Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perayaan 1952 Suro, Harmoni Perpaduan Budaya Jawa dan Agama Katolik

13 September 2018   15:00 Diperbarui: 13 September 2018   15:24 985
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari Selasa, tanggal 11 September 2018 ada suatu yang istimewa dan unik di Gereja Santo Petrus, Paroki, Pekalongan.

Biasanya misa di gereja Katolik itu diadakan hanya pada hari Sabtu dan Minggu saja, pada hari biasa jika ada hari raya keagamaan Katolik.

Namun, pada tanggal 11 September 2018 yang jatuh sebagai hari Tahun Baru Islam 1440 Hijriyah atau Suro 1952 (awal 1 suro), Gereja Katolik S. Petrus melakukan Misa Inkulturasi Suro 1952, suatu ritual kebudayaan Jawa, agama yang sangat unik sekali.

Ketika budaya jawa dimana tahun Baru Islam 1440 Hijriyah mengusung tema "Sepi ing Pamrih, Rame ning Gawe" atau dalam bahasa Indonesia, "sepi untuk imbalan, rame untuk bekerja".

Dalam budaya Jawa, khususnya Yogyakarta dan Solo, persayaan Satu Suro, adalah tradisi malam yang saktral dengan melakukan kirab, wayang, atau tirakatan.

Diwariskan oleh Sultan Agung yang ingin memperluas ajaran Islan di tanah Jawa dengan menggunakan perpaduan antara tradisi jawa dan Islam.

1 Muharam ditetapkan sebagai tahun baru Jawa, dan tradisinya selalu diadakan oleh masyarakat Jawa. Satu Suro lekat dengan budaya jawa. Di malam Satu Suro.

Rmbongan masyarakat yang disebut dengan kirat melakukan tradisi ritual. Bersama dengan abdi dalem Keraton, mereka membawah hasil keayaan alam berupa gunungan tumpeng dan benda pusaka dalam iringan kirab. Di Solo terdapat hewan khas Kebo Bule yagn diikutsertakan dalam perayaan satu Suro. Kebo Bule ini dianggap keramat oleh masyarakat setempat.

Mereka merayakan atas berkah yang telah mereka dapatkan dan mereka mengharapkan untuk menangkal marabahaya.

Kembali kepada ritual di Gereja Santo Petrus, dimulai pada pukul 18.00 WIB, diawali dengan arak-arakan punakawan yaitu semar, petruk gareng, lesmana, mereka menari-nari dan dikuti oleh Romo dan pengurus dan panitia memasuki Gereja St. Petrus dengan gending (alunan) Jawa yang sangat merdul.

www.sesawi.net
www.sesawi.net
Di depan mimbar, para punakawan itu menampilkan dagelan dalam bahasa jawa yang tentu saja dipahami oleh umat . Para umat yang berasal dan tinggal di Pekalongan itu berbahasa Jawa dalam kehidupan sehari-harinya.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun