Mohon tunggu...
A. Dahri
A. Dahri Mohon Tunggu... Penulis - Santri

Alumni Sekolah Kemanusiaan dan Kebudayaan Ahmad Syafii Maarif (SKK ASM) ke-4 di Solo

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kanjeng Nabi Muhammad, Manusia yang Manusiawi

30 Oktober 2020   19:12 Diperbarui: 30 Oktober 2020   19:20 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
commonc.wikimedia (User: AsceticRose)

"Kalau ia tersenyum rembulan pun terlihat malu menyilaukan sinarnya,
Pun bintang gumintang yang berserakan, ia lulut oleh derap syahdu perkataannya,
Wahai kekasih, rengkuh dan peluklah kami di hari nanti, di kehidupan yang abadi. "

Sepertinya tiada kalimat yang mampu mengurai cinta dan bentuk rasa sayang kepada kanjeng Nabi. Ungkapan dan rasa cinta yang besar dari kanjeng Nabi lebih besar daripada puisi dan syair yang kita gubah untuknya.

Siapa yang tidak berharap berjumpa dengannya, bahkan tak jarang mereka-reka bagaimana wajah dan postur kanjeng Nabi. Jika akhirnya berupa imaji pun begitu tiada kita mampu membenarkan ataupun menyalahkannya. 

Maulid Kanjeng Nabi, Maulid Kanjeng Rosul dan Maulid Muhammad adalah proses di mana manusia mengenal posisi dan tugasnya. Tuhan tidak akan menciptakan sesuatu, pun proses tanpa ada manfaat di sana. 

Kanjeng Nabi ketika kecil dalam kondisi yatim dan piatu, kita mafhum bagaimana ceritanya. Tetapi apa yang kemudian dapat kita pelajari dari pengembalaan dan jualan kainnya? Atau bagaimana proses beliau menghadapi kondisi yang berbeda dengan kondisi kehidupan bocah pun remaja lainnya. 

Kanjeng Nabi dewasa sudah mampu berdikari dan mengatur keluar masuknya modal dan keuntungan dari jual beli kain, sampai akhirnya memutuskan untuk menikah dengan kolega bisnisnya yaitu Siti Khadijah, pun terpaut umur yang sangat panjang dengannya. 

Keputusan-keputusan yang demikian beresiko tentu dipikir dan direnungkan sedemikian rupa. Tidakkah kita sebagai ummatnya juga melakukan hal yang sama. Agar setiap hal yang kita lakukan juga bernilai pengabdian kepada Tuhan. 

Kanjeng Nabi memiliki rasa yang sama dengan manusia pada umumnya, tetapi juga lebih dalam dan lebih jauh daripada umumnya manusia. Ia adalah manusia yang sotya, yang memutiara, yang jernih hati dan pikirannya, yang hanya bersimpuh kepada Tuhan, tanpa resah atas takdir dan nasibnya. 

Kanjeng Nabi adalah bentuk atas kemanusiaan itu sendiri. Kanjeng Nabi adalah proses memanusiakan manusia itu sendiri. Kita sudah mafhum ketika nabi dilempar kotoran, ketika nabi dirundung batu ketika ke Thaif (Madinah hari ini), pun rela memaafkan siapa saja yang pernah berbuat buruk bahkan menodongkan pedang kepadanya. 

Tentu Kanjeng Nabi tetap manusia, tetapi ia adalah manusia yang manusia, manusia yang tiada lupa bersyukur atas anugerahNya. Ia dijamin surga tapi ia tetap mengabdi kepadaNya. Karena bukan surga utamanya, melainkan bersama ummatnya, bahkan ia rela menunggu di gerbang kehidupan abadi dan menyuapi air setiap ummatnya yang masuk dengan tangan terbuka. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun