Mohon tunggu...
Winda Astria
Winda Astria Mohon Tunggu... Praktisi Manajemen sekaligus Mahasiswa Magister Manajemen

Belajar manajemen sambil praktek di dunia nyata—bikin tim dan proses lebih efisien. Selalu curious dan selalu ingin berkembang

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Operasi Tertata, SDM Berdaya: Jalan Menuju Efisiensi Manufaktur

25 September 2025   10:10 Diperbarui: 25 September 2025   10:10 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di sebuah perusahaan manufaktur, pengalaman penulis memberikan pelajaran penting bahwa keberhasilan operasional tidak semata-mata ditentukan oleh teknologi atau dokumen prosedur yang tebal. Mesin yang berdengung di lantai produksi, tumpukan bahan baku di gudang, hingga jadwal pengiriman yang padat—semua itu hanyalah bagian dari puzzle besar. Ada dua pilar yang harus saling menopang agar puzzle tersebut membentuk gambar yang utuh: operasional yang tertata dan sumber daya manusia yang berdaya. Tanpa keduanya, perusahaan seperti berjalan dengan satu kaki—pincang dan mudah goyah.

Awalnya, kondisi perusahaan tersebut tidak berbeda jauh dengan banyak perusahaan manufaktur lainnya. Persediaan bahan baku kerap tidak sesuai dengan catatan, sehingga produksi sering terhenti karena kekurangan material. Jadwal produksi pun sering meleset; apa yang seharusnya selesai dalam satu minggu bisa molor hingga dua minggu. Kualitas produk yang dihasilkan tidak konsisten—hari ini bagus, esoknya ada cacat di beberapa bagian. Mesin memang bekerja, tetapi sistem kerja yang mengelolanya belum benar-benar terorganisir. Di balik mesin-mesin itu, karyawan merasa lelah dan terbebani, sebab instruksi sering berubah-ubah dan tujuan tidak pernah dijelaskan dengan jelas. Semua ini membuat biaya produksi membengkak, efisiensi merosot, dan semangat kerja menurun.

Titik balik terjadi ketika manajemen menyadari bahwa pola lama tidak bisa lagi dipertahankan. Keputusan besar diambil: sistem operasional harus ditata ulang. Perubahan dimulai dari hal mendasar—perencanaan produksi disusun lebih sistematis, jadwal kerja dibuat lebih transparan, persediaan bahan baku dikontrol dengan metode yang lebih ketat, dan prosedur standar kerja mulai diberlakukan. Seiring waktu, dampaknya terlihat jelas. Mesin jarang lagi mengalami kerusakan mendadak karena perawatan rutin mulai dijalankan. Alur produksi menjadi lebih lancar, tidak ada lagi “bottleneck” yang menghambat. Produk yang keluar dari lini produksi pun semakin konsisten kualitasnya.

Namun, pengalaman tersebut juga memperlihatkan bahwa sistem yang bagus saja tidak cukup. Ketika SDM tidak dilibatkan, aturan baru hanya akan menjadi beban tambahan. Oleh karena itu, karyawan diberi pelatihan, dijelaskan arah dan tujuan perubahan, serta dilibatkan dalam diskusi perbaikan proses. Dari langkah sederhana ini lahir hasil yang luar biasa. Karyawan tidak lagi sekadar mengikuti aturan, melainkan benar-benar merasa menjadi bagian dari transformasi. Rasa memiliki mulai tumbuh, motivasi kerja meningkat, bahkan ide-ide segar bermunculan langsung dari lantai produksi.

Keuntungan dari sinergi operasional tertata dan SDM berdaya sangat terasa. Perusahaan mampu menekan biaya produksi karena alur kerja lebih efisien. Kualitas produk meningkat, pesanan pelanggan terpenuhi tepat waktu, dan reputasi perusahaan membaik di mata klien. Karyawan pun merasakan manfaatnya: mereka dihargai bukan hanya sebagai tenaga kerja, melainkan sebagai kontributor penting dalam keberhasilan perusahaan. Bahkan ketika terjadi lonjakan permintaan pasar, perusahaan bisa menyesuaikan diri lebih cepat, karena sistem sudah tertata dan tim terbiasa bekerja dengan ritme yang jelas.

Tentu saja, perjalanan ini tidak berjalan mulus tanpa hambatan. Tantangan terbesar datang dari resistensi perubahan. Ada sebagian karyawan yang enggan belajar teknologi baru, merasa nyaman dengan cara lama. Ada pula yang kesulitan menyesuaikan diri dengan disiplin kerja yang lebih ketat. Dari sisi manajemen, dibutuhkan alokasi anggaran tambahan untuk pelatihan, penerapan sistem, dan koordinasi lintas departemen. Gesekan antara bagian produksi, logistik, dan SDM juga tidak jarang terjadi, terutama ketika kepentingan masing-masing harus diselaraskan. Namun, justru dari gesekan itulah lahir kesadaran bahwa komunikasi terbuka, kepemimpinan yang konsisten, dan komitmen bersama adalah fondasi utama dari integrasi sistem dan manusia.

Pengalaman ini memberikan kesimpulan sederhana sekaligus mendalam: keberhasilan operasional perusahaan manufaktur tidak pernah bergantung pada satu faktor tunggal. Mesin bisa dibeli, sistem bisa disusun, laporan keuangan bisa dibuat indah, tetapi tanpa keterlibatan SDM yang berdaya, semua itu hanya akan menjadi rutinitas yang hampa. Sebaliknya, SDM yang bersemangat tanpa dukungan sistem operasional yang tertata akan kehilangan arah dan tujuan. Kunci keberhasilan sesungguhnya ada pada sinergi. Operasional yang tertata memberi arah, sementara SDM yang berdaya memberi energi.

Ketika keduanya berjalan beriringan, perusahaan tidak hanya mencapai efisiensi, tetapi juga produktivitas, adaptabilitas, dan daya saing jangka panjang.

Bersama, mari membangun operasi yang tertata dan SDM yang berdaya dalam melangkah menuju keunggulan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun