Mohon tunggu...
Wisnu  AJ
Wisnu AJ Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hidup tak selamanya berjalan mulus,tapi ada kalanya penuh dengan krikil keliril tajam

Hidup Tidak Selamanya Seperti Air Dalam Bejana, Tenang Tidak Bergelombang, Tapi Ada kalanya Hidup seperti Air dilautan, yang penuh dengan riak dan gelombang.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Andai Kata Konstestasi Politik Sama dengan Konser Musik Dangdut

8 Mei 2018   15:22 Diperbarui: 8 Mei 2018   23:51 542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Begraud/Foto/Detik.com

Jargon politik memang tidak ada yang sempurna, tidak seperti jargon yang ada didalam dunia kesusteraan dan budaya, yang syarat dengan makna, kendatipun dalam susunan kata yang dirangkai menjadi syair, puisi, prosa maupun cerpen, walau terkadang terlalu sulit bagi pembacanya untuk mencerna makna dari apa yang ditulis oleh penulisnya.

Dalam dunia politik, yang ada adalah kepentingan, apa lagi politik diartikan sebagai makna " Tidak ada musuh abadi, dan tidak pula ada kawan setia ", yang ada, adalah kepentingan.

Sejauh ada kepentingan dan keuntungan, seorang yang bermusuhan dapat untuk berteman, dan begitu juga sebaliknya, sejauh tidak memiliki kepentingan dan keuntungan, maka seorang sahabat bisa menjadi musuh, apa bila politik keduanya berseberangan.

Kontestasi politik dalam menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahun 2018 dan Pemilihan Anggota Legeslatif, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kota, Kabupaten,  dan Provinsi , serta DPR Pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPD). Kemudian Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019,  membuat suasana politik ditanah air, adakalanya seperti air dilautan, penuh dengan riak riak gelombang. Bahkan terkadang cukup memanas, sehingga menimbulkan kegelisahan ditengah tengah masyarakat.

Selama menjelang dilaksanakannya Pilkada, ditingkat kota, Kabupaten dan Provinsi, serta disusul dengan Pileg, DPD, dan Pilpres, selama dua tahun terakhir ini, ditengah tengah masyarakat telah terbentuk polarisasi kubu yang berlawanan, satu sama lainnya.

Bahkan tidak jarang pula, kubu kubu yang terbangun dimasyarakat, yang saling berseberangan, terjadi saling gontok gontokan. Pendukung salah satu calon menganggap bahwa calon merekalah yang layak untuk didukung, sedangkan kubu yang lainnya, ngotok bahwa calon merekalah yang memiliki kemampuan untuk membangun daerahnya.

Pertarungan dua kubu yang saling berseberangan, semakin meriah dalam gaung perang urat syarap. Terlebih dengan hadirnya Internet sampai kepelosok desa, yang melahirkan munculnya media media online da social, untuk meramaikan perseteruan itu.

Para pendukung calon, memalaui postingan dimedia social, bagaikan berbalas pantun. Saling tidak mau mengalah. Akibatnya dunia maya menjadi riuh dan gegap gempita. Polisipun disibukkan dengan banyaknya pengaduan yang berlatar belakang pelanggaran Impormasi Transaksi Elektronik (ITE).

Pertarungan urat syarap itu dimulai dari Pilkada Daerah Ibu Kota (DKI) Jakarta, antara pendukung Basuki Tjahya Purnama (Ahok) -- Djarot Syaipul Hidayat, dengan kubu Anies Baswedan -- Sandiaga Uno.

Dari kubu kubu inilah bermunculan istilah Ahokwers dan Anieskwers. Dan muncul pula kelompok 1212 dan seterusnya, sampai kepada nama nama lain untuk Pilpres, Jokowers dan Prabowers. Kecebong dan lain sebagainya.

Postingan postingan kebencian yang berhubungan dengan kontestasi Pilkada, Pileg dan Pilpres, menguasai setiap dinding dinding media social. Setiap issue digoreng dan digiring untuk menebar keributan, saling serang, saling sindir dan saling hujat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun