Mohon tunggu...
Wiwi Widiastuti
Wiwi Widiastuti Mohon Tunggu... Guru - Hijab Traveler

Penulis novel "Merajut Cinta di Atas Sajadah Jingga", antologi “Dekapan Hangat Ibunda”, antologi “Dermaga Hati”, antologi "Belajar dari COVID-19", antologi "Permata Khatulistiwa", antologi "Guru Takdir Terindah dalam Hidupku", beberapa judul puisi, cerpen, dan artikel. Saya senang membaca dan menulis puisi, novel, juga traveling.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Waspada Pencopet yang Berpura-Pura Muntah di Angkot dan Jangan Gunakan Tanggal Lahir Untuk PIN ATM

19 Februari 2023   23:17 Diperbarui: 20 Februari 2023   14:16 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Waspada Pencopet yang Berpura-Pura Muntah di Angkot dan Jangan Gunakan Tanggal Lahir  Untuk PIN ATM

Selasa tadi pagi sesampainya saya di sekolah, hampir semua ibu guru berkerumun di bangku pojok paling belakang. Setelah saya absen pagi dengan selfie melalui SiBemo, bergegas saya menghampiri kerumunan ibu-ibu guru dan menanyakan apa yang sedang terjadi. Ternyata, salah satu guru teman saya mengalami kejadian pencopetan di angkot 05.

Kejadiannya pada hari senin kemarin, tepatnya pada tanggal 31 Januari 2023. Saat itu teman saya sedang perjalanan pulang dari sekolah menuju rumahnya bersama putrinya yang sekolah di tempat kami mengabdi. Sebelumnya dia tidak merasa ada firasat apa-apa. Biasanya pulang sekolah dia bersama putrinya dijemput oleh suaminya. Namun karena ada suatu hal, suaminya tidak bisa menjemput. Maka dia putuskan untuk naik angkutan umum 05 tersebut, di samping itu karena dia pikir masih siang juga tidak dikejar waktu.

Sebelumnya teman saya bersama putrinya pergi ke ATM yang jaraknya tidak jauh dari sekolah, setelah dari ATM jalan kaki menuju angkot 03, turun di Balaikota. Dari Balaikota berjalanlah dia bersama putrinya menuju tempat pemberhentian angkot 05. Tak lama dia menunggu di pool pemberhentian angkot 05 datanglah angkot tersebut dengan jumlah penumpang di dalamnya sekitar 4 orang. Tak lama satu orang penumpang perempuan naik dari arah kantor Polisi Militer, lalu duduk persis di belakang sopir angkot berdampingan dengan teman saya. Kurang lebih jaraknya 100 M dari kantor polisi militer, ada lagi satu orang penumpang laki-laki yang naik angkot tersebut dan duduknya di samping anaknya teman saya, dan satu orangnya lagi dari kawanan pencopet itu seorang laki-laki yang sudah ada sebelumnya  duduk persis di samping pintu masuk angkot.

Teman saya dengan putrinya, posisi duduknya saling berhadapan atau bersebrangan. Awal mulanya tidak nampak terlihat kalau beberapa penumpang tersebut bersekongkol. Kawanan pencopet tersebut mulai beraksi saat hampir setengah perjalanan dengan berpura-pura menanyakan alamat. Salah satu dari pencopet yang duduknya persis di belakang sopir angkot bergeser ke tengah tepat berada di samping teman saya tersebut. Berpura-pura pusing dan mual, sambil terus duduknya mepet ke teman saya, dan berpura-pura ingin membuka kaca jendela yang ada di belakang teman saya. Teman pencopet yang duduknya di samping pintu masuk angkot, memaksa teman saya suruh pindah ke sampingnya dengan mengatakan agar tidak terkena muntahan perempuan yang pura-pura pusing dan mual tersebut.

Akhirnya teman saya pindah duduk sambil panik, tidak lama penumpang laki-laki yang duduk di samping pintu angkot itu turun. Si perempuan yang pura-pura muntah tadi masih meneruskan aksinya, sambil berpindah duduk di samping pintu angkot dan menghadapkan wajahnya ke arah luar sambil terus batuk-batuk. Tak lama, si perempuan itu turun.  Teman saya masih dalam kondisi kesal dan geli sama perempuan yang batuk-batuk itu, lalu dia bersiap-siap untuk turun dan mau menyiapkan ongkosnya. Begitu mau membuka tas, resleting tasnya sudah setengah terbuka, namun ia masih dalam kondisi antara sadar dan tidak sadar. Ia cari-cari dompetnya sudah tidak ada. Begitupun dengan anaknya, yang sama-sama terhipnotis tidak menyadari kalau dompet ibunya sudah berpindah tangan.

Semua uangnya ada didompet tersebut, termasuk tiga ATM dan kartu-kartu penting lainnya. Untuk bayar ongkos pun tidak ada, anaknya juga tidak pegang uang sama sekali, karena semua uangnya disimpan di laci meja ibunya di sekolah. Akhirnya, mereka berdua turun di depan komplek perumahan tempat ia tinggal. Masih dalam kondisi gemetaran, pucat dan panik bercampur sedih, mereka berdua berdiri lama sambil bengong-bengong. Lima belas menit kemudian mereka mulai berjalan ke arah rumahnya dengan memakan waktu sekitar sepuluh menit. Sesampainya di rumah, duduk di teras sambil mengingat-ingat kejadian di angkot.  Sepuluh menit kemudian ia tersadar untuk segera memblokir ketiga ATM miliknya.

Meskipun sudah diblokir, tetapi kawanan pencopet tersebut sudah berhasil memindahkan uang teman saya dari ketiga ATM tersebut dengan jumlah ratusan juta, dari uang gaji tiap bulan dia dan suaminya, sertifikasi, dan hasil penjualan tanah warisan. Seketika berpindah tangan, mereka para pencopet tersebut dengan mudah membobol ATM teman saya, karena ketiga PIN ATM teman saya semuanya menggunakan tanggal lahirnya yang tertera pada KTP yang sama-sama berada di dalam dompetnya tersebut. Untuk itu saya mengimbau agar jangan menggunakan password ATM yang mudah diketahui oleh orang yang tidak bertanggung jawab.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun