Mohon tunggu...
Wiwien Wintarto
Wiwien Wintarto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis serba ada

Penulis, sejauh ini telah menerbitkan 29 judul buku, 17 di antaranya adalah novel, terutama di PT Gramedia Pustaka Utama. Yang terbaru adalah novel Elang Menoreh: Perjalanan Purwa Kala (terbit 1 November 2018) terbitan Metamind, imprint fiksi dewasa PT Tiga Serangkai.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Terapi Otak untuk Latihan Menulis

30 November 2016   21:15 Diperbarui: 30 November 2016   21:25 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Bagaimana cara menulis agar menarik?”, “Gimana agar tokoh-tokoh kita kuat?”, “Bagaimana membuat tulisan kita unik?”

Pertanyaan-pertanyaan semacam itu kerap datang kepadaku, baik dalam kesempatan workshop menulis maupun dari teman-teman di media sosial. Sering pula kulihat muncul dialamatkan pada para penulis lain.

Namun menjawab pertanyaan soal teknik kepenulisan tak segampang menjawab pertanyaan semacam “Gimana caranya agar lukisan bisa nempel di dinding?”. Itu karena hasil akhir aktivitas menulis yang baik pasti datang dari suatu proses yang panjang. Jawaban yang cocok bisa saja jadi amat nggak nyambung dengan pertanyaannya.

Misal soal tulisan yang unik, jawabannya bisa saja malah “Karena sering ditinggal selingkuh tiap kali pacaran”. Dalam kaitan pengarang yang itu, gaya tulisan yang unik dan meledak-ledak lahir dari berbagai peristiwa saat ia merasakan pahitnya kehilangan. Dan bagi pengarang yang lain, jawabannya bisa berbeda-beda.

Pada dasarnya, gaya tulisan dan keahlian menyusun kata-kata untuk menjadi narasi dan dialog yang hidup adalah efek dari terapi otak. Seiring berjalannya hidup, otak merekam semua yang terjadi. Bagi seorang penulis, itu secara tak disadari membentuk gayanya menyusun kata dan kalimat lewat tulisan. Belajar teknik dan istilah-istilah ilmiah hanya membantu mengasah, tapi tak berperan dominan dalam peningkatan ilmu menulisnya.

Yang lebih membantu dalam porsi yang lebih besar justru jika kita melakukan terapi otak sendiri. Tak selalu berkaitan secara langsung dengan keahlian menulis, dan hasilnya tak langsung terasa dalam semalam, namun perlahan akan membantu kita fokus pada cara kita mengeluarkan (atau memanggil datang) kata, kalimat, serta ide. Ini mirip dengan fungsi latihan sprint 100 meter dan renang bagi pemain sepakbola.

Berdasarkan pengalaman pribadi, ada beberapa latihan praktis untuk membantu otak terbiasa berolah kata secara tertulis.

Terapi Otak Kanan

Sudah jadi pengetahuan umum bahwa otak kanan berkaitan dengan ide dan gagasan, sedang otak kiri soal rasio, logika, dan norma. Maka pekerjaan menulis adalah sepenuhnya kerja otak kanan. Otak kiri baru bermain saat proses karangan sampai pada soal aturan menulis dan teknik advance seperti soal plot, karakterisasi, latar, dan lain sebagainya.

Maka adalah sangat perlu membebaskan sementara otak kanan dari intervensi otak kiri, agar terbiasa memunculkan ide tanpa hambatan dan larangan berdasar norma dan aturan. Caranya adalah dengan memunculkan kata-kata atau gagasan tertentu secara merdeka. Sebut saja! Munculkan saja! Jangan ambil pusing sekalipun itu cabul, vulgar, melanggar agama, atau melanggar hukum.

Toh cuman buat diri sendiri, tidak untuk diteriakkan di pom bensin. Mengistirahatkan sementara otak kiri akan membuat kita terbiasa menelurkan ide secara lancar. Jika sudah jadi habit, ide dan kata-kata akan kerap muncul dengan sendirinya meski tidak dicari atau ditunggu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun