Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

A Thousand Miles Away #8 Kesurupan Dulu, Narinya Kemudian!

30 Oktober 2021   11:46 Diperbarui: 19 Januari 2022   00:44 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

http://dpad.jogjaprov.go.id/coe/article/tari-sintren-437

Pernah sekali waktu datang rombongan para penari sintren ini ke depan rumah nenek di gandrung mangu. Aku tak ingat dengan pasti bagaimana awal mulanya aku menjadi begitu penakut dengan jenis tari ini. Bisa jadi karena hampir setiap kali aku dijejali dengan kisah yang tak masuk akal termasuk semuanya yang berbau hantu, akibatnya aku menjadi trauma setiap kali mendengar bunyi-bunyian yang menandai para penari sedang melintas di depan rumah ke tempat pementasan.

Kabarnya para penari memang akan kerasukan, dan berlaku seolah-olah menjadi kuat dan bertingkah aneh. semuanya serba misterius dan tak masuk akal. Aku pernah memaksa diri melihat karena diliputi rasa penasaran yang meluap, para penari  cantik, akan dimasukan kedalam sebuah kurungan ayam bertutup kain berwarna merah atau kuning, atau bahkan hitam,  kemudian seorang tua membacakan sesuatu mungkin mantra yang konon katanya untuk memanggil arwah,  menurut temanku siapapun yang berjantung lemah dan pikirannya kosong bisa jadi menjadi tempat singgah arwah yang seharusnya masuk ke tubuh penari bisa malah masuk ke tubuh orang lemah tadi, inilah yang kutakutkan. Karena aku merasa lemah hati dengan segala hal terkait hantu makanya aku pikir bisa saja ada arwah iseng masuk ke tubuhku maka bukan para penari yang kesurupan bisa jadi malah aku. membayangkan saja takut, makanya aku tak pernah mendekat kecuali sekali itu.

Begitu kurungan ayam bertutup kain merah itu dibuka, maka tiba-tiba saja para penari dengan mata yang tak terkendali mulai memutar, menari tidak beraturan. Bahkan jika kita memukulnya dengan cemeti mereka biasa saja, malah makin menjadi tariannya, makin aneh gerakan, musik juga makin cepat. Kelihatannya para arwah itu menyukai betul musik jenis itu. Dan ketika aku kemudian kembali ke Kebumen aku sadari aku menjadi pribadi yang begitu shock setiap kali mendengar bunyi-bunyian tetabuhan yang mirip dengan musik pengiring sintren tadi.

Aneh juga kupikir, tapi begitulah. Para penari sintren mengenakan busana berwarna merah, biru atau hijau menyala atau hitam, aku paling benci melihatnya karena belum apa-apa sudah menunjukkan niat bahwa pertunjukkan ini memang mistis adanya. Hal lain yang bisa kuingat dari sintren adalah lucu juga para penari yang cantik mau menarikan jenis tarian yang harus melibatkan arwah orang mati segala. Padahal banyak jenis tarian yang lebih anggun yang bisa dilakukan. Bisa jadi karena memang sudah begitu kenyataannya, barangkali juga memang dengan cara itu satu-satunya yang bisa menghasilkan banyak uang, karena bisa memancing rasa penasaran banyak orang.

Dan pertunjukkan paling fantastis adalah ketika gadis-gadis belia cantik tadi mulai bermain api, memakan pecahan kaca, mengupas kelapa dengan gigi dan kebal dengan berbagai senjata, aku melihatnya hampir seperti Debus, hanya saja ini lebih mistis, karena membawa-bawa nama jin, setan dan arwah.

Ketika itu aku masih belum sekolah, aku masih tinggal dengan nenekku di Gandrung Mangu. Adikku sesekali akan menemuiku di hari libur atau dalam sebulan beberapa kali akan diantar untuk bertemu denganku. Aku menjadi terbiasa dengan suasana di kampung, termasuk dengan jenis kesnian yang aneh tadi. Aku pernah begitu takut, sehingga setiap kali sintren datang aku akan sembunyi dengan cepat, tapi lama-lama aku pikir karena sembunyi sendirian, jangan-jangan arwahnya mungkin akan main denganku tidak dengan orang lain di keramaian. 

Malamnya aku tetap tak bisa lupa dan berpikir arwah itu masih tinggal disekeliling rumah, dihalaman, terutama di tempat sintren tadi dipertunjukkan. hasilnya aku mengurung diri di rumah sampai anak-anak mengaji datang dan kami mengobrol ramai-ramai, sambil sesekali menjahili aku setiap kali aku mendesak untuk duduk di bagian tengah diantara anak-anak mengaji. Mereka akan berhamburan dan kemudian berebut menempati kursi semula dan posisi aku jadi tidak jelas mau duduk dimana karena sudah dipenuhi oleh mereka, setiap kali aku mendesak duduk di bagian tengah, setiap kali mereka akan berhamburan, begitu seterusnya. Barulah ketika aku mulai merengek dan menangis  mereka ketakutan, apalagi nenek sudah mulai turun tangan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun