Mohon tunggu...
Yakobus Sila
Yakobus Sila Mohon Tunggu... Human Resources - Pekerja Mandiri

Penulis Buku "Superioritas Hukum VS Moralitas Aparat Penegak Hukum" dan Buku "Hermeneutika Bahasa Menurut Hans Georg-Gadamar. Buku bisa dipesan lewat WA: 082153844382. Terima kasih

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Orang Indonesia Suka Jadi Pekerja

14 April 2021   00:57 Diperbarui: 14 April 2021   01:13 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ketika kita pertama kali bertemu orang baru, pertanyaan pertama yang muncul dalam obrolan adalah pertanyaan "Anda kerja di mana"? Bukannya, Anda punya usaha apa? 

Pertanyaan "Anda kerja di mana" menunjukkan mental seorang pekerja.

Mental pekerja tersebut secara tidak sadar sudah ditanamkan penjajah Belanda ke alam bawah sadar orang Indonesia. Masyarakat Indonesia lebih mengapresiasi para pekerja, entah pekerja swasta atau pekerja negeri, daripada pengusaha. 

Padahal, para pengusaha lebih banyak uang, hidup berkelimpahan, dan tidak membebani negara (khusus pegawai negeri, karena PNS membebani Negara).

Sebenarnya mental pekerja adalah sikap hidup bangsa terjajah, yang tidak mau mandiri, tapi mengantungkan hidup pada orang lain. Mengapa sikap-mental ini masih hidup hingga saat ini? 

Pertama, orang tua orang Indonesia, umumnya menyekolahkan anaknya untuk tujuan menjadi pekerja kantor atau pegawai negeri, bukan untuk menjadi pengusaha. Alasannya, pekerja kantor atau pegawai negeri pakaian bersih dan rapi ketimbang pengusaha (orang yang punya usaha sendiri). 

Kedua, Gengsi dan status sosial pegawai negeri dan pekerja kantor lebih tinggi dari penjual bakso keliling, atau penjual pecel lele. Cara berpikir tersebut menjadi persoalan serius, karena mental pekerja menjadi kultur terwaris yang akan terus hidup dari generasi ke generasi.

Namun, mental pekerja sudah disadari sejak awal oleh orang Minang, atau sebagian orang Batak, misalnya. Mereka umumnya punya usaha mandiri, entah sebagai pengusaha kuliner, pedagang pakaian, atau penjual parfum isi ulang, dll. 

Usaha-usaha tersebut mereka tekuni secara sabar, sehingga mereka menjadi orang-orang mandiri yang tidak menggantungkan hidup pada para pengusaha Cina, Korea, Jepang, atau pengusaha dari negara lain yang kian menjamur di Indonesia. 

Mental hidup mandiri seperti orang Minang, atau sebagian orang Batak, harusnya menjadi mental hidup seluruh masyarakat Indonesia, agar bangsa Indonesia menjadi bangsa mandiri, yang tidak menggantungkan hidupnya pada bangsa lain. Karena kemandirian suatu bangsa dimulai dari kemandirian mental hidup para warganya!!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun