Mohon tunggu...
Wiwin Zein
Wiwin Zein Mohon Tunggu... Freelancer - Wisdom Lover

Tinggal di Cianjur

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Etika "Orang Kecil" yang Luar Biasa

21 Februari 2020   16:42 Diperbarui: 21 Februari 2020   18:21 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Siang tadi penulis mampir ke salah satu Pom Bensin di daerah Cianjur untuk mengisi bahan bakar. Antrean cukup panjang. Setelah beberapa lama mengantri dan semakin dekat denga mesin pengisi bahan bakar, terlihat di depan ada sebuah jerigen plastik sedang diisi oleh pegawai Pom Bensin. Jerigen itu diperkirakan mampu memuat 35 liter bahan bakar jenis pertamax/pertalite.

Setelah jerigen penuh, dari arah samping muncul si empunya jerigen. Seorang lelaki setengah baya berperawakan agak gempal, dengan pakaian agak lusuh. Ia mengambil tutup jerigen itu dan menutupkan ke "mulut" jerigen yang sudah penuh.

Tanpa diduga, lelaki paruh baya itu berdiri menghadap ke arah orang-orang yang sedang mengantri. Ia merapatkan dua telapak tangannya di depan dadanya sembari sedikit membungkukkan badan seraya berkata dalam bahasa sunda, "Hapunten ka sadayana". Artinya kurang lebih, "Mohon maaf kepada semua". Mendengar itu penulis terhenyak, kaget. 

Ditilik dari fisiknya lelaki paruh baya itu bukan seorang yang memiliki kedudukan atau seorang yang berpendidikan. Nampaknya ia "hanya" seorang pedagang bensin eceran. Akan tetapi etikanya luar biasa. Kesalahan apa yang ia perbuat sehingga harus minta maaf ? Tidak ada. Tak ada satu pun kesalahan  yang ia perbuat. Ia mungkin minta maaf karena telah membeli bahan bakar satu jerigen yang membuat para pembeli lain menunggu beberapa menit. Itu jelas bukan kesalahan. Hal itu sesuatu yang lumrah di tempat jual beli.

Sang lelaki paruh baya adalah "orang kecil" tapi etikanya luar biasa. Ia berani minta maaf kepada yang lain atas perbuatan yang dilakukan padahal bukan merupakan suatu hal yang salah. Coba bandingkan dengan  beberapa pejabat negeri kita. Sungguh jauh seperti langit dan bumi.

Sewaktu beberapa pejabat negeri kita melakukan suatu kesalahan, bukannya minta maaf. Mereka malah "ngeles". Para pejabat lainnya pun bukannya mengingatkan tapi malah membantu mencari pembenaran. Dengan enteng mereka mengatakan bahwa kesalahan sang pejabat hanya  "slip of tongue". Lebih parah lagi mereka sibuk membuat argumentasi yang tidak logis untuk mempertahankan kesalahannya. Padahal bisa dipastikan bahwa para pejabat yang melakukan kesalahan itu merupakan kaum terpelajar yang  berpendidikan tinggi.

Ternyata kedudukan dan pendidikan tinggi tidak paralel dengan baik atau tidak baiknya etika seseorang. Seseorang yang berkedudukan dan pendidikan tinggi tidak serta merta memilikii etika yang baik. Sebaliknya seseorang yang dianggap "orang kecil" dan tidak terpelajar bisa jadi malah memiliki etika yang lebih baik dan memiliki budi yang luhur dibandingkan  "orang besar" yang memiliki kedudukan atau berpendidikan tinggi. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun