Mohon tunggu...
Wisnu  AJ
Wisnu AJ Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hidup tak selamanya berjalan mulus,tapi ada kalanya penuh dengan krikil keliril tajam

Hidup Tidak Selamanya Seperti Air Dalam Bejana, Tenang Tidak Bergelombang, Tapi Ada kalanya Hidup seperti Air dilautan, yang penuh dengan riak dan gelombang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Melegalkan Ojek Daring Berarti Menabrak Undang-Undang

26 April 2018   15:41 Diperbarui: 26 April 2018   18:32 2144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Maraknya aksi unjuk rasa yang disampaikan pengemudi ojek daring diberbagai kota besar di Indonesia, jelas mengundang suatu tanda tanya. Karena aksi unjuk rasa itu bertujuan agar pemerintah mengakui keberadaan ojek daring sebagai transportasi umum yang dilindungi oleh Undang Undang (UU).

Bahkan para pengemudi ojek online, meminta kepada pemerintah untuk menetapkan tarif standar yang wajar, antara Rp 3 sampai 4 ribu per km. Pertanyaannya, mungkinkah pemerintah menyetujui tuntutan para pengemudi ojek daring tersebut?

Pada satu sisi kehadiran ojek daring, memberikan mamfaat bagi masyarakat, lantaran menjadi transportasi yang gampang untuk ditemui oleh para penggunanya. Keberadaannya juga sangat membantu bagi masyarakat yang mengejar waktu dalam perjalanan pendek. Apa lagi kehadiran tidak ribet, laiknya angkutan umum lain seperti angkutan kota (angkot), bus dan lain sebagainya, yang hanya menyentuh wilayah-wilayah tertentu.

Sementara ojek daring dalam hal operasionalnya, dapat menyentuh wilayah-wilayah yang tidak tersentuh oleh kenderaan umum lainnya, bahkan dapat memasuki lorong-lorong sempit diperkotaan dan pedesaan.

Di saat lapangan kerja semakin menyempit, dan jumlah pengangguran semakin meningkat, kehadiran ojek daring sebagai lapangan kerja baru bagi masyarakat, dalam kaitan usaha mandiri masyarakat cukup membantu.

Di sisi lain ojek daring tersebut tersandung dengan  UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).

UU Nomor 29 Tahun 2009 mengatur, kenderaan roda dua dapat menjadi angkutan orang, tetapi tidak dapat menyelenggarakan angkutan umum orang dan/atau barang. Karena kenderaan roda dua bukan kenderaan bermotor umum, tetapi kenderaan bermotor perseorangan.

Sebagai kenderaan bermotor umum dan kenderaan bermotor perseorangan hanya dibedakan dengan adanya pungutan.

Jika kenderaan bermotor roda dua dijadikan sebagai kenderaan umum, maka di sana setiap orang yang menggunakan jasa dari kenderaan roda dua tersebut dikenakan bayaran. Akan tetapi kenderaan roda dua sebagai kenderaan perorangan, maka tidak dikenakan bayaran.

Walaupun perbedaan antara kenderaan bermotor umum dan kenderaan bermotor perseorangan, perbedaannya sangat tipis. Bukan berarti kenderaan roda dua tidak menyelenggarakan angkutan orang/atau barang. Tapi melainkan karena adanya pertimbangan factor keselamatan, keamanan dan kenyamanan. Maka sepeda motor tidak dimasukkan sebagai kenderaan umum.

Berdasarkan data  Korlantas Polri menunjukkan bahwa tingkat kecelakaan yang melibatkan kenderaan roda dua sangat tinggi. Pada tahun 2015 keterlibatan sepeda motor dalam kecelakaan lalu linta sebesar 70 persen, kemudian tahun 2016  71  persen, dan tahun 2017 sebesar 71  persen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun