Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Jangan Terjebak dalam Coronaphobia dan Psikomatis Gara-gara Covid-19

28 Maret 2020   22:01 Diperbarui: 28 Maret 2020   22:08 417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kebijakan untuk "social distancing"  dari Pemerintah, membuat warga bekerja , belajar, berkarya atau beribadah di  rumah.  Hampir semua kegiatan dilakukan di rumah.

Akibatnya, warga yang seringkali belum bisa menyesuaikan diri beraktivitas di rumah, merasa bosan, lebih sering main gadget bahkan nonton tv  dengan berita-beritanya menitikberatkan kepada corona-19. 

Mulai dari berapa banyak jumlah yang terpapar, PDP (Pasien Dalam Pengawasan),  ODP (Orang Dalam Pemantauan)  sampai kepada informasi-informasi berkaitan bagaimana membuat tubuh kuat melawan Covid-19.

Seolah-olah semua pikiran dan emosi kita dilibatkan pada peristiwa Covid-19 yang tak-henti-hentinya.  Apalagi di dalam lingkup rumah,  berita itu makin memudahkan kita untuk memindai atau menontonnya baik lewat gadget, tv maupun pembicaraan dengan teman via WA.

Apa yang kita dengar terus menerus itu mau tidak mau akan menimbulkan perasaan takut, cemas.  Pada akhirnya berakibat kepada kondisi pikiran yang tidak tenang, hati tidak damai dan sulit tidur.

Itulah akibat dari gangguan emosi yang muncul karena kita semua terus menerus mengalami kecematas tinggi sejak dua minggu terakhir kita mengonsumi berita tentang virus corona (Covid-19).

Tidak jarang pula, ada beberapa teman yang mengaku mengalami gejala serupa dengan Covid-19 seperti flu, batuk kering, tenggorokan sakit, dan demam. 

Di keluarga juga ada anak yang sakit tenggorokannya akibat asam lambung, pikiran negatif langsung timbul , "jangan-jangan terpapar Covid-19", padahal anak ini sudah  isolasi dan work from home 2 minggu.   

Begitu minta tolong ditemanin ke dokter, hati saya pun ikut berdegup,  penyakit apa yang dideritanya.   Beruntung semua dokter  spesialis di Rumah Sakit hari Sabtu itu sudah penuh.  Alternatifnya, bawa resep ke apotik, menanyakan obat mana  untuk tenggorokan yang sakit. Berangsur sembuh. 

Padahal kenyataannya teman maupun anak saya itu  tidak pernah  keluar rumah, ke tempat ramai, kumpul-kumpul sama teman, bersalaman atau berdekatan dengan orang yang mengalami Covid-19 atau orang dalam pengawasan.

Mereka itu hanya berada di dalam rumah selama dua minggu, istirahat dan melakukan semua kegiatan benar-benar dalam rumah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun