Mohon tunggu...
Yakobus Sila
Yakobus Sila Mohon Tunggu... Human Resources - Pekerja Mandiri

Penulis Buku "Superioritas Hukum VS Moralitas Aparat Penegak Hukum" dan Buku "Hermeneutika Bahasa Menurut Hans Georg-Gadamar. Buku bisa dipesan lewat WA: 082153844382. Terima kasih

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pandemi Corona dan Pertimbangan Kemanusiaan

9 April 2020   01:10 Diperbarui: 9 April 2020   01:03 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saat KM Lambelu tidak diijinkan sandar di pelabuhan Lorens Say Maumere, banyak pihak setuju terhadap sikap Pemkab Sikka terutama Bupati, yang tegas. Apalagi tiga orang terdiri dari seorang petugas kantin dan dua orang ABK, terindikasi covid19. Ketakutan kian menjadi-jadi, ketika hasil rapid tes covid19 diketahui penumpang, sehingga delapan orang penumpang terpaksa terjun ke tengah laut.

Konsistensi Bupati Sikka perlu diacungkan jempol. Beliau lebih mengutamakan nyawa warganya daripada membiarkan segelintir warga yang baru datang dari zone merah, mudik ke Sikka dan kabupaten sekitarnya, yang bisa menyebarkan virus corona ke warga lain.

Berita yang muncul belakang, sang Bupati akhirnya mengendur dan memperbolehkan kapal KM Lambelu sandar, dan para penumpang diperboleh turun sambil tetap mengikuti prosedur protokol kesehatan sesuai standar Satgas Covid19.

Kekenduran/ melemahnya sikap Bupati Sikka tidak terlepas dari himbauan dari pemerintah pusat yang tidak memerbolehkan Pemda mengambil sikap dan kebijakan sendiri. Artinya, semua kebijakan terkait Covid19 harus dikomunikasikan dengan pemerintah pusat. Pertanyaannya, mengapa di beberapa wilayah di Papua, pelabuhan laut dan bandara sudah ditutup untuk pendatang dari luar? Apa posisi tawar Papua, sehingga mereka "diijinkan" melawan pemerintah pusat?.

Terlepas dari gejolak di bumi cendrawasih yang belum tuntas, sikap tegas para pemimpin daerah di Papua, perlu diapresiasi. Karena pemimpin daerah lebih memahami kondisi riil di wilayahnya, daripada pemerintah pusat.

Kalau semua Pemerintah daerah harus berkomunikasi dengan pusat sebelum mengambil kebijakan terkait covid19, maka komunikasi pusat dan daerah ini akan sangat birokratis, panjang, melelahkan, dan tidak menunjukkan kondisi darurat kesehatan.

"Melawan" dalam kondisi darurat menjadi sesuatu yang urgen untuk pertimbangan kemanusiaan sebelum pandemi ini mematikan sekian banyak warga, daripada harus mengikuti aturan pemerintah pusat yang membutuhkan seleksi dan pertimbangan panjang lebar. Kalau suatu daerah disebut berbahaya setelah ada warga yang positif corona, maka tindakan tersebut tidak antisipatif. Pemerintah pusat tidak mengantisipasi sebelum adanya korban, tetapi menunggu jatuhnya korban baru menanggapi secara serius.

Karena itu, kapal-kapal, entah milik Pelni maupun swasta dalam kondisi darurat sekarang ini mesti berhenti berlayar agar virus corona tidak menular sejumlah daerah yang "miskin" tenaga medis dan peralatan kesehatan untuk menangani covid19. Pertimbangan kemanusiaan mesti sejalan dengan pertimbangan penyebaran corona, agar penyebaran virus tersebut dilokalisir, sehingga keselamatan banyak warga ditanggapi secara serius.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun