Mohon tunggu...
Yakobus Sila
Yakobus Sila Mohon Tunggu... Human Resources - Pekerja Mandiri

Penulis Buku "Superioritas Hukum VS Moralitas Aparat Penegak Hukum" dan Buku "Hermeneutika Bahasa Menurut Hans Georg-Gadamar. Buku bisa dipesan lewat WA: 082153844382. Terima kasih

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menggugah Keterlibatan Perempuan di Ruang Publik

15 Maret 2019   09:51 Diperbarui: 15 Maret 2019   10:34 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas adalah buah dari permenungan atas keprihatinan terhadap kondisi riil kaum perempuan. Perempuan mesti digugah perasaan 'aman' terhadap situasi yang membelenggu kaum perempuan kebanyakan.  Dari konsep teoretis dan abstraksi rasional, orang boleh mengatakan bahwa perempuan dalam masyarakat patriarki sedang tertindas oleh konstruksi budaya patriarki. 

Namun dalam realitas faktual, kenyataan teoretis-konseptual tersebut tidak disadari oleh kaum perempuan sebagai situasi ketertindasan. Mereka merasa aman dan menikmati situasi tersebut sebagai keadaan yang lumrah. Karena itu, usaha untuk membebaskan perempuan dari situasi yang dianggap tertindas tersebut hanya mungkin kalau kaum perempuan semakin menyadari situasi ketertindasannya.

Tertindas adalah situasi yang tidak hanya dialami atau dilakukan secara individual-perorangan tetapi juga dialami atau dilakukan secara kelompok dalam sebuah struktur budaya yang menindas. Kesadaran untuk menilai sesuatu hanya mungkin kalau orang memiliki tingkat pendidikan yang cukup memadai.  Melalui pendidikan seseorang entah perempuan diharapkan memiliki kesadaran yang memadai untuk memperbaiki setiap kondisi yang memprihatinkan termasuk memperbaiki kondisi ketertindasan kaum perempuan. 

Bukti menunjukkan bahwa kebanyakan perempuan yang terlibat dalam usaha memperjuangkan nasib kaumnya berasal dari mereka yang memiliki tingkat pendidikan yang memadai (kecuali sosok R.A Kartini; tokoh pejuang emansipasi wanita yang memperjuangkan nasib kaum perempuan dari situasi seadanya sesuai dengan keadaan zamannya). 

Kalau begitu apakah usaha emansipasi dan penyadaran peran sosial perempuan dan laki-laki hanya mungkin melalui pendidikan? Saya kira, kursus-kursus dan tempa-tempat pelatihan bagi kaum perempuan akan membuat mereka dapat memiliki kompetensi yang dibutuhkan, entah di bidang politik maupun bidang ekonomi.

Perempuan mesti sadar akan kondisinya. Jika kondisi yang ada membelenggu kaum perempuan untuk tidak terlibat aktif di ruang publik, maka kondisi tersebut harus dilawan, tapi dengan cara-cara yang elegan. 

Perempuan mesti memperlakukan dirinya secara adil, dan diperlakukan oleh struktur budaya secara adil pula, agar mereka memiliki kebebasan dan kreativitas untuk membangun masyarakat feminis yang baik, karena dunia membutuhkan sentuhan ide-ide  feminisme. 

Gerekan emansipasi perempuan, tidak membuat perempuan menindas kaum pria, tapi lebih pada kesetaraan peran sosial agar tidak ada pihak yang dianggap tidak mampu atau lemah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun