Mohon tunggu...
Wulan RahmahFadhilah
Wulan RahmahFadhilah Mohon Tunggu... Lainnya - Student

Wulan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Eksistensi RUU Minuman Beralkohol

2 Desember 2020   09:44 Diperbarui: 2 Desember 2020   09:56 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Oleh: Wulan Rahmah Fadhilah, Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang

Politik hukum pengaturan minuman beralkohol selama ini, telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan maupun peraturan pemerintah,namun banyak saya jumpai dalam peraturan daerah mengenai pembatasan serta larangan beredarnya minol didalam suatu daerah tertentu, hal ini berdasarkan tataran implementasi dari Perda tersebut menunjukkan bahwa kepolisian dalam penegakan hukum lebih sering menggunakan Perda maupun UU sektoral yang mempunyai relevansi dengan tindak pidana yang timbul sebagai akibat dari minuman beralkohol.

Rabu, 11 November lalu telah diusulkan Rancangan Undang-undang Larang Minuman beralkohol oleh 21  anggota DPR RI yang terdiri dari fraksi PPP, PKS serta Gerindra secara spesifik. Tentunya peraturan ini dibuat bukan semena-mena melarang dan menghentikan penghasilan ekonomi dari segi pendapat oleh minol, akan tetapi menurut sudut pandang saya terdapat banyak dampak yang timbul selama ini akibat produksi, beredarnya hinggga mengkonsumsi minol terutama pada golongan B, golongan C ataupaun campuran yang memabukkan.

Jika melihat dari satu sisi pendapatan individu serta negara maka sebagian besar masyarakat serta pelaku usaha akan kontra terhadap RUU tersebut. Maka dari itu mari kita analisis secara umum dari berbagai dampak yang akan ditimbulkan oleh RUU Minol.

Dampak Yuridis, pelaku kriminalitas tentunya berkurang sehingga angka kejahatan kriminal akan menurun karena dengan kondisi mabuk maka seseorang akan berbuat kriminal diluar sadar sehingga KUH Pidana tidak diperuntukan sebagai hukuman untuk pelakunya karena syarat dari melakukan perbuatan hukum adalah dalam keadaan sadar , hal ini tentunya membawa dampak positif yang ditimbulkan RUU ini terhadap pelaku karena tidak akan menambah pasien rehabilitasi.

Dampak sosial, tidak sedikit orang yang terbiasa dengan adanya minol disekitarnya sehinggga jika tidak ada edaran minol di lingkungan maka golongan orang-orang tersebut akan merasa nyaman, terutama terhadap anak-anak yang memang tidak diperuntukkan untuk mengenalkan, bahkan melihat benda tersebut.

Dampak kesehatan, tidak hanya memberikan efek mabuk, akan tetapi alkohol yang masuk kedalam tubuh akan dimetabolisme oleh hati sehingga bisa memicu penyakit liver, infeksi hepatitis serta menyebabkan reseptor otak dan neurotransmiter lalu mengganggu fungsi kognitif, suasana hati, emosi dan reaksi pada berbagai tingkatan.

Dampak ekonomi, beban keuangan disini dilihat dari berbagai masyarakat serta lembaga eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Dampak negatif yang akan dialami pelaku usaha minuman beralkohol adalah berkurangnya pendapatan mereka serta hilang pula usahanya, namun dampak negatif juga akan dirasakan oleh sumber pajak negara (bea cukai) yang disebabkan oleh minuman beralkohol. 

Pada tahun 2019 terhitung  Rp. 7,3 triliun dari sumbangan pajak beacukai minol yang diberikan kepada negara, angka tersebut memang bukan sedikit namun berdasarkan data yang saya dapatkan, negara mengeluarkan uang 2 kali lipat dari pajak yang diberikan minol untuk biaya rehabilitasi, sehingga RUU ini membawa dampak positif untuk ekonomi makro terutama terhadap APBN.

Aturan dalam sistem demokrasi menjadi pengatur kehidupan warga negara sehingga akal dan pertimbangan materialistis lah yang harus menjadi pertimbangan utama saat akan menetapkan regulasi, tentunya mereka sadar bahwa ususlan ini akan menuai kontroversi dari berbagai pihak,  para pengusung RUU ini berusaha mengakomodir pihak-pihak yang tidak akan mengizinkan UU ini diketok palu.

Hal yang perlu diketahui yaitu terdapat pada pasal 8 angka 2 bab III yang mengizinkan alkohol masih bisa dikonsumsi tanpa sangsi pidana apabila mereka meminumnya untuk ritual adat, ditempat wisata atau untuk kepentingan farmasi. Inilah regulasi setengah hati para pengusul tidak mampu mengelak pendapatan negara yang didapatkan oleh pendapatan ini sehingga dari dampak yang timbul, negara tetap mendapatkan pajak dan tidak mengeluarkan APBN untuk rehabilitasi. Tentunya akan memicu regulasi tumpang tindih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun