Mohon tunggu...
Akhlis Purnomo
Akhlis Purnomo Mohon Tunggu... Penulis - Copywriter, editor, guru yoga

Suka kata-kata lebih dari angka, kecuali yang di saldo saya. Twitter: @akhliswrites

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Lima Ritual Menulis Malcolm Gladwell yang Tak Banyak Orang Tahu

8 Maret 2018   17:01 Diperbarui: 8 Maret 2018   23:33 827
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: soundstudiesblog.com

Nama besar Malcolm Gladweltentunya tidak hanya bergaung di tanah kelahirannya di Kanada sana, tetapi juga sampai di Amerika Serikat dan di Indonesia sini. Buku-bukunya - sebut saja "Outliers", "Tipping Point" dan "David and Goliath"- yang beraliran nonfiksi itu amat bermutu, ditulis untuk menerangkan sejumlah fenomen menarik dalam kehidupan nyata dengan gaya jurnalisme yang bertutur layaknya storytelling.

Bedanya cerita itu semua disajikan dengan berdasarkan pada data dan fakta yang diriset secara tekun, disajikan dengan baik dan manis. Jauh dari kesan membosankan (kecuali memang Anda bukan pembaca tipe buku nonfiksi seperti ini). Nama gaya menulis seperti ini bahkan sudah dijadikan genre tersendiri. Namanya Gladwellian genre.

Seperti penulis kaliber dunia lain, Gladwel juga memiliki ciri khas eksentriknya. Rambutnya yang keriting dan dibiarkan membubung tinggi seperti Ahmad Albar atau Edi Harapan Jaya cuma salah satunya. 

Berikut ialah 5 'ritual' menulis mantan jurnalis The New York Times ini  yang saya dapatkan dengan penelitian kecil-kecilan setelah mendengar beberapa podcast-nya. Selamat menyimak.

MAKAN SECUKUPNYA 

Hal pertama yang unik dari penulis ini ialah kebiasaannya di pagi hari sebelum menulis untuk tidak makan sampai kenyang sekali. Ia bahkan mengaku hanya makan sepertiga croissant (roti berbentuk sabit, yang asalnya dari  Prancis)sebelum beraktivitas. Tidak ada alasan khusus. Ia hanya berpendapat bahwa seseorang tidak seharusnya makan sampai kenyang sekali di pagi hari. Dan memang ia ada benarnya. Kalau Anda pikir lagi, kekenyangan di pagi hari setelah makan dengan menu berat biasanya membuat orang cenderung statis dan lemah dalam berpikir. 

Apalagi kalau pekerjaan itu tidak membuat kita banyak bergerak seperti menulis di kursi (kecuali yang menulis dengan berdiri di standing desk), makan banyak (apalagi makanan yang tinggi karbohidrat dan lemak) akan membuat jauh lebih susah berpikir. 

Akhirnya diperlukan zat stimulan bernama kafein agar tetap melek dan tidak mengantuk. Padahal dengan membatasi porsi makan saja sebetulnya kita tidak akan mudah mengantuk di pagi hari saat harus mulai bekerja. Cukup banyak bergerak agar peredaran darah lancar dan makan secukupnya (terutama bahan makanan yang segar dan bergizi) akan membuat otak siap bekerja keras menuangkan ide di layar laptop.

BANYAK BERPIKIR TENTANG MENULIS SEBELUM MENULIS

Mungkin Anda menggumam,"Ya ini juga sudah jelas lah!" Menulis memang aktivitas yang menguras tenaga otak. Tetapi yang dimaksud di sini ialah bagaimana sebagai penulis kita tidak asal menulis. Menulis tanpa perencanaan yang matang sebelumnya ialah suatu kekeliruan. 

"Menulis buku sebenarnya 20% menulis dan 80% pengaturan gagasan. Untuk setiap satu jam menulis, saya menghabiskan 3 jam hanya untuk memikirkan tentang apa yang akan saya tulis," terang pria kurus yang dulunya juara olahraga lari itu. Dengan kata lain, Gladwel sudah berpikir keras soal apa yang akan ia tulis sebelum ia menuangkannya dalam bentuk tulisan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun