Mohon tunggu...
Irwan Lamara
Irwan Lamara Mohon Tunggu... Konsultan - Hanya anak kampung yang mencoba belajar banyak hal

Hanya anak kampung yang mencoba belajar banyak hal

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hukuman Kebiri Ditawarkan, AktiviS HAM Menolak, Masyarakat Bingung, Islam Menjawab

16 Juni 2016   16:19 Diperbarui: 16 Juni 2016   16:26 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Banyaknya kasus pembunuhan yang disertai dengan tindakan kekerasan seksual memuat publik negeri ini tersentak. Betapa tidak, kasus tersebut tidak hanya terjadi satu kali dan satu tempat dan terjadi beberapa kali di beberapa tempat. Di Bengkulu, gadis remaja yang bernaman Yn, harus kehilangan nyawa setelah diperkosa oleh 14 orang. Anehnya, pelaku pembunuhan bukanlah orang dewasa,  tetapi remaja yang umpurnya hampir sebaya dengan korban.

Di surabaya, seorang siswi kelas VII SMP,melapor kepada gurunya kalau ia telah diperkosa oleh delapan orang, dimana otak pelaku pemerkosaan adalah As yang baru berusia 14 tahun. Anehnya lagi, salah satu pelaku masih kelas 3 Sekolah Dasar (SD) yang masih berusia 9 tahun. Selain itu, kasus pelecehan seksual juga dialami oleh V yang berumur 19 tahun, di Manado. Ia diperkosa oleh 19 orang, yang dua orang diantaranya di duga oknum polisi. Sementara, di bogor seorang balita 2,5 tahun diperkosa dan kemudian di bunuh oleh tetangganya.

Banyakanya kasus pemerksoaan yang tidak manusiawi mambuat pemerintah bingung. Yang membuat bingung lagi adalah pemerkosaan dilakukan secara beramai-ramai dan sebagian besar pelaku adalah masih anak-anak atau di bawah umur 17 tahun. Membingungkan karena anak-anak yang masih di bawah umar 17 tahun, secara hukum diberikan dispensasi karena di anggap belum dewasa. Padahal, kalau di lihat faktanya, perilaku mereka sudah menunujkan perilaku orang dewasa.

Fakta yang ada menunjukan undang-undang tentang kejahatan seksual yang sudah ada di anggap tidak mampu memberikan rasa jera kepada para pelaku. Undang-undang tentang kejahatan seksual tertuang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang terdapat dalam pasal 285 KUHP yang dirumuskan sebagai berikut :

“barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar pernikahan, diancam karena melakukan perkosaan, dengan penjara paling lama 12 tahun.”

Namun kenyataan di lapangan menunjukan kekerasan seksual setiap tahun bukannya menurun, melainkan meningkat jumlahnya setiap tahun. Dengan demikian, UU yang sudah ada memang sudah tidak bisa lagi diharapkan mampu  memberikan efek jera kepada para pelaku. Kondisi ini telah disadari oleh pemerintah, sehingga mendorong pemerintah membuat peraturan yang baru. Di tengah kebingungan itu, kemudian muncul berbagai usulan untuk memberikan hukuman secara maksimal. Pemerintah kemudian menyusun peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu), yang hasilnya adalah memberikan hukuman kebiri kepada pelaku kejahatan seksual. Hukuman ini diharapakan dapat memberikan para pelaku bisa jera dan tidak mengulangi lagi perbuatannya.

Gagasan tentang hukuman kebiri, ternyata tidak berjalan mulus seperti yang diharapkan pemerintah. Gagasan ini di tolak oleh beberapa kalangan, salah satunya adalah aktivis HAM. Para Aktivis HAM menyatakan bahwa hukuman kebiri bertentangan dengan nilai-nilai hak asasi manusia. Hukuman kebiri yang ditawarkan  pemerintah dan adanya penolakan dari kalangan aktivis HAM membuat masyarkat terpecah belah. Ada yang mendukung gagasan pemerintah dan ada yang menolak juga.

 Bagi yang  mendukung gagasan pemerintah, alasannya adalah hukuma kebiri merupakan hukuman yang maksimal bagi pelaku kejahatan seksual. Sedangkan bagi yang kontra, selain alasan HAM, hukuman kebiri dengan memberikan hormon perempuan bagi pelaku kejahtan seksual, dikhwatirkan pelaku akan menjadi orang yang  menyukai sesama jenis, menjadi homo yang saat ini juga menjadi permasalahan negeri ini. Selain itu, hukuman kebiri juga dikhawatirkan menimbulkan perasaan dendam pelaku kepada pemerintah.

Adanya pro kontra tentang hukuman kebiri terjadi karena adanya berbagai sudut pandang dalam menilai persoalan. Padahal sejatinya, untuk urusan yang bersifat publik atau untuk kepentingan orang banyak atau demi kemaslahatan umat,sudut padang yang digunakan seharusnya satu. Gagasan pemerintah yang hanya menitiberatkan pada pemeberian rasa jera dan sudut pandang aktivis HAM yang  menitieratkan pada nilai-nilai kemanusiaan tidak akan pernah bisa dipertemukan, sehingga selalu terjadi kontradiksi dan pro kontra kebijakan. Untuk itu diperlukan satu gagasan yang tidak hanya fokus pada masalah pemberian efek jera juga tidak fokus pada Prinsip-pirnsip HAM.

Konsep Islam

Gagasan itu bisa kita ambil dalam konsep Islam mengenai penyelesaian Kejahatan. Kenapa kejahatan seksual  bisa terjadi seperti skarang ini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun