Mohon tunggu...
Fitri.y Yeye
Fitri.y Yeye Mohon Tunggu... Administrasi - otw penulis profesional

Wanita biasa.\r\nPenulis Novel Satu Cinta Dua Agama & Rahasia Hati

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

17 Tahun Sudah/Pernah Menikah sebagai Syarat Memilih, Masihkah Relevan?

15 November 2019   17:05 Diperbarui: 15 November 2019   17:07 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Lama tidak menulis di sini, rindu menyapa semua yang ada di sini. Mencoba menuangkan sedikit pemikiran. Mari kita diskusikan.

Masih hangat pelaksanaan pemilu serentak 2019 menyisakan banyak pembelajaran bagi bangsa Indonesia. Saat pilpres dan pemillu legislatif selesai digelar, sisa-sisa panas suhu politik perlahan mereda. Satu-persatu semua kembali fokus pada bidangnya masing-masing. Bagi kami penyelenggara pemilu, semua proses penyelenggaraan pemilu 2019 adalah sebuah pengalaman luar biasa, pemilu serentak pertama yang diadakan Negara Indonesia menjadi sejarah baru dalam proses pendewasaan demokrasi kita.

Bisa terlibat sebagai penyelenggara dan menjadi bagian di dalamnya adalah sebuah pengalaman berharga. Dengan segala kompleksitas persoalan yang terjadi, butuh hati yang lapang, butuh kemampuan menata emosi, dan butuh keterampilan memilah persolan-persoalan yang muncul di tengah beban kerja yang dipikul dan isu-isu miring yang datang bertubi-tubi.

Meski pemilu selesai, tahapan evaluasi masih terus berjalan, di internal maupun di eksternal lembaga KPU sendiri masih terus dikaji hal-hal apa saja yang perlu dipertahankan, dan jadi perbaikan untuk ke depan yang lebih baik. Banyak orang masih berbincang-bincang soal kesuksesan dan juga 

kelemahan penyelenggaraan pemilu serentak 2019 lalu. Setidaknya ini menjadikan kita semakin mapan dalam berdemokrasi. Evaluasi yang dilakukan tentulah harus menyeluruh, dari semua aspek. Tidak hanya bagaimana KPU bekerja, tetapi juga system pemilu yang digunakan serta perbaikan regulasi yang semestinya juga harus jadi perhatian khusus para pembuat aturan.

Di balik itu semua, KPU juga sedang menjalankan tahapan pemilihan kepala daerah. 270 Kabupaten kota akan menggelar pilkada serentak di tahun 2020 ini, dengan rincian 9 Provinsi, 224 Kabupaten serta 37 kota di Indonesia.Waktu pemungutan suara juga sudah ditentukan yaitu tanggal 23 September 2020. Tahapan sudah dimulai sejak September lalu, Peraturan KPU (PKPU) No.15 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur, dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil WalikotaTh 2020 sudah dikeluarkan. Tahapan berikutnya yang dalam waktu dekat dilaksanakan adalah penyerahan syarat dukungan pasangan calon perseorangan. Bulan Januari masuk pada tahapan pembentukan tenaga adhock, PPK dan PPS di Kabupaten/Kota. Serta bulan Maret sudah mulai masuk pemutakhiran Data pemilih.

 Meski tahapan pilkada sudah berjalan, aturan hukum tentang pemilihan kepala daerah ini masih "berantakan" saat ini kita menggunakan Undang-Undang no 10 th 2016 yang merupakan perubahan kedua atas undang-undang no 1 tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 1 tahun 2014 pemilihan gubernur, bupati dan walikota menjadi undang-undang. Perubahan pertama yaitu ada pada Undang-Undang no 8 Th 2015.

Meski telah mengalami dua kali perubahan, ternyata undang-undang pilkada juga belum menata dengan baik aturan pilkada serentak 2020 ini. Ada poin-poin yang mesti dikaji ulang lagi demi terwujudnya sebuah pemilu yang berintegritas dari aturan undang-undang yang dibuat. Beberapa pasal sedang dilakukan Judisial Revew untuk menyempurnakan beberapa hal yang tidak diatur. Salah satunya adalah persyaratan menjadi pemilih.

Sama seperti aturan dalam undang-undang pemilu yaitu undang-undang no 7 th 2017. Undang-undang pilkada (UU no 8 th 2015) pasal 1 angka (6) tentang Pemilih, dimana pemilih adalah penduduk yang berusia paling rendah 17 tahun atau sudah/pernah kawin yang terdaftar dalam pemilihan. Dalam Undang-Undang tentang pemilihan kepala daerah (dalam satu naskah) ini dimuat pada pasal 56 persyaratan menjadi pemilih adalah adalah Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara sudah berusia 17 th (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah kawin memiliki hak pilih.

Karena usia 17 tahun dianggap usia yang cukup matang untuk mengambil sebuah keputusan. Sehingga undang-undang mengatur usia 17 tahun dapat diberikan hak pilih dalam pemilu. Namun dari bunyi pasal di atas ada dua parameter sebenarnya warga Negara yang bisa menggunakan hak pilihnya. Pertama usia 17th, kedua di bawah 17 tahun dengan syarat sudah /pernah menikah. Ini menjadi pertanyaan pavorit saat kami melakukan sosialisasi kelapangan. Karena ada dua hal yang bertolak belakang dari pasal ini.

Berkaca dari pengalaman pada pemilu 2019 lalu, pada undang-undang pemilu yang juga mengatur hal yang sama. Ternyata ini menyebabkan Daftar Pemilih menjadi salah satu alasan disorot. Ternyata dalam DPT ditemukan ada pemilih dibawah umur (kurang dari 17 th). Kepercayaan publik kepada KPU menjadi dipertanyakan, validitas daftar pemilih kita diragukan. Orang-orang lupa bahwa dalam aturan diperbolehkan menjadi pemilih di bawah usia 17 tahun apabila mereka sudah atau pernah menikah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun