Desa Kadur terletak di Kecamatan Rupat Utara, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Sebagaimana pedesaan, Desa Kadur memiliki karakteristik masyarakat dengan solidaritas sosial yang kuat, keasrian alam, dan masih belum tersentuh kebudayaan arus utama sehingga kental dengan lokalitas. Letaknya yang terpencil dan berbatasan dengan Selat Malaka, Desa Kadur memiliki potensi di sektor wisata kreatif yang mengutamakan partisipasi masyarakat dan pengalaman pedesaan.Â
Secara geografis, Desa Kadur merupakan salah satu desa pesisir dengan panorama perkebunan yang hampir menutupi sebagian besar lahan desa. Kondisi sosial Desa Kadur juga masih kental dengan lokalitas kultur melayu dan hubungan sosial yang erat. Rumah-rumah penduduk di desa ini umumnya masih mempertahankan bentuk bangunan tradisional berbahan kayu, berada di atas lahan yang cukup luas, dan dikelilingi oleh tanaman produktif seperti pohon kelapa, kedondong, dan durian. Menariknya, sebagian besar rumah hanya dihuni oleh dua hingga tiga orang saja, sehingga suasananya tampak sederhana.Â
Saat ini, Desa Kadur masih belum memiliki infrastruktur pariwisata yang memadai. Namun terdapat beberapa potensi desa yang dapat dikembangkan menjadi sebuah daya tarik wisata. Salah satunya adalah kerajinan tangan. Masyarakat Desa Kadur memiliki kegiatan yang masih dilestarikan sejak jaman dahulu, yakni keterampilan membuat anyaman tikar dari daun pandan. Sayangnya, selama ini pengrajin anyaman tikar hanya menganyam ketika terdapat pesanan yang masuk dan bukan menjadi penghasilan utama. Sebagian besar mata pencaharian utama masyarakat Desa Kadur adalah mengurus perkebunan, hal ini membuat kebun dan masyarakat memiliki hubungan timbal balik yang kuat.Â
Melihat hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa Desa Kadur sudah memiliki beberapa potensi wisata berbasis masyarakat yang dapat dikembangkan. Kerajinan anyaman tikar misalnya, tidak hanya dipamerkan atau dijual sebagai produk jadi saja, tetapi juga dapat ditawarkan sebagai pengalaman interaktif bagi wisatawan. Selain itu, rumah-rumah yang besar namun dihuni oleh sedikit anggota keluarga dapat dimanfaatkan sebagai homestay, dimana wisatawan berkesempatan untuk tinggal bersama dengan warga dan merasakan langsung cara hidup masyarakat lokal. Sementara, hasil bumi yang melimpah dapat menjadi daya tarik aktivitas kuliner. Wisatawan tidak hanya menjadi konsumen bagi buah yang sudah siap, tetapi juga melakukan aktivitas memanen buah sebelum bisa dinikmati.
Tidak hanya itu, sektor perkebunan juga dapat dimanfaatkan menjadi aktivitas wisata. Wisatawan dapat memperoleh pengalaman menjadi pekerja kebun dengan belajar menoreh di kebun karet hingga memanen sawit. Aktivitas ini dapat menghadirkan pengalaman edukatif dan menyenangkan secara bersamaan.
Beragam komoditas lokal seperti durian, kelapa, kelubi, kedondong, umbut kelapa, dan umbut sawit berpotensi sebagai bagian dari wisata gastronomi. Wisatawan tidak hanya merasakan masakan matang saja, namun juga diajak untuk mengolah langsung hasil bumi tersebut menjadi masakan lokal. Selanjutnya, komoditas laut seperti ikan parang, ikan caru, dan udang tidak dapat diperoleh dengan hanya menunggu di pantai saja. Masyarakat dapat mengajak wisatawan untuk menjelajah metode tangkap tradisional, Â mengenal alat, teknik, dan mengolah hasil tangkapan menjadi hidangan. Tentu saja semua aktivitas ini harus mempertimbangkan resiko yang ada, sehingga perlu dilengkapi sistem keamanan yang baik untuk menjamin keselamatan dan kenyamanan wisatawan.Â
Sejauh ini, Desa Kadur merupakan desa yang belum terjamah industri pariwisata. Oleh karena itu, perlu adanya langkah pembangunan wisata yang disesuaikan dengan kapasitas dan kesanggupan masyarakat setempat. Beberapa tantangan yang akan dihadapi untuk mewujudkan pariwisata kreatif antara lain minimnya infrastruktur pendukung wisata, keterampilan masyarakat dalam hal manajerial wisata dan pelayanan terhadap wisatawan, rendahnya promosi, serta aksesibilitas.Â
Dengan berbagai proyeksi tersebut, Desa Kadur sudah memiliki bekal yang cukup kuat untuk membangun wisata berbasis masyarakat. Namun selain pengembangan fisik dan aktivitas, perlu juga adanya pengembangan sumber daya manusia. Dalam hal ini, pemerintah desa dapat berperan sebagai fasilitator dengan mengadakan pelatihan kerja di bidang pariwisata, khususnya yang menekankan pada kearifan lokal. Pelatihan ini mencakup pelayanan wisata, pengelolaan homestay, hospitality berbasis budaya lokal, hingga penyediaan fasilitas informasi. Sebagai regulator, pemerintah desa bisa menyasar ke pengembangan paket wisata tematik berbasis aktivitas keseharian masyarakat dan menjalin kolaborasi dengan pihak luar seperti NGO, komunitas kreatif, hingga akademisi.Â
Pariwisata berbasis masyarakat bisa menjadi alternatif wisata yang unik sekaligus memperkuat identitas lokal. Bagi wisatawan, hal ini menawarkan pengalaman melancong dengan cara yang otentik dari masyarakat. Selain itu, perekonomian desa juga perlahan akan tumbuh seiring dengan konsistensi desa mengembangkan sektor pariwisata. Lebih dari itu semua, pengembangan pariwisata berbasis masyarakat di Desa Kadur bisa menjembatani pengetahuan lintas budaya yang beragam di Indonesia.Â
Potensi wisata di Desa Kadur tidak boleh dipandang hanya sebagai peluang ekonomi saja. Jika tujuan pembangunan wisata hanya untuk mendatangkan wisatawan tanpa memperdulikan kapasitas sumber daya manusia, maka yang terjadi adalah tergesernya posisi warga sebagai tuan rumah. Dalam hal ini, keberlanjutan menjadi tantangan utama pembangunan.Â
Keberlanjutan dimulai dari mempertanyakan untuk siapa pembangunan ini dilakukan, siapa yang diuntungkan, dan siapa yang beresiko dirugikan? Pertanyaan-pertanyaan tersebut penting agar pariwisata benar-benar menjadi sektor kemandirian dan keadilan lokal. Untuk itu, masyarakat harus terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi program wisata.