Mohon tunggu...
A. Dahri
A. Dahri Mohon Tunggu... Penulis - Santri

Alumni Sekolah Kemanusiaan dan Kebudayaan Ahmad Syafii Maarif (SKK ASM) ke-4 di Solo

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hati Wanita, Siapa yang Tahu?

23 Oktober 2020   10:51 Diperbarui: 23 Oktober 2020   11:08 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
behance.net/aykutmaykut

Hari ini saya ingin bercerita tentang seorang wanita tangguh dan bijaksana. Nas redaksinya adalah al-Rijalu qawwamuna 'ala al-Nisa'. Di mana pria memiliki tanggung jawab atas wanitanya.

Tetapi wanita juga memiliki ruang untuk melakukan pun membantu proses tanggung jawab sang pria. Menjaga haknya misalnya, atau menjaga kodrat dan posisinya sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya.

Hal itu adalah bagian saling melengkapi satu sama lain. Tidak hanya itu bahwa wanita adalah gambaran dari ibu kita justru menjadi penguat atas ruang sadar bagi pria atau suami.

Karena tidak akan lahir seorang penerus tanpa adanya seorang wanita atau ibu. Ibu dalam sebuah pesan Rasul, disebutkan selama tiga kali lalu bapak. Dengan kata lain ada rasa hormat yang luar biasa kepada seorang ibu, pun wanita.

Wanita yang saya temui ini adalah wanita tangguh yang hemat saya ia adalah bentuk perlawanan atas kesembronoan dan sikap semena-menanya pria atau suami.

Dalam hal ini saya tidak sebut nama, tetapi saya akan berusaha menggambarkan wanita tersebut. Ia cantik, layaknya wanita pada umumnya. Ia juga berkeluarga, mapan secara sosial pun finansial. Ia mandiri, jelas. Ketika kita ketemu dengannya pasti ia adalah simbol kemandirian itu. Ia juga mengajar, pun untuk anak-anaknya.

Tetapi di mana masalahnya? Masalahnya adalah pada ruang sadar. Si prianya atau suaminya jarang berada di sampingnya. Kesibukan di sana sini. Bahkan jarang pulang juga. Agaknya pekerjaannya mengharuskan ia untuk lebih kerap dengan kolega ketimbang dengan keluarga. Tetapi tanggung jawabnya tiada lepas. Ia masih menafkahi baik dhahir maupun bathin.

Berbagi tugas tentu ia, tetapi layaknya wanita lain, ia juga ingin mendapatkan kasih sayang lebih. Bahkan tak sudi ketika harus berbagi. Hal ini tentu umum.

Dapat dipastikan bahwa ketika jarang bergumul dengan keluarga pasti mengalami prasangka-prasangka yang purwarupa.

Tetapi tidak bagi wanita ini. Ia justru menyandarkan prasangka itu kepada Tuhan dan alam. Ia mempercayai sepenuhnya proses itu. 

Karena proses tiada menyelingkuhi hasil katanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun