Mohon tunggu...
Wirnandes Sihombing
Wirnandes Sihombing Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional di UPN "Veteran" Jawa Timur

Saya adalah Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional UPN "Veteran" Jawa Timur yang tertarik membahas isu internasional, politik, dan filsafat.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Memahami Kebenaran, Kepastian, dan Teori Kebenaran

27 Oktober 2022   16:17 Diperbarui: 27 Oktober 2022   16:20 1369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tahun 2020 menjadi awal mula pandemi Covid-19 di Indonesia. Di awal pandemi banyak bertebaran informasi-informasi keliru dan palsu atau biasa kita sebut "Hoax". Hoax-hoax ini membuat masyarakat percaya. Sebagai contohnya adalah Sop Kelelawar sebagai penyebab penyakit mematikan. Hal ini menggeser kebenaran ilmiah yang seharusnya disosialisasikan kepada masyarakat. Menurut Menteri Kesehatan Republik Indonesia, dr. Terawan Agus Putranto, berdasarkan penelitian, tidak ada hubungannya antara virus corona dengan hewan seperti kelelawar, karena setidaknya ketika sudah dibuat sup, virus itu harusnya sudah mati. (Kemenkominfo, 2020) Kasus hoax ini merupakan permasalahan mengenai kebenaran di tengah masyarakat.

Kebenaran dalam Bahasa Yunani disebut Aletheia () yang berarti tidak tersembunyi. Sedangkan dalam Bahasa latin disebut Veritas yang dalam Bahasa Inggris diartikan sebagai Truth atau penilaian, proporsi. Kebenaran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai keadaan (hal dan sebagainya) yang cocok dengan keadaan (hal) yang sesungguhnya. Kata kebenaran berasal dari kata "benar" dimana dalam KBBI diartikan sebagai sesuai sebagaimana adanya (seharusnya); betul; tidak salah, tidak berat sebelah; adil, dan dapat dipercaya (cocok dengan keadaan yang sesungguhnya). Terkadang, kita tidak dapat membedakan antara "benar" dan "tepat". Dalam filsafat, kata "benar" merujuk pada isi pengetahuan. Sedangkan, kata "tepat" merujuk pada cara kerja kita dalam mencapai sebuah pengetahuan.

Menurut Purwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kebenaran diartikan sebagai 1) Keadaan (hal dan sebagainya) yang benar (cocok dengan hal atau keadaan yang sesungguhnya. Misalnya kebenaran berita ini masih saya ragukan, kita harus berani membela kebenaran dan keadilan. 2) Sesuatu yang benar (sungguh-sugguh ada, betul-betul hal demikian halnya, dan sebagainya). Misalnya kebenaran-kebenaran yang diajarkan agama. 3) Kejujuran, kelurusan hati, misalnya tidak ada seorangpun sanksi akan kebaikan dan kebenaran hatimu. (Fautanu, 2012)

Kebenaran membutuhkan Kepastian. Kepastian Kebenaran adalah satu hal yang didasarkan oleh nalar dan tidak dapat diragukan lagi. Untuk mendapatkan sebuah kepastian dibutuhkan pengetahuan, subyektivitas, dan obyektivitas, serta evidensi. Pengetahuan seperti yang kita ketahui adalah hasil tahu setelah pelaksanaan pengamatan dengan indera manusia. Pengamatan dilakukan lewat panca indra manusia seperti penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Pengetahuan melewati beberapa gejala sebelum timbul, yaitu subjek yang mengenali, objek membuka diri/seolah-olah membuka diri, dan akhirnya melahirkan pengetahuan. Jadi, kebenaran ada pada seberapa jauh subjek mempunyai pengetahuan mengenai objek. Sedangkan, pengetahuan berasal mula dari banyak sumber. Sumber-sumber itu kemudian sekaligus berfungsi sebagai ukuran kebenaran.

Menurut K.J. Veeger, Kebenaran dibagi menjadi dua yaitu kebenaran ontologis (veritas ontological) dan kebenaran logis (veritas logical). Kebenaran ontologis artinya adalah kebenaran yang terdapat dalam kenyataan. Sedangkan, kebenaran logis adalah kebenaran yang terdapat di dalam akal manusia.

Julienne Ford pada bukunya Paradigms and Fairy Tales menyebutkan bahwa Kebenaran itu dibagi menjadi empat, yaitu kebenaran metafisik, kebenaran etik, kebenaran logika, dan kebenaran empirik. Kebenaran metafisik merupakan kebenaran yang paling mendasar dari sekuruh kebenaran karena itu harus diterima apa adanya misalnya kebenaran iman dan doktrin absolut agama. Kebenaran etik ialah kebenaran yang berfokus pada perangkat standar moral tentang satu tindakan yang pantas dilakukan. Kebenaran logika adalah sesuatu yang dianggap beanr secara logika dan koheren dengan apa yang telah diakui benar atau sesuai dengan apa yang benar menurut kepercayaan metafisik. Contohnya aksioma metafisik menujukkan bahwa satu tambah satu adalah dua maka secara logika dianggap benar. Kebenaran empirik yang biasanya dipercayai melandasi pekerjaan ilmuwan dalam melakukan riset penelitian.

Teori kebenaran ilmiah dibagi menjadi beberapa teori yaitu kebenaran korespondensi, kebenaran koherensi, kebenaran pragmatis, performatif, dan agama sebagai teori kebenaran. Teori Kebenaran korespondenssi dalam bahasa inggris disebut Correspondence  Theory of Truth terkadan disebut accordance theory of truth adalah teori persesuaian, dimana apa yang dinyatakan harus sesuai dengan realitas sebenarnya atau secara sederhana suatu hal yang dianggap sebagai kebenaran harus sesuai dengan fakta yang nyata adanya. Dalam teori Korespondensi, Kebenaran dianggap sebagai empiris yang harus didukung dengan fakta, yaitu menekankan bukti. Permasalahan korespondensi adalah jika tidak ilmiah atau tidak memiliki bukti empiris maka akan dinyatakan salah,  diperlukan jeda atau proses untuk mencari tahu sebelum memberi jawaban. Pengalaman Inderawi diutamakan sebagai sumber kehidupan. Biasanya, teori ini dianut oleh kalangan penganut realisme. Teori ini dipelopori oleh beberapa tokoh filsafat seperti Plato, Aristoteles, Moore, dan Ramsey.

Teori Kebenaran yang kedua adalah Kebenaran Koherensi. Teori Kebenaran Koherensi atau dalam bahasa inggrisnya Coherence Theory of Truth adalah teori keteguhan atau konsistensi, kesesuaian antara pernyataan yang ada dengan pernyataan sebelumnya. Menekankan pada peran akal budi dan menekankan pada preposisi yang awalnya diperlukan validasi. Permasalahan koherensi yaitu infinite regress, gerak mundur tanpa henti. Agar teori koherensi berjalan maka perlu digabung dengan korespondensi. Jika teori korespondensi dianut oleh kalangan penganut realisme, maka teori koherensi ini dianut oleh kalangan penganut idealisme. Seorang  tokoh filsuf Britania bernama F. M Bradley (1864-1924) merupakan salah seorang tokoh mazhab Idealisme. Namun, teori koherensi ini tidak diterima oleh banyak orang karena kelemahannya.

Teori Kebenaran yang ketiga adalah Kebenaran Pragmatis. Kebenaran Pragmatis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah bersifat praktis dan berguna bagi umum, artinya Pragmatis ini adalah suatu hal yang bersifat mudah dan bermanfaat bagi semua orang. Kata Pragmatisme berasal dari kata Pragmai yang berarti yang dikerjakan, yang dilakukan,  perbuatan, tindakan. Kebenaran Pragmatis ialah bukan kebenaran dengan realitas yang statis, tetapi kebenaran menurut realitas tindakan. Kebenaran tentu mengikuti empirisme, tapi suatu hal yang dianggap kebenaran harus berguna bagi manusia. Pragmatisme ini lahir di Amerika sekitar abad ke-19. Teori ini menitikberatkan pada akal budi dalam memecahkan suatu masalah. Tokoh-tokoh Pragmatisme adalah Charles  Sander  Pierce (1834-1914), William James (1842-1910), dan John Dewey (1859-1952).

Teori Kebenaran yang keempat adalah Kebenaran Performatif. Teori Kebenaran Performatif dicetuskan oleh John Langshaw Austin (1911-1960). Teori ini kemudian dianut oleh beberapa  tokoh filsuf terkenal seperti Frank  Ramsey dan Peter Strawson.  Teori performatif ini menganggap benar suatu hal apabila hal tersebut  menunjukkan  realitas. Teori ini ingin menyanggah penilaian klasik tentang "benar" dan "salah", dimana kedua ungkapan ini hanya sebatas pendeskripsian suatu hal atas penilaian terhadap suatu hal. Jadi, suatu pernyataan yang dianggap benar itu tidak langsung dianggap sebagai kebenaran, namun dengan suatu pernyataan yang dianggap benar menimbulkan suatu realitas sesuai dengan apa yang disampaikan lewat pernyataan tersebut.

Sebagai contoh "Dengan ini saya melantik saudara menjadi Gubernur Provinsi Jawa Timur" maka dengan pernyataan ini, dapat tercipta sebuah realitas baru dimana seseorang sebagai Gubernur Provinsi Jawa Timur. Tetapi, lewat teori ini terkadang sebuah pernyataan tidak dapat dianggap sebagai kebenaran sampai timbul sebuah realitas. Misalnya "saya doakan kamu lulus S1 cumlaude". Pernyataan-pernyataan semacam ini dapat membuat kita terbuai dan kita mengira bahwa itu adalah doa untuk kita padahal mungkin saja pernyataan itu hanya basa-basi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun