Mohon tunggu...
Wisnu  AJ
Wisnu AJ Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hidup tak selamanya berjalan mulus,tapi ada kalanya penuh dengan krikil keliril tajam

Hidup Tidak Selamanya Seperti Air Dalam Bejana, Tenang Tidak Bergelombang, Tapi Ada kalanya Hidup seperti Air dilautan, yang penuh dengan riak dan gelombang.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Putusan Aneh dari Seorang Hakim

1 Oktober 2017   22:04 Diperbarui: 1 Oktober 2017   22:18 1648
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fhoto/Detiknews.com

            Praperadilan yang diajukan oleh Ketua DPP Partai Golkar Setya Novanto (Setnop) atas penetapan dirinya sebagai tersangka dalam kasus dugaan mega korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dipengadilan Negeri Jakarta. Sebelumnya banyak yang telah mempradiksi bahwa gugatan praperadilan Setnov yang juga Ketua DRR RI itu akan memenangkan gugatannya.

            Jalur hukum melalui praperadilan yang ditempuh oleh Setnov, adalah merupakan taktik dan strategi yang dilakukan oleh Setnov untuk melepaskan dirinya dari jelaratan hukum dalam kasus dugaan mega korupsi proyek pengadaan e-KTP yang melibatkan banyak pihak, mulai dari pejabat Negara di Kementerian Dalam Negeri, anggota DPR RI, sampai kepada pihak swasta konsersium dari rekanan yang memenangkan tender proyek pengadaan e-KTP dengan dana pagu lebih kurang Rp 5,8 triliyun, dan ditengarai dalam kasus dugaan korupsi ini berdasarkan penelisikan yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terdapat kerugian Negara sebesar lebih kurang Rp 3,2 Triliyun,-

            Setnov sudah dua kali mangkir dari panggilan KPK untuk diperiksa sebagai tersangka. Akan tetapi Setnov dengan berbagai cara mengulur waktu untuk diperiksa oleh KPK, mulai dari mengajukan permohonan, menunda pemeriksaan dirinya sampai adanya keputusan dari pengadilan negeri atas gugatannya melalui praperadilan. Kemudian Setnov menggunakan lembaga Legeslatif yang dipimpinnya untuk mengajukan penundaan, dan terakhir Setnov mankir dari panggilan KPK dengan alasan sakit dan dirawat dirumah sakit.

            Pradiksi banyak pihak, bahwa gugatan praperadilan yang dilakukan oleh Setnov, akan diterima oleh Hakim, akhirnya menjadi kenyataan, sidang yang digelar jumat (29/9/2017) yang dipimpin oleh hakim tunggal Cefi Iskandar memenangkan gugatan yang diajukan oleh Setnov melalui praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta.

            Dalil putusan yang menjadi pertimbangan hakim tidak sahnya menetapan Setnov sebagai tersangka dalam kasus dugaan mega korupsi proyek pengadaan e-KTP adalah barang bukti tersangka atau terdakwa  telah dipergunakan pada tersangka lain, tidak dapat untuk dipergunakan kepada tersangka berikutnya.

            Yang dimaksudkan oleh hakim Cefy Iskandar adalah, barang bukti yang diajukan oleh KPK untuk menjerat Setnov, telah dipergunakan pula oleh KPK untuk menjerat dua terdakwa lainnya dari Kementrian Dalam negeri, Hakin Cefi berpandangan bahwa menurut hukum barang bukti yang telah dipergunakan untuk tersangka atau terdakwa lain, tidak sah dipergunakan untuk tersangka berikutnya.

            Sebagai orang awam yang buta terhadap hukum, tentu bertanya tanya apakah memang seperti itu yang dimaksudkan oleh hukum?. Jika kita beranalogi ada tiga orang melakukan maling ayam, kemudian dua diantara maling tersebut tertangkap atau ditangkap oleh pihak Polisi, maka Polisi melakukan pemberkasan, apakah Polisi hanya melakukan pemberkasan terhadap dua tersangka saja?, kemudian diajukan kepengadilan, dan hakim memutuskan bahwa malaing yang tertangkap dua orang dinyatakan bersalah dan dujatuhi hukuman.

            Tiga bulan kemudian kawanan maling yang melarikan diri ditangkap oleh polisi, kemudian apakah Polisi kembali melakukan pemberkasan terhadap maling yang tertangkap itu. Sementara didalam pemberkasan pertama, sudah disebutkan bahwa kawanan maling ayam itu ada tiga orang dua tetangkap dan satu melarikan diri.

            Lalu bagaimana pula dengan pelaku korupsi yang jumlahnya lebih dari lima orang, sementara oyek yang dikorupsi katakanlah dana pengadaan e-KTP, apakah setiap orang harus dibuatkan pemberkasan kasusnya secara terpisah, sedangkan barang bukti nya sama, jika seperti ini yang dimaksudkan oleh Hakim Cefy, tentu berpeluang untuk membebaskan orang orang yang melakukan korupsi berjemaah, karena barang bukti hanya satu.

            Lalu kepada tersaka atau terdakwa yang mana barang bukti ini dipergunakan?. Taroklah barang bukti yang sama tadi dimasukkan dalam pemberkasan salah satu tersangka, lalu tersangka lain bagai mana status hukumnya, sementara bukti bukti bahwa mereka turut melakukan korupsi jelas ada. Apakah mereka mereka ini dapat bebas, karena barang buktinya sudah dipergunakan pada tersangka lain.

            Jika hal seperti ini yang dimaksudkan oleh hakim Cefy Iskandar, maka apakah hukum yang diterapkan oleh hakim Cefy Iskandar ini merupakan terobosan untuk suatu kemajuan dalam bidang hukum di Indonesia, atau malah kemunduran hukum dinegara yang katanya menjunjung tinggio hukum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun