LEBIH dari 10 tahun lalu, saya pernah menjalani pekerjaan sebagai pengajar di sebuah universitas swasta. Sebuah karier yang tak saya lanjutkan tetapi saya syukuri sudah pernah jajal.
Selama mengajar para mahasiswa di sana, saya merasakan adanya sebuah fenomena yang cukup memprihatinkan. Sebagian besar mahasiswa yang saya ajar memiliki semangat belajar yang sangat rendah. Seolah saya sedang mendorong sebuah mobil yang mogok karena kehabisan bensin dan suku cadangnya rusak, capek!
Namun, saya akui ada juga sebagian kecil yang menunjukkan semangat belajar dan kuliah yang tidak bisa dianggap remeh.Â
Mereka tampak sudah memiliki 'bara' itu dalam diri mereka yang bahkan tak harus susah-susah saya nyalakan setiap hari. Mereka sudah memiliki motivasi sejak sebelum kuliah.
Usut punya usut, ternyata memang mereka yang bersemangat belajar rendah ini mengikuti kuliah cuma untuk menyenangkan orang tua yang sudah membiayai kuliah mereka. Sebagian lain kuliah di jurusan ini juga karena menurut mereka pasti 'laku di pasar'.
Sementara itu, anak-anak yang saya saksikan bersemangat adalah mereka yang sangat sadar akan pilihan mereka. Dengan kata lain, mereka memilih untuk masuk dan duduk di depan saya karena mereka memang menyukainya. Tidak ada paksaan berlebihan.
Pikiran Bawah Sadarmu, Penuntunmu
Di sebuah mata kuliah yang saya pelajari di saat kuliah, saya pernah mempelajari teori Psikoanalisis yang dirintis oleh Sigmund Freud.Â
Ia menggagas banyak pemikiran baru yang saat awal abad ke-20 hanyalah belantara yang tak bisa dipetakan bahkan oleh para ilmuwan hebat di masanya.
Salah satu pemikiran pria berdarah Yahudi yang tinggal di Austria itu adalah bahwa manusia menjalani hidup yang sebetulnya sangat dipengaruhi oleh pikiran bawah sadarnya.Â