Jalan Panjang Menuju Komuni; Revolusi Ekumenis
Meski konflik mendominasi selama berabad-abad, benih-benih dialog mulai tumbuh. Gerakan ekumenis abad ke-19 dan ke-20, seperti Konferensi Edinburgh (1910), mendorong kerja sama antar denominasi. Namun, terobosan signifikan terjadi melalui Konsili Vatikan II, yang diprakarsai oleh Paus Yohanes XXIII dengan semangat aggiornamento (pembaruan) konsili ini tidak hanya mengubah wajah Gereja Katolik tetapi juga membuka pintu bagi dialog dengan Protestan.
Jika Martin Luther adalah simbol perlawanan terhadap otoritas gereja yang korup, maka Konsili Vatikan II adalah jawaban Katolik terhadap tuntutan zaman modern.
Konsili Vatikan II mengakui nilai tradisi Kristen di luar Katolik Roma. Konsili Vatikan II menggeser paradigma dari "Gereja yang benar vs. bidat" menjadi "pencarian kebenaran bersama". Paus Paulus VI bahkan menyebut Protestan sebagai "saudara-saudara terpisah" Dokumen Unitatis Redintegratio (1964), sebuah bahasa yang sebelumnya tak terbayangkan. Gereja Katolik mengakui bahwa Reformasi adalah respons terhadap penyimpangan yang perlu dikoreksi, sementara juga mengakui kesalahan masa lalu.
Warisan Martin Luther dalam Konsili Vatikan II
Ironisnya, semangat Martin Luther (kritik terhadap institusi yang korup dan penekanan pada iman personal) terdengar gaungnya dalam Konsili Vatikan II. Konsili menekankan:
- Otoritas Kitab Suci: Seperti halnya Luther, Konsili Vatikan II menegaskan pentingnya Alkitab bagi semua umat (Dei Verbum).
- Partisipasi Umat: Liturgi diubah ke bahasa lokal, mirip dengan keinginan Martin Luther agar gereja lebih dekat dengan umat.
- Dialog, Bukan Konfrontasi: Gereja Katolik kini melihat Protestantisme sebagai mitra dalam misi bersama, bukan bidat.
Dari Teologi ke Praktik: Langkah-Langkah Menuju Komuni
Setelah Konsili Vatikan II, hubungan Katolik-Protestan memasuki babak baru. Beberapa perkembangan penting termasuk:
- Deklarasi Bersama tentang Pembenaran oleh Iman (1999) -- Sebuah kesepakatan bersejarah antara Gereja Katolik dan Federasi Lutheran Sedunia yang menyelesaikan salah satu isu sentral Reformasi.
- Kunjungan Paus Fransiskus ke Swedia (2016) -- Memperingati 500 tahun Reformasi, Paus mengajak kerja sama dalam isu-isu kemanusiaan.
- Pertemuan-pertemuan ekumenis -- Seperti Joint Catholic-Orthodox Declaration (2016) dan dialog dengan gereja-gereja Anglikan serta Calvinis.
Meski perbedaan doktrin (seperti Ekaristi, otoritas Paus, dan sakramen) masih menjadi tantangan, semangat rekonsiliasi terus tumbuh.
Refleksi dan Kesimpulan serta Harapan: Apakah Komuni Penuh Mungkin?
Pertanyaan besar tetap ada: bisakah Katolik dan Protestan benar-benar bersatu kembali? Jika boleh saya berpendapat bahwa "komuni penuh" mungkin tidak perlu berarti penyatuan struktural, melainkan pengakuan bersama sebagai bagian dari tubuh Kristus yang lebih luas.