Mohon tunggu...
Akhlis Purnomo
Akhlis Purnomo Mohon Tunggu... Penulis - Copywriter, editor, guru yoga

Suka kata-kata lebih dari angka, kecuali yang di saldo saya. Twitter: @akhliswrites

Selanjutnya

Tutup

Gadget Artikel Utama

Kecerdasan Buatan (AI) dan Masa Depan Profesi Penulis

20 Maret 2021   20:38 Diperbarui: 24 Maret 2021   13:23 1876
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Akankah penulis terganti oleh AI? (Foto: AmirMohammadi1 di Wikimedia Commons)

AI kemudian mengolahnya sebagai konten dan menyajikan sebagai hard news alias berita-berita soal kejadian dan peristiwa terkini yang biasanya fokus memuat 5W dan 1H yang diwajibkan dalam semua produk jurnalistik. Jadi AI juga bisa menggantikan peran reporter yang dahulu harus mondar-mandir mengejar berita.

Apa yang Bisa Para Penulis Lakukan untuk Bertahan?

Dulu saya pernah mendengar ada istilah "churnalist", yang merujuk pada jurnalis yang bekerja cuma untuk menyalin tempel (copy and paste) materi-materi rilis pers secara mentah-mentah, tanpa diubah. Istilah ini digagas jurnalis Inggris Nick Davies yang ingin menggambarkan para jurnalis yang gagal memenuhi tuntutan profesi mereka di era digital.

Jurnalis dikejar dengan target berita harian sampai mereka tak sanggup berpikir dan cuma mencari berita lalu mengunggahnya dari sumber secara apa adanya, tanpa mengutip pernyataan pakar atau menggunakan prinsip berimbang agar berita menjadi lebih seimbang dan terhindar dari bias.

Sebenarnya kita bisa melakukan pengubahan sudut pandang dalam berpikir (reframing) untuk menghadapi perubahan lansekap dunia menulis dan jurnalisme yang diserbu AI. Pengubahan tersebut ialah dengan tidak menjadi churnalist seperti di atas. Penulis yang bisanya cuma menyalin ulang atau menjiplak ide atau gagasan pemikir lain. Penulis di era AI nantinya haruslah seseorang yang berbeda dari churnalist alias penulis modal 'copas' demi mengejar pageviews. 

Pertama, kita sebagai penulis harus berani berpikir dan berpendapat. Karena kalau kita cuma berani menulis dengan menyalin opini orang atau cuma menyampaikan fakta semata tanpa ada pola pikir kritis dan daya analisis yang baik, tulisan kita akan hambar dan mirip hasil tulisan AI yang 'kering'.

Kedua,  kita bisa menganggap AI sebagai alat bantu, bukan musuh bebuyutan. Artikel-artikel yang ditulis AI sebenarnya kita bisa gunakan sebagai bahan dasar tulisan kita lalu menambahinya dengan pemikiran dan pendapat orisinal kita sendiri. Jadi, berikanlah sentuhan manusia pada artikel AI itu agar bisa lebih enak dibaca dan isi tulisan itu lebih kaya serta bernas.

Saya sendiri sebagai penulis optimis bahwa AI bisa kita jadikan sekutu dalam menghasilkan karya yang lebih berkualitas dengan cara yang lebih efisien, hemat waktu, dan hemat pikiran. Kita bisa berfokus pada pekerjaan yang lebih penting dan bermakna daripada cuma mengumpulkan fakta. (*/ Twitter: @AkhlisWrites)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun