Mohon tunggu...
Wiwin Lastahira
Wiwin Lastahira Mohon Tunggu... Ilmuwan - Mahasiswa

Hi, semoga tulisan-tulisan saya bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Parenting Orang Tua dalam Membangun Mental Anak

13 Juni 2022   20:00 Diperbarui: 14 Juni 2022   06:49 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Writer : Wiwin Lastahira

Hi! udah lama banget nggak nulis hal-hal receh. Minggu kemarin suatu pertemuan yang sama sekali tidak terduga. Bisa aja aku namain tulisan ini "surprise!" yah! Pertemuan yang aku dapat beberapa hari lalu, adalah hal yang aku dapatkan dari sebuah parenting.

Satu hal yang buat perspektif ku berubah, semenjak satu lemabaran buku dari judul "goals of life" itu, membuat kepalaku menggeleng heran tak percaya. Satu kalimat yang melekat dari ratusan paragraf yang aku baca kurang lebih seperti ini "dimana ada celah, disitu cahaya masuk", aku memaknai kalimat itu, sebagai suatu proses kita dalam merubah dan mengupgrade diri. Dan aku rasa tiap orang punya caranya sendiri untuk tumbuh. 

Nah, kebetulan sekali dua hari yang lalu aku tak sengaja mendengar tetangga yang memarahi anaknya. usut punya usut ternyata anaknya ini mendapat nilai di bawah 70 saat ujian. Cukup konyol, ah sial. Si anak masih duduk di kelas 5 SD. Menurutku tidak sewajarnya orang tua bertindak seperti itu. Berangkat dari kejadian itu,  hal yang berbeda sekali dengan tulisan-tulisan di media sosial saat beberapa orang tua sangat megidolakan sosok ibu Maudy Ayunda. Siapa yang tak kenal dengan sosok Maudy Ayunda yang sukses dalam dunia pendidikan. Salah satu kesuksesan dari parenting orang tua. Beberapa artikel sudah aku baca menceritakan tentang perjuangan Ibu Maudy mencari sekolah yang memiliki kurikulum nasional agar si anak bisa mendapat pendidikan sebaik mungkin sejak dini. Dengan keadaan ekonomi menengah ke atas ya tak  masalah. Lalu bagaimana dengan anak-anak yang berda di pelosok? apakah parenting tersebut layak? saat orang tua mencari sekolah dengan kelas internasional kepada anaknya tetapi dibatasi oleh keadaan ekonomi. 

mungkin saja anak sekelas Maudy ayunda tidak akan pernah merasakan betapa sulitnya belajar bahasa inggris di sekolah-sekolah biasa. Betapa sulit menghadapi orang tua saat mereka marah karena anak mendapat nilai buruk. Bukan sekolah yang disalahkan tetapi para orang tua yang saya resahkan dengan pola parenting yang tidak sepantasnya dan justru merusak mental si anak.

Dulu, saat kelas 2 SMP. Saat aku duduk dengan teman-teman kelas di meja bundar di bawah pohon mangga seusai pelajaran olahraga. seorang guru memanggil saya "Hei! kamu yang pakai baju olahraga!" begitu teriaknya. Aku langsung bangkit, karena memang aku sendiri yang memakai baju olahraga dan teman yang lain sudah mengganti baju. 

Tak lama, akhirnya Bu guru ini menyuruhku untuk membeli kue kocan di kantin dengan memberi selebaran uang pecahan 5000. Karena malu berjalan sendiri, akhirnya aku mengajak satu temanku. Jarak dari ruang guru ke kantin tak begitu jauh jadi tidak memakan waktu lama. Setelah membeli kue kocan pesanan bu guru tadi, aku meminta bantuan temanku ini untuk mengantarkan ke dalam ruangan. Aku tidak tahu percakapan apa yang terjadi antara temanku dan bu guru ini. Aku terkejut sekali saat namaku kembali diteriaki. Beliau meminta ku masuk ke ruangannya. di dalam sana sudah banyak anak-anak yang punya kasus disekolah sedang diintrogasi. Dan aku baru sadar bahwa ruangan itu adalah ruang BK atau ruang konseling. Dimana, kalau ada siswa yang bermasalah maka akan dipanggil ke ruangan itu. Tapi akuasih terkejut kenapa aku disiruh masuk ke sini. Tak lama akhirnya ibu itu bersuara dan membentakku dengan sangat keras. "Yang saya suruh membeli kue kocan itu siapa? kenapa kamu malah suruh orang lain? emangnya kamu siapa disini?" begitu teriaknya yang membuat seisi ruanga  tertuju padaku. Aku yamg hanya pasrah tanpa berkata-kata hanya bisa menunduk malu masih tak percaya dengan yang barusan terjadi. Aku sana sekali tidak menatap, setelah itu datanglah kepala sekolah. Beliau bertanya perihal kejadian yang terjadi. Bu guru menceritakan hal yang terjadi namun ditengah ucapannya  tak sengaja ku potong karena menurutku yang diucapkannya tidak benar. padahal jelas-jelas yang membeli di kantin itu aku tapi beliau berkata bahwa aku tidak mau membeli dan menyuruh teman yang lain. benar-benar tidak bisa ku terima. Akhirnya beliau marah karena omongannya terpotong olehku. kepala sekolah juga ikutan marah dan membentakku anak yang bandel dan pembangkang. Bahkan, beliau berkata bahwa aku bukanlah anak baik yang selalu bolos kelas. Aku menangis dalam diam. Mengapa orang bisa berkata tanpa berpikir padahal guru itu diguguh dan ditiru. Aku belajar dengan sangat keras untuk bisa menjadi siswa yang dipandang baik. Bahkan di kelas pun selalu jadi juara kelas. Tapi hari itu, ucapan Kepala sekolah dan Bu guru di ruang BK membuat kepalaku mendesak san ingin pecah. sebelumnya aku tidak perna mendapat omelan seperti itu apalagi mengecapku sebagai siswa pembangkang. sama seklai tidak bisa ku terima. Ingatan ini membuatku tersadar akan kesehatan mental. 

setiap aku melihat anak yang diserang dengan kalimat-kalimat tidak baik aku selalu teringat kejadian itu. Mental adalah hal yang paling sensitif. Dan yang paling berpegaruh terharap mental adalah lingkungan sekitar. jadi, jangan salah bila mental orang kaya itu sangat berbeda dengan mental orang miskin karena perbedaanya sangat jauh sekali.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun