat lihat bagaimana kondisi pendidikan diniyah mulai th 2007 sampai sekarang, adakah perubahan secara siknifikan?,

itu hanya beberapa kebijakan pendidikan, belum lagi kalau kita telusuri keseluruhan, sejak lahirnya kebijakan pendidikan pertama kali, yaitu UU no 4 th 1955, yang mengatur pendidikan dan pengajaran di sekolah dan lahirnya UU no 22 th 1961, tentang penyelenggaran perguruan tinggi untuk pertama kali. Mungkin sudah menjadi karya fenomenal dalam masalah pendidikan nasional.

Dari penjelasan di atas, apakah problematika pendidikan hanya berada dalam wilayah agama saja, ternyata tidak, masih banyak problematika dalam dunia pendidikan yang sampai saat ini tak kunjung selesai, kalau merujuk pada suara para aktivis campus yang mengatakan bahwa ruh pendidikan sudah pergi dari jasadnya, pendidikan lebih hanya sekedar pencetak robot-robot (buruh, kacung) perusahaan, bukan lagi pencetak para pemikir-pemikir masa depan, yang siap menjadi seorang pemimpin bangsa dan Negara. Benarkah seperti itu ? berikut adalah komentar William H. Watkins, penulis The White Arch, “John D. Rockefeller Sr. sesungguhnya lebih tertarik untuk membentuk suatu tatanan sosial industri yang baru dari pada memberikan pendidikan yang bermanfaat”, apa yang di katakana Willam adalah sebuah kritikan pada John selaku penanam modal dalam dunia pendidikan yang terjadi di America pada th 1954, dan jangan heran jikalau hal tersebut juga terjadi dalam dunia pendidikan di Indonesia seperti apa yang selalu di dengung-dengungkan oleh para aktivis campus.

filsuf asal America yaitu John Dewey yang juga berkomentar terkait dengan peran pemodal dalam dunia pendidikan, “jika pendidikan menjadi alat untuk memperkuat tatanan masyarakat industri yang ada, jadi siapa yang harus melaksanakan pendidikan agar derajat ummat manusia menjadi lebih baik, John Dewey merupakan pemikir yang hidup pada th 1800an, sudah berkomentar terkait dengan peran pemodal dalam dunia pendidikan, lalu bagaimana pada saat ini, dimana perusahaan berdiri tegap disetiap kota, maka jangan heran jikalau pendidikan hanya sekedar untuk mengisi pos-pos pesuruh, malangnya nasib dunia pendidikan

pendidikan memang selalu menjadi hal yang menarik untuk dijadikan topik permbahasan, karena dari pendidikanlah tercipta manusia yang beradab, tanpa pendidikan seseorang akan di singkirkan oleh zaman, entah itu pendidikan formal atau pendidikan non formal, dimanapun tempat mencari ilmu asalkan bersungguh-sungguh maka akan memetik buahnya juga, seperti yg telah dijelaskan dalam hadis Man Jadda Wajada,namun di dunia modern ini pendidikan hanya sebagai jembatan untuk mencari gelar atau hanya sekedar untuk mencari ijazah belaka, mereka tidak bersungguh-sungguh mencari ilmu, dengan nama yang panjang dipenuhi dengan gelar kerap kali mennjadi idaman untuk mendapatkan kehormatan dan pujian di hadapan manusia yang lainnya, tapi isinya kosong.

Jikalau yang dikejar hanyalah selembar kertas, maka sudah menjadi rahasia umum, jika disaat ujian nasional berlangsung, terjadi banyak kecurangan, contek mencontek, dan bahkan jawaban sudah di bocorkan terlebih dahulu kepada siswa. Ini merupakan akar dari selembar kertas (ijazah) yang menjadikan contek mencontek menjadi sebuah adat kebiasaan para siswa, namun ketika berbicara ujian nasional pun ternyata ada hal yang lucu, karena kebijakan memberikan ujian dalam tingkat nasional tidak sesuai dengan manjemen berbasis sekolah, manajemen berbasis sekolah yang memberikan kebebasan setiap sekolah untuk mengatur sekolahnya dengan catatan merujuk pada garis besar halauan Negara (GBHN), tetaplah ujian nasional merupakan sebuah kebijakan yang bisa kita anggap sebuah hal yang lucu, dimana pemerintah menetapkan dua kebijakan yang bersebrangan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun