Strategi Komunikasi Lingkungan Hidup
Christopher wintang Aji
Pendidikan Lingkungan Hidup (EE-Environmental Education) dan Pembelajaran untuk Pembangunan Berkelanjutan (LSD-Learning for Sustainable Development) merupakan alat atau sarana sebagai pijakan untuk membuat kebijakan yang dirasa paling komunikatif untuk mempromosikan pembangunan berkelanjutan . Artikel ini diambil dari apa yang telah ditulis oleh Arjen E. J. Wals and Floor Geerling-Eijff.
Pembuat kebijakan di seluruh dunia memberikan perhatian pada pembangunan berkelanjutan dan terus mencari cara dan strategi  bagaimana memberikan edukasi dan menyampaikan kepada publik untuk menciptakan dunia yang 'awet' yang terus menerus menjadi pijakan makhluk hidup yang hidup di atasnya,  daripada prospek yang ada sekarang ini sedang terjadi.
Mereka sering mendapati diri mereka terjebak antara perubahan instrumental (perilaku perubahan) dan emansipasi (pengembangan manusia) menggunakan strategi semacam itu. Studi ini menyoroti perbedaan yang nyata  dengan menyelidiki empat kasus yang mewakili kedua orientasi dan campurannya.Â
Salah satu hasil dari penelitian ini adalah bahwa pembuat kebijakan Environmental Education tapi juga profesional Environmental Education pertama-tama perlu merenungkan tantangan perubahan yang dipertaruhkan. Baru pada saat itulah mereka dapat menentukan jenis pendidikan, partisipasi, komunikasi, atau campuran mana yang paling sesuai, jenis hasil apa yang dapat dikejar, dan sistem pemantauan dan evaluasi mana yang terbaik untuk dipekerjakan.
Pembangunan berkelanjutan saat ini menjadi isu utama dalam agenda kebijakan internasional, nasional, dan lokal di berbagai belahan dunia. Pemerintah Belanda, misalnya, menganggap Pendidikan Lingkungan Hidup (Environmental Education) dan Pembelajaran untuk Pembangunan Berkelanjutan (LSD-Learning for Sustainable Development) sebagai instrumen kebijakan komunikatif untuk mempromosikan pembangunan berkelanjutan di masyarakat. Baru-baru ini, efektivitas kebijakan EE diperiksa oleh Netherlands Environmental Assessment Agency (MNP) (Sollart, 2004).Â
Studi ini mengungkapkan bahwa sedikit informasi yang tersedia tentang cara instrumen pendidikan lingkungan hidup pada masyarakat. Oleh karena itu MNP menugaskan sebuah proyek penelitian lanjutan untuk memeriksa bagaimana pendekatan kebijakan yang berbeda terhadap Pendidikan Lingkungan Hidup (Environmental Education) dan akhirnya tercermin dalam praktik Pendidikan Lingkungan Hidup (Environmental Education). Artikel ini menyajikan hasil penelitian ini, yang telah dipaparkan secara lebih terperinci dalam sebuah laporan di Belanda yang berjudul "Mengadopsi Alam ke Perkotaan Secara Berkelanjutan" (Hubeek et al., 2006). Studi tersebut menguji empat manifestasi Pendidikan Lingkungan Hidup (Environmental Education) yang didorong oleh kebijakan dalam upaya menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:
1. Bagaimana pendekatan Pendidikan Lingkungan Hidup (Environmental Education) berkontribusi terhadap proses yang mengarah pada praktik baru yang lebih berkelanjutan daripada yang ingin mereka ubah? Bagaimana penggunaan pendekatan atau "instrumen" ini diperkuat dan mungkin diperbaiki?
2. Bagaimana pembuat kebijakan Pendidikan Lingkungan Hidup (Environmental Education) menjadi lebih kompeten dan efektif dalam menggunakan instrumen komunikatif dalam menggerakkan masyarakat menuju proses ini?
3. Apa peran "pengetahuan" dalam pendekatan ini? Proyek penelitian mempelajari tiga pendekatan terhadap Pendidikan Lingkungan Hidup (Environmental Education): yang dapat diklasifikasikan sebagai instrumen yang dominan, yang dapat diberi label yang sebagian besar bersifat emansipatoris, dan satu pendekatan lagi yang mencampur keduanya.